Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Menjajah Kening

21 Mei 2014   11:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:17 25 0
Terdengar nyanyian lirih yang keluar dari kamar. Kadang bergaung, menyulap ruang-ruang dalam rumah menjadi luas. Suara api yang membakar penggorengan ibu turut mengisi sebagai melodi. Lagu yang dinyanyikan, lagu anak SMA yang masih lugu-lugunya.

Adoon, berhenti dulu main gitarnya. Makan paginya sudah siap, Perintah ibu sekaligus menyudahi konser kepagian tersebut.

Masih pagi begini kok Ibu sudah rapi? Adon mengambil piring yang sudah disiapkan ibu.

Jangan kemana-mana, buat makan siang sudah Ibu siapkan. Ibu pulang agak malam hari ini, Ibu melahap sendok terakhirnya

Iya Bu, Adon juga lagi malas keluar kok.

Jangan lupa bunganya disiram. Oh iya, Rani kok lama tidak main kesini? Bukannya dia lagi libura, Don?

Adon hanya berdiam diri saat Ibu bertanya tentang Rani.

Yaudah Ibu mau berangkat dulu.

Hati-hati, Bu, Adon mencium tangan ibunya.

***

Seperti kesendirian sebelum-sebelumnya, Adon lebih sering menghabiskan sorenya untuk bermain gitar di pelataran rumah.  Untungnya tidak ada tetangga yang protes mendengar suaranya, apa lagi memberi saran pada Adon untuk lebih baik berhenti bernyanyi. Kecuali Rani. Ya, kecuali Rani.

Sengaja nggak ngehubungin aku ya? Pegang gitar bisa, tapi pegang Hp (HP) kok nggak bisa? Rani langsung nyerocos sambil turun dari motornya yang parkir tepat di muka pintu rumah Adon.

Dua hari kamu ilang, Don. Sadar nggak sih? Kamu nggak ngerti-ngerti  ya! bentak Rani.

Maaf, Ran. Aku... Adon berusaha menjelaskan.

Apa lagi? Mau alasan nggak punya pulsa? HP lagi di-charge ? Oh, iya, atau mau bilang HP kamu lagi error? Kenapa kamu nggak  buka konter HP saja ! Segudang pertanyaan yang juga pernah menjadi jawaban Adon, dilontarkan Rani.

Ran, kita masuk saja, malu sama tetangga. Adon mengajak Rani masuk ke dalam rumah.

Rani duduk di kursi ruang tamu. Duduknya tegak, tatapannya mencengkram. Mulutnya terbungkam, nafasnya terganjal kecewa di dada.

Kamu berantakan, Don. Kamu pikir bagus pakai celana SMA gitu? Kamu itu sudah gede, kamu itu sudah mahasiswa,. Rani nampak mulai putus asa.

Lihat aku! Bedain, cantik mana waktu aku masih SMA atau sekarang?

Iya aku tau, kamu yang sekarang lebih cantik, jawab Adon.

Nah ! Percuma kalau aku merawat diri, sedangkan kamu enggak. Aku bisa lebih baik, Don. Kenapa kamu enggak?

Yah, kamu lebih baik. Setidaknya lipstik di bibirmu nggak melewati garis lagi seperti dulu waktu SMA, kata Adon.

Saat SMA, Rani tidak pernah pakai lipstik. Sampai suatu hari ketika dia berusaha tampil cantik di depan Adon. Tapi, malah ejekan keluar dari mulut Adon waktu itu. Bagaimana tidak, lipstik merah cerah waktu itu hampir semua sisinya melewati garis bibir.

Adon ! Aku nggak bercanda. Kamu menghina aku? Rani sinis. Dia mulai malas melanjutkan obrolannya dengan Adon.

Nanti kalau marah terus, cepet tua loh Adon berusaha melunakan hati Rani.

Biarin! Biarin cepet tua!

Kalau cantiknya ilang, bagaimana? tanya Adon sembari menggoda.

Ya kamu cari saja yang lebih cantik. Balikan sama mantan kamu saja gih!

Ran, sudahlah, jangan memulai perang lagi. Aku nggak mau rumah ini nantinya bersimba darah.

Adoon !!!! Kamu bisa serius nggak sih? Rani menggebrak meja dan terus menatap Adon yang sedari tadi memainkan gitar.

Iya, maaf. Aku bisa serius kok.

Masalah satu belum selesai, sekarang malah dapat masalah baru. Jujur aku sudah capek dengan semua ini, Rani mulai gelisah.

Aku berusaha untuk tampil lebih cantik, tampil lebih baik, itu semua buat kamu, Don!

Tapi, aku nggak pernah memintamu untuk melakukan itu, jawab Adon singkat.

Kalimat yang keluar dari mulut Adon membekukan sekitar. Seketika, air mata mulai membasahi pipi Rani, bibirnya bergetar mendengar jawaban Adon. Hatinya dihujam sebaris kalimat. Ingin rasanya dia mengucap selamat tinggal pada lelaki yang menurutnya tidak bisa di perjuangkan di depannya.

Satu hal, Ran. Aku nggak bisa berubah seperti yang kamu harapkan, Adon menegaskan .

Keduanya saling mengadu mata. Tidak ada yang mau kalah kali ini.

Baiklah, 2 tahun kita pacaran, ternyata begitu cepat untuk mengerti akal sehatmu. Percuma ya aku berubah semua ini untuk kamu, toh kamu nggak bisa berubah untuk aku.  Parahnya kamu nggak pernah menghargai dengan apa yang aku lakukan, Rani menahan tangis.

Aku pulang Rani berusaha menguatkan hatinya.

Ran, 2 tahun kita berhubungan, kamu hafal kan kalau aku sangat takut dua hal. Aku takut dimarahin kamu, dan aku takut kamu marah sama aku, Adon menggenggam tangan Rani.

Dan kamu harus tau, Ran. Kalau sekarang, aku lebih takut kehilangan kamu,

Rani menahan geli di bibirnya, tapi itu tak membuat kabur senyumnya. Sesekali Adon menyeka air matanya.

Aku cinta kamu itu sejak masih SMA, sejak kamu masih suka foto di kamar mandi sekolah. Sekarang, kamu nggak perlu lagi berusaha berubah buat aku. kamu berubah untuk dirimu sendiri, dan aku akan berubah untuk kita, Adon tersenyum.

Rani kian nyaman hatinya. Hati yang tadinya seperti membeku, kini mulai meleleh. Hanya simpul senyum yang mengembang di bibirnya. Air matanya yang tadi membasahi pipiya kini mulai terbendung. Kemudian Adon mengecup pelan keningnya

Masih bisa marah sekarang? mengusap kening Rani bekas ciumannya.

Rani merasa dirinya mulai menyelam. Menyelam dalam ingatan yang berlalu. Dia sadar, bahwa mungkin selama ini dia terlalu egois dan banya menuntut. Lama dia terdiam, kemudian berfikir bahwa pertengkaran adalah pelajaran untuk berhubungan, bukan malah berakhir karena emosi.

Maaf kalau aku nggak ngehubungi kamu, aku merasa belum bisa perhatian pada diriku sendiri. Apalagi perhatian kepadamu.

Bekas jajahan di kening sejenak membekukan sekujur tubuhnya. Tidak ada kata yang bisa keluar dari mulut Rani. Tidak ada lagi amarah yang dia simpan. Rani tidak tahu harus berbuat apalagi. Kecuali satu hal, memeluk lelaki di depannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun