Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ahmadiyah Versi Ahmadiyah vs Ahmadiyah Versi MUI

25 Juni 2013   18:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:26 449 1
Dewasa ini, Ahmadiyah di indonesia sudah terpecah menjadi 2 versi, yaitu:
1) "Ahmadiyah" versi MUI dan FPI
"Ahmadiyah" versi ini mngaku bahwa Rasulullah Saw bukanlah Khataman Nabiyyin, Kitab Suci-nya bukan AlQuran Karim, melainkan Tadzkirah, Nabi-nya MGA, bukan Rasulullah Saw, syariatnya bukan Islam, Kiblatnya bukan Ka'bah tapi Qadian, Naik hajinya bukan ke Baitullah, syahdatnya berbeda, Rukun Islam dan Rukun Iman-nya berbeda..dll.

Apabila AlQuran mengizinkan untuk menghakimi keyakinan seseorang, maka, meskipun saya seorang Ahmadi, Saya berani katakan bahwa "Ahmadiyah" versi MUI dan FPI ini adalah sesat menyesatkan, kafir dan sama sekali di luar Islam!!!

"Ahmadiyah" versi MUI dan FPI ini dan keyakinannya tersebut jelas sangat melukai hati umat Islam di seluruh dunia, sangat merusak akidah Islam dan sangat menghina Yang Mulia Rasulullah Saw dan mereka tidak pantas mengaku drinya muslim....

Bahkan, kalaupun manusia memiliki hak untuk dapat membuat agama baru dengan syariatnya yang baru, saya harus katakan bahwa sudah sepantasnya "Ahmadiyah" versi MUI dan FPI ini membuat agama baru, dan jangan bawa-bawa nama Islam!!! Nabi-nya baru, syahadatnya baru, tempat suci-nya baru, kitab-nya baru…lalu apa lagi persyaratan yg kurang untuk membuat agama baru???

Saya rasa dan saya yakin semuanya sepakat dengan hal diatas....

Apabila “Ahmadiyah” seperti versi MUI dan FPI itu, maka tanpa disuruh pun, saya akan segera bertobat dan akan segera keluar dari “Ahmadiyah” yang sesat seperti itu..bahkan saya akan ikut bersama umat Islam lainnya untk "memerangi" Ahmadiyah versi MUI itu...

Tapi setelah dipelajari lagi dengan seksama, bergaul dengan orang Ahmadi, ikut shalat di masjid mereka, mempelajari buku-buku mereka, dan akhirnya bergabung dengan “Ahmadiyah”...ternyata “Ahmadiyah” yang saya saksikan bukanlah “Ahmadiyah” seperti versi MUI dan FPI itu...bahkan sangat jauh perbedaannya....

2) "Ahmadiyah" versi Ahmadiyah
"Ahmadiyah" versi Ahmadiyah meyakini bahwa Rasulullah Saw adalah Khataman Nabiyyin, khataman mursalin...Nabi yang paling mulia, paling agung, penutup dari para nabi pembawa syariat..seorang nabi yg jika bukan karena beliau, maka niscaya bumi ini tidak akan diciptakan...beliau-lah satu-satunya juru syafaat bagi umat manusia...tidak ada nabi yg paling sempurna selain beliau SAW.

Saya coba kutip beberapa kutipan dari tulisan dari pendiri “Ahmadiyah” versi Ahmadiyah tentang Rasulullah SAW:

“Orang-orang Muslim adalah mereka yang menyerahkan jiwa raga mereka demi kehormatan Nabi mereka, Yang Mulia Rasulullah Saw. dan mereka menganggap lebih baik mati daripada berdamai dan bersahabat dengan orang-orang yang perbuatannya siang malam mencaci maki Nabi mereka Yang Mulia Rasulullah Saw dan yang menyebut nama beliau Saw. dengan sangat melecehkan di dalam majalah-majalah, buku-buku dan selebaran mereka serta mengatakan tentang beliau Saw dengan kata-kata yang merendahkan.” (Cashma Ma’rifat, Ruhani khazain Vol. 23, hal. 386-387)

Ingin rasanya memaparkan bagaimana keyakinan “Ahmadiyah” versi Ahmadiyah kepada Rasulullah Saw dengan lebih mendetail, tapi lain kali akan dibuatkan lagi tulisan mengenai ini. Saat ini yang menjadi fokus saya adalah bagaimana sebenarnya keyakinan “Ahmadiyah” versi Ahmadiyah terhadap Al-Qur’an? Dan bagaimana kedudukan Tadzkirah?

Keyakinan "Ahmadiyah" versi ahmadiyah terhadap AlQuran bisa tercermin dari tulisan pendiri Ahmadiyah di bawah ini:

"Ada pula bagimu sekalian suatu ajaran yg pnting, yaitu bahwa kau janganlah hendaknya meninggalkan AlQuran seperti sebuah buku yang telah dilupakan. Sebab, didalamnya terletak sumber kehidupanmu. Barangsiapa yg memuliakan Al-Qur’an akan memproleh kemuliaan di langit. Barangsiapa yg menjunjung tinggi Al-Quran di atas segala hadits dan segala sabda-sabda lainnya, maka ia akan dijunjung di langit. Bagi umat manusia di atas permukaan bumi ini, kini tiada ada Kitab lain selain Al-Qur’an dan bagi seluruh bani Adam tidak ada pedoman hidup kecuali AlQuran.” (Al-Qur’an Menurut Mirza Ghulam Ahmad)

Sedikit kutipan itu dirasa cukup mewakili bagaimana keyakinan "Ahmadiyah" versi ahmdiyah terhadap Al-Quran. Keyakinan tersebut dapat tercermin dalam usaha2 yang telah, sedang dan terus dilkukan oleh setiap muslim ahmadi untk senantiasa mengamalkan segala petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran. Dan contoh kecil yang konkritnya adalah agar AlQuran tersebut dapat dijadikan pedoman bagi setiap umat manusia, maka "Ahmadiyah” versi ahmadiyah ini telah, sedang dan terus bersaha untuk mencetak dan menterjemahkan AlQuran ke dalam 100 bahasa di dunia. Hingga saat ini, sudah kurang lebih 82 bahasa yang telah selesai dikerjakan. Untuk di Indonesia sendiri, sepengetahuan saya, baru ada 2 terjemahan yang telah dan sedang dikerjakan yaitu AlQuran Bahasa Sunda dan Jawa selain tentunya Bahasa Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan Tadzkirah??

Lagi-lagi fitnah ini kembali dijadikan senjata oleh Ismail Susanto dan Amin Jamaluddin di Debat TV-ONE semalam yang tujuannya untuk menciptakan kebencian terhadap “Ahmadiyah”. Seperti yang saya katakan di awal, Tadzkirah itu adalah kitab suci-nya “Ahmadiyah” versi MUI dan FPI, bukan “ahmadiyah” versi Ahmadiyah. Sedangkan, sebagaimana kutipan diatas, kitab suci “Ahmadiyah” versi ahmadiyah hanyalah AlQuranul Karim yang diturunkan kepada Rasulullah Saw yang terdiri dari 114 surah dan 30 juz.

Dalam acara tersebut, Amin Jamaluddin dan Ismail Yusanto (Jubir HTI) kembali melemparkan tuduhan pembajakan Al-Qur'an terhadap Ahmadiyah dengan beralasan bahwa Mirza Ghulam Ahmad as dalam wahyu-wahyu yang beliau terima ada yang sama atau mirip dengan beberapa ayat atau kalimat yang ada dalam Al-Qur'an.

Bagi orang yang berilmu, kenyatan semacam itu tidak bisa disebut "pembajakan Al-Qur'an", karena hal-hal semacam itu telah banyak sekali dilakukan oleh Yang Mulia, Nabi Muhammad Saw dalam hadits-hadits beliau. Demikian juga halnya para Shahabat ra., Imam Mujtahid, ulama-ulama besar sufi (seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani) dan para pujangga Muslim kenamaan.

Adanya beberapa ayat atau kata yang mirip atau sama dengan Al-Qur'an dalam hadits-hadits Nabi Saw, ucapaan para Shahabat ra, dan ulama-ulama shalafush shalih dengan tanpa menyebutkan bahwa ucapan-ucapan yang mereka sampaikan baik secara lisan maupun tulisan itu diambil dari Al-Qur'an maka itu dinamakan IQTIBAS, bukan PEMBAJAKAN AL-QUR'AN.

Untuk lebih jelasnya, baiklah pembaca saya ajak sejenak untuk mengetahui lebih dekat tentang iqtibas dimaksud. Iqtibas adalah salah satu materi bahasan dari Ilmu Balaghah, khusunya pada Ilmu Badi.

Dalam Ilmu Badi, iqtibas didefinisikan sebagai berikut: An yudhammina al-mutakallimu mantsūrahu au manzhūmahu syai'an minal Qur'ani au al-hadiitsi 'ala wajhi lā yus'iru biannahu minhumā . Artinya: "Pembicara menyimpan prosa atau puisinya dengan sesuatu dari Al-Qur'an atau Hadits dengan cara yang tidak memberikan isyarat bahwa sesuatu itu berasal dari keduanya." Qaidah Ilmu Badi membolehkan mutakallim (pembicara) merubah sedikit pada kata yang diambil dari Al-Qur'an atau Hadits, yaitu karena untuk penyesuaian wazan atau sebab lainnya.

Contoh iqtibas yang dilakukan oleh Nabi Saw: Allahumma ghāratin-nujū mu wa hadaatil 'uyūnu wa anta al-hayyul qayyū mu lā ta'khuduka sinatun wa lā naum yā hayyu  yā qayyūmu  ahdi' lailiy wa anmi 'ainiy."Ya Allah, bintang-bintang telah lenyap dan mata telah tenang sedangkan Engkau Tuhan Yang Maha Hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya. Engkau tidak dapat dikalahkan oleh kantuk dan tidak pula oleh tidur. Ya Tuhan yang hidup kekal, ya Tuhan yang selalu mengurusi makhluk-Nya, tenangkanlah malamku dan tidurkan mataku." [1]
Silahkan pembaca perhatikan kalimat-kalimat yang digaris bawahi, itulah iqtibas, kemudian bandingkan kalimat-kalimat tersebut dengan beberapa kalimat dari Ayat Kursi.

Contoh iqtibas yang dilakukan Sayyidina Ali ra: Alā innallaha qad kasyafal khalqa kasyfatan lā annahu jahila mā akhfauhu min mashūbi asrārihim wa makūni dhamāirihim walākin liyabluwahum ayyuhum ahsanu 'amalan. "Ingatlah, sesungguhnya Allah benar-benar telah mengetahui makhluk-Nya tentang semua kondisinya hanya dengan satu kali penyingkapan saja, Dia tidak bodoh dari apa yang mereka sembunyikan dari-Nya, yakni dari rahasia-rahasia dan hati-hati mereka yang disembunyikan. Akan tetapi  agar Dia menguji siapakah di antara mereka yang lebih baik amalnya." [2]
Bandingkanlah kata-kata yang digaris bawahi di atas dengan kata-kata dari ayat 7 Surat Hud, iqtibas ini disertai sedikit perubahan kata ganti kum (antum) dalam Al-Qur'an menjadi hum dalam iqtibas ini.

Contoh wahyu iqtibasiy yang diturunkan Tuhan kepada Imam Syafi'i rh : Yā Muhammad utsbut 'ala diini Muhammadin wa iyyaka an tuhayyida fatudhallu wa tudhillu alasta biimāmil qaumi lā khaufa 'alaika minhu iqra innā ja'alnā fii aqnāqihim aghlālan fahiya ilal adzqāni fahum muqmahūn. "Wahai Muhammad bin Idris Asy-Syafi'I tetaplah engkau pada agama Nabi Muhammad saw dan janganlah sekali-kali engkau tergelincir darinya, kalau engkau tergelincir maka engkau pun akan sesat dan akan menyesatkan pula orang lain. Bukankah engkau Imam orang-orang Islam ini? Janganlah engkau takut akan raja (yang ada sekarang) ini dan ucapkanlah: Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, Maka karena itu mereka tertengadah." [3]
Kalimat yang digaris bawahi adalah wahyu yang bersifat iqtibasiy yang turun kepada Imam Syafi'i, beberapa kalimatnya persis sama dengan beberapa kalimat dalam Surah Yasin ayat 8.
Contoh wahyu iqtibasiy yang turun kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani rh: Yā ghautsal a'zham al-insānu sirriy wa anā sirruhu lau 'arafal insānu manzilatahu 'indiy laqāla fii kulli nafsin minal anfāsi limanil mulku al-yauma. "Hai ghauts 'azham, manusia adalah rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasianya. Andaikata manusia itu mengerti tentang kedudukannya di sisi-Ku, niscaya ia akan berkata di setiap hembusan nafasnya: "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini" [4]
Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah salah seorang wali Allah yang banyak sekali mendapat wahyu, beberapa di antaranya wahyu iqtibasiy dari Al-Qur'an. Yang digaris bawahi adalah persis sama dengan kata-kata dalam Surah Al-Mu'min ayat 16.

Demikianlah contoh-contoh iqtibas yang masih mudah kita dapati dalam literatur-literatur Islam,  baik iqtibas secara umum maupun secara khusus (wahyu yang bersifat iqtibasiy). Wal hasil, dikarenakan wahyu yang beliau2 terima sama persis/campuran dari ayat-ayat Al-Qur’an, beranikah Amin Jamaluddin atau MUI mengeluarkan fatwa kafir atas Imam Syafi'I rh, seorang Imam Mazhab yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Indonesia demikian juga dengan Syaikh Abdul Qadir Jailani rh?

Pendiri “Ahmadiyah” versi ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad pun mengalami pengalaman-pengalaman ruhani seperti itu. Bukan cuma skali dua kali tapi bahkan, semata-mata karena karunia Allah Swt dan larut dalam kecintaan kepada Hz. Rasulullah Saw, beliau mengalami pengalaman2 ruhani tersebut beribu-ribu kali selama masa hidup beliau. Dan setiap kali beliau mengalami pengalaman ruhani tersebut, beliau tuliskan dan beliau masukkan dalam buku-buku beliau yang berjumlah kurang lebih 82 buah buku. Barulah pada tahun 1935, yaitu 27 tahun kemudian setelah beliau wafat, para kerabat dan sahabat beliau berinisiatif untuk mengumpulkan pengalaman-pengalaman ruhani beliau tersebut yang awalnya berserakan tercantum dalam buku-buku beliau, kemudian dikumpulkan ke dalam sebuah buku yang diberi nama Tadzkirah.

Sama sekali tidak terbetik dalam pikiran orang-orang “Ahmadiyah” versi ahmadiyah untuk menjadikan Tadzkirah itu sebagai kitab suci. Bagi “ahmadiyah” versi ahmadiyah, Tadzkirah tidak memiliki kedudukan apapun sama sekali! Seseorang bertanya, “Jauh lebih tinggi mana derajatnya, Tadzkirah atau Al-Quran??” Saya jawab: Orang yang bertanya tersebut berarti meragukan ketinggian derajat Al-Quran. Sungguh, AlQuran merupakan satu-satunya kitab di dunia ini yang tiada bandingannya. Naudzubillah min dzalik apabila seseorang berusaha membandingkan derajat AlQuran dengan kitab-kitab lainnya.

Bahkan, bagi “ahmadiyah” versi ahmadiyah, apabila Tadzkirah tidak ada pun tidaklah menjadi soal karena sekali lagi, Tadzkirah sama sekali tidak memiliki kedudukan apapun. Buktinya? Silahkan anda cek randomly kapan saja dan dimana saja muslim ahmadi berada, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya, maka saya jamin apabila anda menanyakan Tadzkirah kepada mereka, saya yakin seyakin yakinnya bahwa anda pasti tidak akan mendapatinya. Bahkan sebagian besar muslim ahmadi tidak pernah melihat wujud Tadzkirah itu sendiri. (Saya sendiri tidak memiliki Tadzkirah, bahkan saya pun baru melihat Tadzkirah sekitar tahun 2002-an, itu pun saya melihatnya dalam sebuah acara pameran). Tapi kalau anda bertanya AlQuran/Kitab suci kepada mereka, saya yakin seyakin yakinnya, tanpa pikir panjang, pasti mereka akan segera menyodorkan AlQuran yang berisi 114 surah dan 30 juz itu kepada anda. Jika ada yg mengaku bahwa Tadzkirah utu kitab suci, itu dipastikan "Ahmadiyah" jadi-jadian, yg mengaku menjadi ahmadi demi mendapat bantuan dari SDA.
Dan jika anda sebelumnya berburuk sangka dengan mengira bahwa kitab suci-nya “ahmadiyah” versi ahmadiyah berbeda, saya yakin, reaksi anda akan kaget, mengapa? Karena ternyata AlQuran yang menjadi pedoman “ahmadiyah” versi Ahmadiyah sama persis dengan AlQuran yang sehari-hari anda baca. Saya jamin itu! Anda tidak percaya atau menganggap saya omong kosong? Kalau begitu, silahkan anda buktikan sendiri!

Mengapa demikian? Karena sekali lagi, satu-satunya kitab yang menjadi pedoman hidup “ahmadiyah” versi Ahmadiyah adalah AlQuranul Karim, yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Tidak ada satu pun kitab yang menyamai dan bahkan menandinginya. Pendiri “ahmadiyah” versi ahmadiyah bersabda di salah satu buku beliau,

“Kitab suci AlQuran merupakan sebuah mukjizat yang kapan pun tidak ada dan tidak akan pernah ada padanannya. Gerbang rahmat dan berkatnya selalu tetap terbuka serta tetap cemerlang dan nyata di setiap zaman sebagaimana keadaannya ketika di masa Rasulullah Saw”. (Malfuzhat, vol. III, hal. 57; AlQuran menurut Mirza Ghulam Ahmad, hal. 14)

“Sungguh malang mereka yang memilih lainnya selain kitab ini, AlQuran. Sumber mata air dari kemakmuran dan keselamatan kalian adalah Kitab Suci AlQuran. Tidak ada kebutuhan keagamaan kalian yang tidak bisa dipenuhi oleh AlQuran. Pada hari penghisaban nanti, AlQuran akan meneguhkan atau menyangkal keimanan kalian. Tidak ada lagi di bawah langit ini kitab lain yang bisa memberikan keselamatan selain AlQuran.” (Ruhani Khazain vol. 19, hal 26-27; AlQuran Menurut Mirza Ghulam Ahmad, hal. 71)

Akan tetapi, alangkah disayangkannya, buku Tadzkirah yang oleh “ahmadiyah” versi ahmadiyah tidak memiliki kedudukan apapun, justru kitab ini telah dijadikan kitab suci oleh “ahmadiyah” versi MUI dan FPI, Amin Jamaludin dan sekutunya, sebagaimana yang mereka propagandakan selama ini. Naudzubillah min dzalik….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun