Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Lebak, Suap MK, dan Langkah Politik Gagal Dinasti Ciomas

8 Oktober 2013   10:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:50 1520 8


Dinasti Ciomas merupakan julukan yang diberikan kepada keluarga besar H. Chasan Shohib yang hampir seluruh anggota keluarganya memegang kekuasaan di berbagai daerah di Banten. Sebagai mantan “JAWARA” yang beralih profesi menjadi kontraktor dan birokrat, sifat haus kekuasaan dari H. Chasan Shohib tentunya menurun kepada seluruh anggota keluarganya. Ambisi ini didukung oleh jaringan “underground” yang sangat kuat yang dimiliki oleh keluarga ini. Tidak tanggung-tanggung hampir seluruh kabupaten dan kota di Banten terdapat kelompok masyarakat yang setia kepada keluarga ini.

Jika dibuat daftar pemegang kekuasaan politik dari dinasti ini, baik itu legislatif maupun eksekutif, tentunya akan membuat mulut kita tercengang. Bayangkan, dari 8 kabupaten dan kota di Banten, hanya Lebak yang belum terjamah oleh jaringan politik keluarga ini. Mulai dari anak-anak istri pertamanya, yaitu Ratu Atut Chosiyah dan Hikmat Tomet sebagai gubernur banten dan ketua DPD Golkar Banten. Kemudian anak dari mereka, yaitu Andika Hazrumy dan istrinya Ade Rosi Khoirunnisa sebagai Anggota DPD-RI dan Wakil Ketua DPRD Kota Serang. Adik dari Ratu Atut Chosiyah, Ratu Tatu Chasanah sebagai Wakil Bupati Serang dan Ketua DPC Golkar Kab Pandeglang. Anak Bungsu Chasan Shohib, yaitu Tb Chaery Wardana (Wawan) dan Airin Rachmi Diany sebagai anggota DPR-RI dari partai Golkar dan Walikota Tangerang Selatan. Belum lagi dari istri kedua Chasan Shohib ada Tubagus Haerul Jaman sebagai walikota Serang. Ratna Komalasari dan Herawati (istri ketiga dan keempat Chasan Shohib) pun memegang jabatan di daerahnya sebagai anggota DPRD Serang dan wakil bupati Pandeglang. SUNGGUH MENCENGANGKAN!

Jika dibandingkan antara daftar tersebut dengan jumlah kabupaten dan kota di Provinsi Banten, hanya Lebak dan Cilegon yang belum terjamah secara fisik oleh dinasti ini. Meskipun demikian, belum tentu secara sosial dan ekonomi Cilegon dan Lebak tidak terjamah oleh keluarga Chasan Shohib. Untuk Cilegon bisa saya prediksi bahwa secara ekonomi dan sosial keluarga ini sudah memiliki pengaruh yang cukup dalam. Sedangkan untuk Lebak, upaya keluarga ini untuk menanamkan pengaruhnya selalu menghadapi rintangan dari keluarga Mulyadi Jayabaya sebagai bupati Lebak.

LEBAK SEBAGAI PUSARAN KONFLIK POLITIK

Mulyadi Jayabaya (JB) merupakan bupati Lebak yang sudah menjabat selama dua periode mulai dari tahun 2003 sampai saat ini. Pengaruh politik yang dimiliki oleh JB di lebak tentu tidak dapat diremehkan begitu saja oleh siapa pun. Hal ini dapat dilihat dari partai politik pendukung JB pada pilkada Kab. Lebak 2008. Hampir seluruh partai politik besar di Lebak mendukung JB sebagai calon bupati dengan Amir Hamzah sebagai calon wakil bupati. Saat itu, hanya PPP yang tidak mendukung JB untuk mencalonkan dirinya sebagai bupati periode kedua.

Pada pilkada kali ini, JB yang sudah menjabat sebagai bupati Lebak selama dua periode tentu tidak boleh lagi mencalonkan dirinya sebagai bupati. Untuk mempertahankan pengaruh politiknya, JB memberikan kekuatan politiknya kepada anaknya, Iti Octavia Jayabaya. Hal yang menarik terlihat dari Amir Hamzah yang sebelumnya mengekor JB untuk duduk di Lebak #1 dan #2 pada periode ini mencalonkan dirinya sebagai bupati Lebak dengan didukung H. Kasmin dari Partai Golkar. Amir Hamzah jelas-jelas melihat momentum besar di balik tidak bolehnya JB untuk mencalonkan dirinya kembali sebagai bupati Lebak.

Sebagai “dedengkot” Partai Golkar di Banten dan berbagai kabupaten-kota di Banten, Hikmat Tomet beserta keluarganya tentu memanfaatkan ketidakstabilan politik di Lebak untuk menanamkan pengaruhnya di Lebak dan merongrong pengaruh politik JB. Dukungan politik yang sangat besar dari “Dinasti Ciomas” menjadi modal utama Amir Hamzah untuk menjadi bupati Lebak. Namun, JB dan dinastinya tentu tidak menyerah begitu saja terhadap rongrongan politik dari Dinasti Ciomas. Dengan segala upaya baik itu upaya bersih maupun kotor, JB dan Iti Octavia menjadi lawan politik utama dari Amir Hamzah dan Dinasti Ciomas yang diwakili oleh Hikmat Tomet.

MOTIF UTAMA SUAP CHAERY WARDANA KEPADA AKIL MOCHTAR

Hasil dari pilkada Lebak dari real count oleh KPU mengumumkan bahwa Iti Octavia unggul jauh pada pilkada kali ini dengan 62% suara. Sedangkan Amir Hamzah hanya memperoleh suara sekitar 28% dari total suara yang masuk di KPU. Tidak perlu diperhitungkan, calon lain yaitu Pepe Faishaluddin hanya memperoleh 3% dari total suara yang masuk. Dari perolehan ini jelas sekali bahwa Iti Octavia berhak untuk maju sebagai bupati Lebak periode 2013-2018.

Akan tetapi, tidak ingin kehilangan momentum untuk menghancurkan pengaruh politik JB di Lebak, Dinasti Ciomas tentu tinggal diam setelah menerima kekalahan politik ini. Terutama setelah terindikasinya upaya-upaya kotor yang dilakukan oleh pihak JB untuk memperoleh kemenangan dalam pilkada ini. Oleh karena itu, pihak Amir Hamzah segera mengajukan gugatan atas keputusan pilkada oleh KPUD Lebak kepada Mahkamah Konstitusi. Inilah yang menjadi motif utama Chaery Wardana untuk menyuap Akil Mochtar sehingga memuluskan gugatan yang diajukan oleh pihak Amir Hamzah.

Secara logika, tidak ada koneksi politik yang logis antara Wawan (panggilan Chaery Wardana) dengan pihak Amir Hamzah. Toh Wawan sendiri merupakan anggota DPR-RI dan istrinya sendiri adalah walikota Tangerang Selatan. Jika hasratnya adalah political power untuk dirinya sendiri, buat apa Wawan repot-repot untuk “merecoki” pilkada yang dilakukan bukan di daerahnya.

Akan tetapi jika melihat koneksi keluarga antara Wawan dengan Hikmat Tomet dan koneksi politik Hikmat Tomet dengan Amir Hamzah maka terlihat jelas bahwa motif suap Wawan kepada Akil Mochtar jelas bukan motif jangka pendek. Jika upaya gugatan (plus suap) yang dilakukan oleh pihak Amir Hamzah berhasil dan pilkada diulang, maka pihak Amir Hamzah dapat memanfaatkan peluang ini untuk menyalip perolehan suara yang didapat Iti Octavia. Tentunya jika Amir Hamzah bisa memenangkan pilkada Lebak kali ini, maka tidak akan ada daerah tersisa di Banten yang tidak dipegang secara politis oleh Dinasti Ciomas. Menggelikan.

LANGKAH SPEKULASI DAN (MUNGKIN) BERUJUNG KEGAGALAN SERTA BLUNDER POLITIK



Langkah Dinasti Ciomas untuk menggugat hasil pilkada Lebak merupakan suatu langkah spekulasi yang sangat berani. Dengan selisih perolehan suara yang cukup jauh pada pilkada kali ini yaitu sekitar 34%, jelas bahwa dengan mengabaikan faktor ini gugatan merupakan langkah yang sangat spekulatif. Selain kemenangan pada pilkada ulangan tidak dapat dipastikan, terungkapnya kasus suap Wawan kepada Akil Mochtar jelas menghancurkan citra dari Amir Hamzah. Kasus ini juga berujung pada terungkapnya koneksi politik antara Amir Hamzah dengan Dinasti Ciomas. Hal ini juga merupakan ketidakuntungan yang didapat Amir Hamzah setelah terungkapnya kasus suap Wawan. Ketidakuntungan ini tentunya disebabkan oleh masyarakat banten sudah GERAH dengan MONOPOLI POLITIK yang dilakukan oleh Dinasti Ciomas di Banten

Suap dan gugatan ini juga merupakan blunder besar dari Dinasti Ciomas dalam upayanya memonopoli kursi politik di Banten.  Tertangkapnya Wawan atas kasus suapnya kepada Akil Mochtar jelas menjadi momentum besar bagi rakyat Banten untuk melakukan tuntutan dan upaya untuk menyeret kasus korupsi yang dilakukan oleh Dinasti Ciomas. Hal ini terlihat dari reaksi rakyat Banten di berbagai daerah yang merayakan tertangkapnya Wawan oleh KPK.

Jelas langkah ini merupakan spekulasi besar yang berujung kegagalan dan blunder politik bagi Dinasti Ciomas. Bukannya menambah pengaruh politik malah menjadi momentum kehancuran politik. Bukannya untung malah buntung, ya sudahlah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun