Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Surprise : Hakim Kasasi Meperberat Hukuman Angelina Sondakh!

21 November 2013   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51 3348 43
[caption id="attachment_293572" align="aligncenter" width="546" caption="foto : nasional.kompas.com"][/caption]

Sungguh terkejut penulis ketika membuka situs berita Kompas.com dan langsung menemukan berita INI di kolom headline-nya. Publik tentu masih ingat jelas bagaimana wajah sumringah Angie yang langsung berpelukan dengan Papanya, seusai sidang pembacaan vonis oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta. Januari lalu, vonis untuk Angie telah diketok palu, yakni 4 tahun 6 bulan pidana penjara ditambah denda Rp. 250 juta subsider kurungan 6 bulan. Angka Rp. 250 juta tentunya kecil bagi Angie yang kekayaannya milyaran. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yaitu 12 tahun pidana penjara dan ditambah denda Rp. 500 juta. Putusan Majelis Hakim Tipikor itu juga tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya, meski jaksa KPK sudah menuntut demikian. Putusan yang sangat jauh dari tuntutan ini cerminan dari perbedaan tafsiran jumlah uang yang dikorupsi Angie. Jika Jaksa KPK menilai Angie terbukti menerima uang senilai Rp 12,58 miliar dan 2.350.000 USD (total +/- Rp. 36,08 milyar) sepanjang 2010, sebaliknya Majelis Hakim menilai Angie hanya terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 USD (total +/- Rp. 14,5 miliar).

Kembali mengingat peristiwa 11 bulan yang lalu, ekspresi kegembiraan Angie dan keluarganya – yang langsung tertawa ceria, saling berpelukan dan foto bersama – sangat kontras dengan kekecewaan publik yang banyak dilampiaskan lewat media sosial dan media mainstream. Pengacara Angie, Tengku Nasrullah, yang menyadari antipati publik atas ekspresi kegembiraan Angie dan keluarga, kemudian menepis bahwa kliennya bergembira karena vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Saat itu Tengku Nasrullah berargumen bahwa putusan untuk Angie sudah sangat berat, sebab dalam pasal yang dijadikan dasar vonis oleh hakim Tipikor (Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP) pidana terberatnya 5 tahun sekian bulan. Jadi, menurut Tengku Nasrullah, Angie yang divonis 4,5 tahun dianggap sudah berat. Sedangkan tuntutan Jaksa KPK didasarkan pada Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang ancaman hukumannya sampai 20 tahun penjara.

Kini, Majelis Hakim Kasasi dari Mahkamah Agung telah memperberat hukuman bagi Angie. Tuntutan Jaksa KPK dikabulkan, jadi Angie divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp. 500 juta. Tak hanya mengabulkan tuntutan Jaksa, Majelis Kasasi pun menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp. 12,58 miliar dan 2,35 juta USD (sekitar Rp. 27,4 miliar). Pembayaran uang pengganti inilah yang sebelumnya, baik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak ada. Sungguh putusan yang lebih berat bahkan dari tuntutan Jaksa KPK.

Mau tahu siapa Ketua Majelis Kasasi di MA? Tak lain adalah hakim yang sudah dikenal baik integritasnya dan kerap mengajukan dissenting opinion pada putusan-putusan yang melawan rasa keadilan publik. Beliau adalah Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin. Putusan itu ditetapkan pada Rabu kemarin, 20 Nopember 2013. Sama denganJaksa KPK, Majelis Kasasi MA pun menjerat Angie dengan Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Dengan keputusan tersebut, Mahkamah Agung MEMBATALKAN putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

Majelis Kasasi menilai adanya peran aktif Angie dalam meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. ”Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7% dari nilai proyek. Disepakati 5%. Dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50% pada saat pembahasan anggaran dan 50% (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12 a" demikian penjelasan Artidjo Alkostar sebagaimana ditulis Kompas.com. Majelis Kasasi juga mempertimbangkan peran Angie aktif memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempermudah penggiringan anggaran Kemendiknas. Dari perannya itu, menurut Artijo, Angie mendapat imbalan dari uang fee Rp. 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS.

Satu hal yang patut diapresiasi setinggi-tingginya, Majelis Kasasi pimpinan Artijo ini menilai pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan seolah enggan menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal dari swasta dan bukan dari keuangan negara. Artijo menilai hal itu SALAH. “Karena Pasal 17 UU Pemberantasan Tipikor jelas-jelas menyebutkan terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 18 UU yang sama. Jadi bisa dijatuhi hukuman uang pengganti,” begitu kata Artidjo.

Keberanian Majelis Kasasi MA ini seolah menjadi oase yang menyejukkan di tengah sinisme dan skeptisisme publik terhadap upaya pemberantasan korupsi karena ringannya hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa pelaku korupsi. Selain hukuman kurungan penjara yang rata-rata hanya berkisar 4 tahunan, juga tak disertai pidana uang pengganti, sehingga publik beranggapan : “Enak benar jadi koruptor! Sudah banyak uang rakyat yang dikorup, sudah banyak kerugian negara yang ditimbulkan, tapi uang mereka masih aman. Kelak kalau keluar masih cukup untuk hidup nyaman”.

Karena itu, KPK berharap agar vonis hakim kasasi ini menjelma menjadi yurisprudensi permanen yang diikuti hakim lainnnya, sebagaimana diutarakan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menanggapi vonis Majelis Hakim Kasasi MA itu. Busyro menilai putusan MA itu mencerminkan ketajamaan rasa kepekaan dan keadilan sosial. Bambang Widjojanto juga mengapresiasi vonis tersebut. Bambang menyatakan vonis MA ini menegaskan masih adanya harapan untuk pemberantasan korupsi yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. "Putusan ini harus diapresiasi karena membawa pesan yang sangat jelas bagi publik, khususnya para koruptor agar tidak bermain-main dengan korups," ujar Bambang.

Nah, hakim-hakim kasasi lainnya, ayo teladani keberanian hakim Artidjo Alkostar dan tirulah putusannya. Jangan ragu-ragu untuk menjatuhkan pidana uang pengganti. Sebab uang yang mereka korup itu sejatinya hak rakyat. Dan bagi para terdakwa korupsi lainnya, yang saat ini masih berkelit dengan dalih “tak ada kerugian negara” karena yang diterima itu uang dari pihak swasta, jangan merasa ge-er dulu. Hakim Artidjo Alkostar sudah membuktikan melalui putusannya. Uang suap atau gratifikasi yang kalian terima, meski dari pihak swasta sekalipun, tetap bisa menjadikan pelaku dikenai hukuman membayar uang pengganti. Kalau tak begini, kapan orang jera berkorupsi? Sekali lagi salut atas integritas dan keberanian hakim Artidjo Alkostar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun