Lantas, kenapa harus ditulis disini?
"Hanya untuk sekedar melepas energi", gumamku dalam hati..
Sosok Timur Pradopo yang bintang tiganya sangat baru memang sangat jelas dimata semua orang akan proses pengkarbitan, sama halnya dengan berita yang sering saya dengar tentang proses masuknya seseorang ke kepolisian. Persamaannya adalah sama-sama dikarbit. Banyak calon polisi yg mendaftar harus mengeluarkan banyak uang untuk diterima sebagai polisi Untuk Timur mungkin bukan karena uang, tapi tetap saja sama-sama dikarbit, bukan memang orang-orang yang pantas untuk meraihnya.
Pengalaman karir Pradopo yang dari awal berkutat di Lantas juga menjadi pertanyaan besar bagi saya karena yang dihadapi bangsa ini sekarang untuk ditangani Polri adalah urusan kejahatan, baik itu teroris, gerombolan bersenjata, atau bahkan persoalan konflik horisontal di tengah masyarakat termasuk perang antar geng, antar suku, juga antar umat beragama. Untuk itu semua apakah memang sosok Timur Pradopo yang memang pantas jadi bossnya polisi di tanah air?
Hampir seluruh berita hari ini mengenai Timur bernada miring sehingga mampu membuat pikiran saya sedikit sensitif penuh tanda tanya. Ada apa SBY memilih Timur Pradopo? Kenapa langkah yg tidak populer ini sangat berani diemban SBY?
SBY memang punya hak penuh sesuai UU untuk mendudukan seseorang menjadi Kapolri, tapi mungkin SBY memang ke-ego-annya tinggi sehingga trik melahirkan 2 nama terdahulu dan menjadikan Timur sebagai kuda hitam itulah yg justru mau diperlihatkan SBY kepada bangsa ini, bahwa "saya yang punya kuasa".
Setahu saya, huruf RI di dalam POLRI adalah singkatan dari Republik Indonesia, sehingga untuk menjadi kepalanya perlu punya pemahaman dan pengalaman tidak hanya di Pulau Jawa saja, apalagi kalo pengalaman itu terpusat di Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Nanan yang punya pengalaman wilayah lebih luas dari Timur tidak digubris oleh SBY dan entah benar atau tidak, BHD tidak diperkenankan menyerahkan tongkat komandonya dengan leluasa. SBY lah yang harus menyerahkan tongkat itu, sehingga polemik estafet kesenioran di Polri punya potensi untuk bergejolak.
Belum lagi rekam jejak Timur pada saat menjabat Kapolres Jakarta Barat dimana pada kurun waktu itulah terjadi peristiwa kelabu Nasional Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Entah apa yang ada dibenak adik-adik mahasiswa dan eksponen 86 menyaksikan saksi mata yg tak pernah diperiksa menjadi Kapolri. Saya kuatir ini akan menjadi polemik panjang sehingga mengganggu kinerja Kapolri dalam membangun reformasi di tubuh Kepolisian kita.
Melihat berita hari ini, saya menjadi malas juga melihat bangsa ini ke depan. Pada saat awal reformasi kita sudah salah melakukan reformasi, hal-hal yang belum saatnya direform dilakukan perubahan dengan semangat lepas kendali, sementara Reformasi hukum yg seharusnya menjadi agenda reformasi paling awal tidak dilakukan. Belum lagi kita selesai membahas hal ini, muncul Kapolri yang sangat dalam memperoleh kritikan dari politisi, aktivis, dan masyarakat.
Namun, apapun itu, Pradopo Timur tidak pernah di Barat dan Timur!