Belum lama ini Komisi II DPR RI menyetujui penggelontoran dana sebesar Rp. 1,5 triliun dari dana taktis negara di APBN 2014 untuk membiayai saksi di TPS-TPS pada Pemilu Legislatif 2014. Dari jumlah itu, Rp. 800 milyar untuk Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan Rp. 700 milyar untuk membayar honor saksi dari 12 parpol peserta pemilu. Perhitungannya : setiap saksi mendapat honor Rp. 100.000,00 dikalikan 12 parpol dikalikan 545.778 TPS (baik di dalam maupun di ljuar negeri), sehingga totalnya Rp. 654.933.600.000,00 atau dibulatkan ke atas menjadi Rp. 700 milyar. Semua dana tersebut pemberiannya melalui Bawaslu. Inilah aturan yang baru pertama kali dibuat sepanjang sejarah Pemilu di negeri ini.
Selama ini, negara bukan tidak pernah memberikan bantuan kepada parpol. Ada dana pembinaan parpol yang besarnya proporsional dengan perolehan suara parpol. Menurut data dari FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang diunggah awal Desember 2013, uang negara yang sudah disalurkan ke parpol selama 5 tahun mencapai Rp. 1,4 triliun. Rinciannya : dari dana APBD Kabupaten/Kota = Rp. 1,2 triliun, dana APBD Provinsi = Rp. 191,1 miliar, dana APBN Rp. 50 miliar. Hal itu didasari pasal 34 ayat 3 Undang-Undang No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun yang diatur dalam UU tersebut hanya bantuan negara untuk pendidikan anggota parpol. Jika kemudian dipaksakan ada dana untuk membayar honor saksi parpol, jelas ini pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Usulan penggunaan dana APBN untuk saksi parpol di tiap TPS ini awalnya berasal dari Pemerintah, melalui Mendagri. Alasannya karena ada keluhan parpol atas beratnya dana saksi. Pemilu 2009, lebih dari 50% TPS seluruh Indonesia tak ada saksi dari parpol. Jadi, sebenarnya ini masalah siapa? Parpol dan para calegnya tak sanggup menyediakan/menghadirkan saksi, kenapa harus negara yang mem-“bail out”? Kemana dana pembinaan anggota yang rutin dikucurkan selama 5 tahun? Bukankah salah satu bukti keberhasilan pendidikan kader parpol adalah kesadaran para kader untuk ikut mengamankan hasil Pemilu bagi partainya dengan kesediaan menjadi saksi? Besarnya alokasi dana tersebut sama untuk kedua belas parpol (sekitar Rp. 55 milyar), tak peduli itu parpol baru yang belum tentu mampu menghadirkan saksi di seluruh TPS se-Indonesia.
Selama ini baru 2 parpol yang tegas menolak dana saksi dibiayai oleh negara, yaitu Nasdem dan PDIP. Golkar tidak tegas menolak, terkesan mau menerima kalau diberi. Parpol lainnya bahkan dengan suka cita menyambut rencana itu. Meski akhir-akhir ini sejak diramaikan di media massa, banyak parpol yang mendadak “balik badan” seolah tak mau menerima, malu-malu kucing! Inilah pendapat para elite parpol soal kucuran dana negara untuk kepentingan membiayai saksi mereka :
PARTAI DEMOKRAT