SOSIAL
10 Juli 2013
Oleh Irene Cynthia Hadi
Sumber: http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/02225/Bully1alamy_2225842b.jpg
“Aku ingin mengubah dunia.” Itulah yang saya katakan pada diri saya sendiri ketika saya menyadari ada hal positif yang saya dapatkan ketika saya mengalami bullying semasa SMA. Bagi sebagian besar orang yang mengalaminya, bullying mungkin dianggap sebagai suatu hal negatif yang merupakan mimpi buruk bagi kehidupan mereka. Namun bagi saya, bullyingberhasil membuka mata saya akan bahaya yang ditimbulkannya serta menyadarkan saya akan pentingnya memperjuangkan anti-bullying terutama agar tidak ada lagi korban akibat bullying.
Masih segar diingatan kita bagaimana Madeleine Milne, gadis 13 tahun asal Sydney, Australia yang menempuh pendidikan di Asquith Girls' High School, Amerika Serikat yang pada tanggal 25 April lalu bunuh diri akibat dibully oleh teman-temannya. Masih banyak Madeleine-Madeleine lain di luar sana yang menjerit di dalam hati karena perasaan terkoyak akibat dibully, sendirian dan tanpa orang lain yang mampu memberikan perhatian yang sepenuhnya terhadap masalah yang mereka hadapi. Bayangkan saja apabila hal ini terjadi setiap hari di setiap negara. Berapa banyak jumlah remaja yang rentan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri karena bullying?
Bullyingbukanlah permainan yang dilakukan dengan taruhan menang atau kalah. Ini adalah pertaruhan hidup dan mati seseorang. Mungkin kita sering beranggapan bahwa bullyingadalah suatu hal sepele, yang jika berbentuk ejekan maka bisa ditarik kapan saja. Kita sering lupa bahwa kita tidak akan pernah tahu efek apa yang dialami oleh orang yang dibully. Kita tidak tahu seperti apa latar belakang keluarganya, apakah ia sedang memiliki masalah atau tidak dan sebagainya. Kita juga tidak tahu seberapa besar batas kesabaran seseorang, penyakit yang ia derita atau seberapa sensitif perasaan yang ia miliki. Bisa saja ejekan yang dianggap biasa oleh orang-orang yang membully dianggap keterlaluan oleh si korban bullying. Inilah yang sering tidak kita pahami sehingga seringkali kita justru terkadang menyalahkan si korban yang kita anggap terlalu sensitif atau terlalu mengganggap serius suatu masalah.
Dalam menanggapi hal ini, kita bisa melakukan tindakan-tindakan kecil untuk mengkampanyekan semangat anti-bullying. Melalui jejaring sosial, sebarkan kutipan-kutipan anti-bullying dengan menyertakan gambar-gambar yang berkaitan dengan bullying, baik itu gambar orang yang sedang bersedih atau gambar apapun yang menurut kita sesuai dengan kampanye anti-bullying. Bergabung dengan organisasi-organisasi non-formal anti-bullying juga bisa kita coba. Lalu yang paling penting adalah, ketika kita melihat suatu tindakan bullying di sekitar kita, kita bisa menegur dan memberi nasehat mengenai bahaya-bahaya bullying. Hindari juga melakukan cyberbullying lewat jejaring-jejaring sosial dan menegur teman yang melakukan tindakan cyberbullying juga bisa menjadi awal bagi kita untuk menyebarkan kampanye anti-bullying
Tulisan ini hanyalah suatu cara sederhana yang ingin saya mulai untuk mengkampanyekan anti-bullying. Kedepannya, semoga tulisan ini bisa memberi suatu inspirasi bagi pembaca dalam menyebarkan semangat anti-bullying dimanapun dan kapanpun. Irene Cynthia Hadi, Mahasiswi Semester 3, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Source: http://health.detik.com/read/2013/05/08/190507/2241539/1301/gara-gara-di-bully-di-sekolah-remaja-ini-bunuh-diri, http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/02225/Bully1alamy_2225842b.jpg