Inovasi berasal dari inisiatif, seperti itulah slogan yang saya berikan kepada sebuah tim pengangkut sampah yang ada di kota Medan. Sebuah inovasi yang menyenangkan untuk didengar, direspon dan dipertahankan yang berasal dari sebuah truk pengangkut sampah.
Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung dan bersilaturahim ke rumah teman. Lokasi rumahnya berada di daerah PWS, dimana mayoritas penduduk di sekitar daerah tersebut adalah warga keturunan. Rumah-rumah yang berpagar tinggi dan selalu tertutup adalah ciri khas dari daerah ini, karena sebagian besar orang-orang di lingkungan ini adalah pekerja sehingga rumah akan selalu tertutup, meskipun ada pembantu rumah tangga atau beberapa anggota keluarga yang telah berumur lanjut.
Ketika sedang mengobrol, terdengarlah suara musik yang mendendangkan lagu dangdut. Saya mengira suara tersebut berasal dari odong-odong yang biasa melewati rumah-rumah penduduk, namun ternyata bukan. Saya terkejut sekaligus heran dengan apa yang saya lihat, tidak menyangka sama sekali kalau suara musik yang riang tersebut berasa dari pengeras suara yang dipasang di atas truk pengangkut sampah.
Sambil tersenyum saya mengambil foto penampakan truk sampah tersebut. Supir truk yang melihat saya memegang telepon genggam dan bersiap untuk men-jepret pun tersenyum. Tim pengangkut sampah itu terdiri atas tiga orang, yaitu satu orang sebagai supir sedangkan dua orang lagi sebagai kernet yang bertugas mengangkut kerangjang sampah para penduduk.
Baru pertama kali itu saya melihat fenomena truk pengangkut sampah yang sangat membumi dan membuat pekerjaan “nyampah” menjadi tampak lebih menyenangkan. Usut punya usut, tanya bertanya, akhirnya saya dapatkan juga jawabannya.
Teman saya bercerita, dulu ketika belum ada inovasi seperti ini, tim pengangkut sampah tersebut harus berteriak-teriak sepanjang jalan untuk memanggil orang-orang yang berada di dalam rumah dan untuk mengambil sampah mereka. Cara seperti ini tentu saja sangat melelahkan, selain harus keluar tenaga untuk menangkut sampah, mereka juga harus mengeluarkan suara yang semakin melelahkan kondisi fisik mereka.
Kemudian, mereka berinisitatif memutar lagu pemanggil warga, musik yang diputar menyerupai musik penjual es krim. Alunan musik riang yang dipadukan dengan suara “Sampah… sampah… sampah…!”. Setelah itu, mereka menggantinya lagi dengan musik yang lain. Terkadang musik yang melantunkan lagu jawa, lagu dari tanah Karo, dangdut, pop, dan musik riang lainnya.
Sound system yang digunakan tidak mahal, hanya berupa sebuah toak, tapi suaranya tetap jernih terdengar sampai beberapa meter. Seperti yang saya lihat, ketika mobil truk pengangkut sampah itu lewat, orang-orang pun mulai keluar dari rumahnya masing-masing dengan membawa keranjang sampah milik mereka. Cara panggil yang sangat efektif, unik, dan sangat ramah.
Biaya pengangkutan sampah yang dipungut mereka hanya Rp 5.000 per bulan, harga yang sangat murah untuk menjaga kebersihan. Sampah terangkut, warga terhibur dan tidak ada yang terganggu dengan bau yang tidak sedap. Selama ini, truk sampah yang saya temui selalu berwajah suram dan tidak menggairahkan. Berbau busuk dan tidak sedap, kusam, tidak ramah, bahkan tidak dihiraukan oleh orang-orang. Namun, truk sampah yang saya lihat ini adalah sebuah gebrakan yang sangat baik.
Seperti halnya anak kecil, yang akan merasa senang ketika dipanggil dengan suara yang merdu atau dengan nyanyian yang riang gembira. Maka, orang-orang dewasa pun tidak beda dengan anak kecil, dimana mereka akan senang membuang sampah bila dipanggil dengan seruan yang sederhana berupa musik yang menggembirakan.
Kalau saja semua truk pengangkut sampah memiliki inovasi yang unik-unik, mungkin tidak akan ada lagi sampah-sampah yang tergeletak di pinggir-pinggir jalan. Kalau saja pemerintah mau melihat inisiatif sederhana seperti ini, apakah mereka mau memberdayakannya? Bukan tidak mungkin dengan adanya inovasi seperti ini, kegiatan membuang sampah akan menjadi lebih menyenangkan. Apakah truk pengangkut sampah seperti ini juga terdapat di daerah Anda?
200212