Ditulis oleh : Eko Irawan
Diksi itu pilihan. Berani berucap, wajib dipertanggungjawabkan. Tinggal tuduh, hati penuh kedengkian. Disangka hidup tak ada karma keadilan.
Tak semua orang berani hadap muka. Didepan pura pura berbudaya. Dibelakang bangga mencela. Merasa diri paling benar, paling suci, tapi lupa berkaca.
Ternyata lebih gampang jadi pecundang. Iri dengki terus dipandang. Galang hadang lalu tertawa riang. Tuduh orang, lupa diri guncang meradang.
Selamatkan aku, agar aku tak ikut jadi bajingan. Lupa introspeksi terjebak keegoisan. Hidup sekali dihias gosib murahan. Merasa bebaskan diri, yang lain dituduh kesalahan.
Mungkin sedang kecewa. Hati merana. Gagal diri tapi tak tahu apa sebabnya. Dan termudah, tunjuk yang lain biang keladinya.
Gampang bukan? Cara picik seolah Tak ada keadilan Tuhan. Jika tuduhanmu salah penuh kepalsuan? Apa kau kira Tuhan memberi ampunan?