Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Dari "Kerumunan" Menjadi "Gerakan"

7 April 2014   00:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 72 0
Dari ‘Kerumunan’ Menjadi ‘Gerakan’

Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Pemilu legislatif dan pemilihan Presiden yang dilaksanakan tahun ini tentu memiliki peran yang strategis dan sangat menentukan masa depan bangsa, serta akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan institusi ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Meski demikian, dari pengalaman tiga pemilu sebelumnya (1999, 2004 dan 2009), pertumbuhan institusi ekonomi dan keuangan syariah tetap berada pada level yang sangat baik. Semua institusi ekonomi dan keuangan syariah tumbuh dengan pesat, dengan variasi industri yang semakin beragam, mulai dari sektor riil syariah, sektor keuangan syariah, maupun institusi zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF).

Kondisi ini mengisyaratkan dua hal. Pertama, dahsyatnya people power atau kekuatan masyarakat, dimana gerakan ekonomi syariah ini lebih banyak digerakkan oleh kesadaran publik ketimbang desain negara, sehingga ia bergulir bak bola salju. Kedua, meski pemerintah belum banyak mendukung secara kongkrit di semua lini institusi ekonomi syariah, namun pemerintah juga tidak mengambil langkah dan kebijakan yang menghalangi. Artinya, gerakan ekonomi syariah ini lebih banyak auto pilot-nya dibandingkan dengan by state design.

People power ini sesungguhnya merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi dunia ekonomi syariah Indonesia, dan ini adalah sesuatu yang belum tentu dimiliki oleh negara lain. Namun, menyandarkan hanya kepada people power saja tidak cukup. Bahwa kita tumbuh dengan prosentase yang tinggi, itu betul. Akan tetapi, harus diakui, pertumbuhan market share kita masih rendah. Sebagai contoh, pangsa pasar perbankan syariah tahun ini baru pada level lima persen setelah 22 tahun beroperasi.

Ini membuktikan bahwa kita memerlukan intervensi positif dan dukungan yang kuat dari negara. Ketika negara terlibat dan mendukung secara penuh, maka hasilnya akan sangat positif. Sebagai contoh, pangsa pasar sukuk dalam kurun waktu lima tahun sudah mencapai angka 10 persen dari total pasar obligasi nasional, dan mayoritas penerbitan sukuk tersebut adalah oleh negara. Fakta ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengabaikan peran negara dan berbangga diri hanya dengan kekuatan bottom up saja. Paradigma ini harus diubah, bahwa kita perlu memadukan people power dengan state power, sehingga hasilnya akan lebih dahsyat lagi. Institusi ekonomi syariah akan semakin kokoh dan kuat, sehingga perannya dalam membangun masyarakat dan bangsa akan semakin signifikan.

Untuk itu, momentum Pemilu 2014 ini sesungguhnya merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh komunitas ekonomi syariah untuk memperjuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan ekonomi syariah kepada para calon pengambil kebijakan, baik di legislatif maupun eksekutif. Jangan sampai mereka mendapatkan informasi yang keliru tentang ekonomi syariah dan menganggap ekonomi syariah hanya sebagai pelengkap dalam sistim perekonomian nasional.

Faktanya, hampir tidak kita temukan kampanye partai politik yang menyentuh isu ekonomi syariah. Satu dua partai mungkin telah mengangkat isu ini secara parsial, namun bayangan yang utuh tentang desain ekonomi syariah, masih belum terlihat dengan jelas. Sebagian partai masih sangat awam dengan ekonomi syariah, bahkan ada diantara mereka yang melihat ekonomi syariah hanya dari perspektif ideologis. Sementara sisi manfaat dan benefit-nya tidak dilihat.

Dengan kondisi demikian, tentu upaya akselerasi ekonomi syariah ini menjadi semakin berat. Untuk itu dibutuhkan sejumlah langkah strategis yang harus dibangun secara bersama oleh para pemangku kepentingan ekonomi syariah, agar komunitas pegiat ekonomi syariah yang ada, bisa mengubah dirinya dari “kerumunan” orang menjadi “gerakan” yang efektif. Berhimpun bukan sekedar untuk berkerumun, namun berhimpun untuk bergerak mencapai tujuan. Langkah-langkah tersebut antara lain, pertama, perlunya membangun grand design ekonomi syariah yang komprehensif dan lintas sektoral.

Harus diakui bahwa selama ini sinergi antar sektor dalam ekonomi syariah masih belum optimal. Sehingga, energi-energi kekuatan umat ini masih berceceran di banyak tempat. Tugas kita sekarang, bagaimana mensilaturahmikan energi-energi ini agar bisa sinkron, sejalan, dan saling memperkuat, melalui grand design yang disepakati bersama.

Kedua, meningkatkan komunikasi yang efektif dengan pemerintah dan lembaga legislatif. Mereka harus dirangkul dan diyakinkan bahwa institusi ekonomi dan keuangan syariah lebih banyak mendatangkan manfaat dibandingkan madharat bagi bangsa ini. Tokoh-tokoh kunci gerakan ekonomi syariah yang ada di lembaga pemerintah maupun legislatif, harus lebih aktif mengkonsolidasikan dan mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang diambil. Sementara mereka yang berada di luar kekuasaan, harus secara konsisten membangun pressure group dan memposisikan diri sebagai pemberi reminder yang efektif.

Ketiga, para akademisi, ulama, praktisi dan elemen-elemen kunci lainnya, harus bahu membahu menggarap sisi demand dari ekonomi syariah, yaitu publik. Publik harus terus menerus diedukasi mengenai pentingnya berekonomi syariah. Kesadaran publik yang terbangun merupakan modal untuk terus menggerakkan gerakan ekonomi syariah.

Sedangkan yang keempat, meminjam istilah Dr Ahmad Mukhlis Yusuf mantan pemimpin LKBN Antara, antar kelompok pengusung ekonomi syariah dilarang untuk saling melemahkan, atau saling men-discount satu sama lain. Menyalahkan yang lain dan menganggap diri paling syari. Seharusnya, kekurangan yang satu ditutupi oleh kelebihan yang lain. Kalaupun ada kekurangan, maka harus ada mekanisme taushiyah yang baik dan konstruktif. Bukan dengan cara yang destruktif dan kontraproduktif. Wallahu a’lam.

***Artikel di atas telah dimuat di Republika edisi 27 Maret 2014

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun