Konflik tanah di Pulau Rempang telah menjadi isu nasional yang memancing perhatian publik sejah tahun 2023 lalu. Masyarakat adat di sana menghadapi ancaman relokasi akibat rencana pembangunan Rempang Eco City, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diharapkan dapat memberikan dampak (
spillover effect) terhadap pertumbuhan ekonomi. Konflik ini telah berlangsung sejak awal 2023, ketika pemerintah mulai memperkenalkan proyek ini secara formal kepada masyarakat. Namun, ketegangan mulai meningkat ketika pada tahun 2022 investor, yaitu PT Makmur Elok Graha (PT MEG) melalui Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan pada tahun 2001-2002. Pelimpahan ini dilakukan tanpa adanya keterbukaan baik secara formal maupun informal, sehingga masyarakat adat tidak pernah diajak bermusyawarah. Langkah tiba-tiba ini memicu perlawanan masyarakat adat yang merasa hak atas tanah leluhur mereka diabaikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana ketidakjelasan hak atas tanah (
property rights) dan tingginya biaya transaksi (
transaction cost) memengaruhi dinamika konflik sosial dan ekonomi di Pulau Rempang?
KEMBALI KE ARTIKEL