Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

WH-Irna Paling Banyak dilaporkan terkait Politik Uang

22 Oktober 2011   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:39 254 0
Pasangan Wahidin Halim dan Irna Narulita (WH-Irna) paling banyak dilaporkan ke Panwaslu terkait politik uang. Terhitung sejak hari tenang hingga hari pencoblosan Pemilukada Banten, pasangan nomor urut dua ini sudah beberapa kali dilaporkan dan diekspos oleh media.

Berbagai saksi dan alat bukti didatangkan, bahkan tim Wh-Irna sempat tertangkap basah kamera saat membagikan uang. Untuk konteks ini, kita harus mengatakan bahwa demokrasi sudah benar-benar terkubur. Kita patut berduka cita. Bertahun-tahun pilar demokrasi dibangun, ternyata hangus seketika. Sebabnya tak lain adalah syahwat kekuasaan yang tak terbendung. Demi kuasa mereka menghalalkan segala cara.

Membangun demokrasi itu membutuhkan waktu yang lama. Tapi menghancurkannya hanya butuh beberapa detik waktu, salah satunya dengan politik uang. Bisa dipahami kenapa mereka lakukan itu. Kalkulasi politik sementara menunjukkan, sampai saat ini belum ada calon yang bisa menandingi elektabilitas Atut-Rano. Akibatnya, mereka melakukan segala cara termasuk politik uang.

Berikut informasi yang dimuat/diekspos beberapa media terkait politik uang oleh nomor urut 2:

TANGERANG – Sehari menjelang Pilgub Banten, Jumat (21/10), Panwaslu Kota Tangerang, kembali mendapat laporan dari warga terkait praktik politik uang dan pembagian suvenir kipas bergambar WH-Irna. Sebagai pelapor adalah Budi, warga RT 005 RW 022 Perum I, Kelurahan Cibodas Sari, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, yang mewakili beberapa orang ibu yang mendapat uang dan suvenir tersebut. “Saya hanya mewakili ibu-ibu. Karena mereka tidak berani lapor ke Panwaslu,” ujarnya. Menurut Budi, istrinya yakni Kiki, telah mendapat uang Rp 150.000 dari Ketua Posyandu setempat, Kamis (20/10) sore. “Sore pas pulang istri saya bilang habis dikasih uang insentif sebesar Rp 150.000. Saya anggap ini money politic karena diberikan saat mau pilgub,” ucapnya. Hal itu dibenarkan Kiki. “Saya kan kader posyandu. Saya dapat surat undangan untuk datang hari Kamis (20/10) sekitar pukul 16.30, ternyata malah dikasih uang. Pak Ketua Posyandu sih tidak bilang apa-apa untuk menyoblos siapa,” ucapnya. Isa, rekan Kiki, juga mendapat amplop berisi Rp 175.000. “Ya diterima saja mas, namanya dikasih uang. Tapi saya bingung saja, kok tidak ada apa-apa dikasih uang. Baik benar ya posyandu. Saya jadi curiga, apa karena mau pilgub,” ucapnya. Mariati, warga Perum I lainnya, memiliki pengalaman yang berbeda. “Kamis malam kemarin ada acara pengajian di rumah Ibu Tatang. Saat acara semuanya dibagikan kipas bergambar WH. Saya sih diam saja, cuma bingung maksudnya apa ini,” ucapnya. Di dalam kardus kipas bergambar WH itu, juga terdapat gambar tempel WH dan kartu tata cara pencoblosan dengan tanda coblos di nomor dua. “Setelah pulang saya ngomong sama orang rumah dan tetangga, ternyata itu tidak boleh,” ucapnya. Karena itu kata Budi, karena ibu-ibu itu takut melapor, akhirnya dirinya memberanikan diri untuk lapor ke Panwaslu Kota Tangerang. “Kami ini lapor bulkan karena disuruh seseorang. Tapi murni inisiatif kami,” ujarnya. Sementara itu, menurut Ahmad Taufik Hidayat, anggota Panwaslu Kota Tangerang Divisi Penanganan Pelanggaran dan Tindak Lanjut, sejak awal Juni hingga 21 Oktober 2011n pihaknya menerima 23 laporan kasus pelanggaran. Ke-23 kasus pelanggaran itu antara lain kesalahan administrasi, pemasangan spanduk, kampanye hitam, dan mobilisasi PNS. Dari puluhan kasus itu, yang diteruskan ke Gakumdu karena dinnggap cukup berat adalah kasus yang dilakukan Wakil Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah. “Saat launching E-KTP di Kota Tangerang pada 30 September 2011. Wakil Wali Kota mengajak masyarakat untuk mencoblos nomor urut dua (Wahidin Halim-Irna Narulita),” ucapnya. Ahmad menjelaskan, ke-23 kasus pelanggaran Pilgub itu lebih didominasi oleh pasangan WH – Irna dengan delapan kasus, salah satunya adalah roti manis bergambar WH. Sedangkan, pasangan nomor urut satu, Ratu Atut Chosiyah – Rano Karno, tercatat tiga kasus pelanggaran, dan pasangan nomor urut Jazuli Juwaini – Makmun Muzakki tidak tercatat dalam kasus pelanggaran. Sisanya adalah kasus pelanggaran administratif.

****

Pandeglang – Seorang tokoh pemuda Desa Cipinang, Kec. Angsana, Arsadi, dilaporkan ke Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Kec. Angsana, Jumat sore (21/10). Arsadi terbukti melakukan upaya penyogokan di rumahnya kepada anak muda Cipinang sebesar Rp300 ribu agar mencoblos pasangan WH-Irna pada hari H Pilgub (hari ini, red). Suganda, warga Desa Cipinang, mengatakan, pada pagi Jumat dia dipanggil oleh Arsadi ke rumahnya untuk membicarakan hal penting terkait Pilgub Banten. Sebagai sesama pemuda, Suganda memenuhi undangan Arsadi. Ternyata di rumah Arsadi sudah ada pemuda lainnya yang bernama Awin. Kepada mereka berdua ini (Suganda dan Awin), Arsadi memberikan uang sebesar Rp300 ribu. “Kami dipesan Arsadi menggunakan uang tersebut untuk bancakan nanti malam (Jumat malam, red) dengan pemuda kampung agar memilih WH-Irna pada hari pencoblosan,” ujarnya lugu. Suganda dan Awin menilai Arsadi telah melakukan pelanggaran Pemilukada karena telah menyogok orang lain untuk memilih jagoannya. Mereka pun kemudian berinisiatif mendatangi Ketua Relawan Banten Bersatu (RBB) Angsana, Cucu Supriatna, sambil membawa uang sogokan dari Arsadi. Atas hal tersebut, RBB kemudian mengajak dua orang saksi ini melapor ke Panwascam Kec. Angsana pada Jumat sore. Ketua Panwascam Kec. Angsana yang kebetulan bernama sama dengan terlapor, Arsadi, membenarkan adanya laporan dugaan politik uang yang dilakukan oleh Timses pasangan nomor urut dua di desa Cipinang. Laporan tersebut dengan register nomor 003/DIV-PLGN/21/Panwaslukada-Ang/X/2011 dengan barang bukti surat pernyataan Saksi (Suganda dan Awin) dan uang Rp300 ribu. “Laporannya telah kami terima dan segera akan kami proses sesuai prosedur seperti pemanggilan terlapor dan pelapor,” ujarnya. Pada saat sekarang, ujar Arsadi, pihaknya belum bisa memberikan kepastian akan ada tidaknya unsur pelanggaran sampai dilakukan klarifikasi dan pemanggilan sejumlah saksi. Disinggung mengenai indikasi pelanggaran, dia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan yang ada, indikasinya sekitar pelanggaran pidana, yakni politik uang dengan tujuan mempengaruhi pilihan orang lain. “Kami akan kaji secara lebih detil. Jika terdapat unsur pidana, maka kasus ini akan kami limpahkan kepada kepolisian,” tandasnya.**

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun