Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Anas dan PPI: Pernyataan-pernyataan yang Luar Biasa

8 Januari 2014   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 1065 39
[caption id="attachment_304783" align="aligncenter" width="570" caption="foto : pamomongs.blogspot.com"][/caption]

Anas mangkir lagi dari panggilan KPK. Kali ini beralasan panggilan KPK tidak jelas, sehingga perlu dipertanyakan. Pagi tadi, Najwa Shihab dalam Bedah Editorial Media Indonesia, mengingatkan kita, bahwa pada pemanggilan sebelumnya, Anas juga mangkir, tapi saat itu alasannya berbeda. Pengacara Anas yang satu mengatakan Anas tak bisa hadir karena sedang sakit, namun pengacara yang lain menyebut Anas tak hadir karena ada acara lain yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Ketidakhadiran Anas kali ini rupanya menarik perhatian sejumlah media televisi. RCTI pagi tadi menayangkan kembali cuplikan wawancara eksklusif RCTI dengan Anas Urbaningrum. Terutama yang disorot adalah ketika host RCTI menanyakan apakah Anas akan memenuhi panggilan KPK, disitu Anas menyebut bahwa meskipun pernyataan-pernyataannya meragukan tuduhan KPK terhadap dirinya, namun secara hukum dirinya akan mematuhi proses hukum. Penanya menegaskan kembali : apakah itu berarti Anas akan hadir dan pertanyaan itu dikonfirmasi oleh Anas. Faktanya? Kita tahu ternyata Anas kembali tidak hadir.

BAMBANG WIDJOJANTO KE CIKEAS BERSAMA DENNY INDRAYANA DAN DJOKO SUYANTO?

Selain tidak hadir, kubu Anas melalui juru bicara PPI, Ma’mun Murod, menyebut Komisioner KPK Bambang Widjojanto berkunjung ke Cikeas didampingi Wakil Menkumham Denny Indrayana. Ada yang menarik dan layak dicermati pernyataan Ma’mun Murod soal BW ke Cikeas. Awalnya Ma’mun Murod menyatakan Bambang Widjojanto mendatangi Cikeas bersama Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana pada Senin (6/1) pukul 14.00 WIB (sumber : Republika). Namun kemudian PPI meluruskan berita ini – atau lebih tepatnya meralat – bahwa kedatangan pimpinan KPK yang biasa disapa BW itu tidak cuma bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, tetapi juga mengikutsertakan Menko Polhukam Djoko Suyanto. Kedatangan BW bersama Denny dan Djoko Suyanto ternyata dilakukan Senin dinihari sekitar pukul 02.00 WIB sampai 04.00 WIB (sumber : RMOL). Ada 2 hal baru yang diluruskan : soal siapa saja yang menyertai dan jam pertemuan.

Tuduhan Ma’mun Murod itu kontan dibantah KPK melalui juru bicaranya Johan Budi. Johan menyebutkan BW berada di kantor KPK pada Senin (6/1) dan menjalankan tugas seperti biasa (sumber : Antaranews.com). Pagi tadi pula, TV One dalam acara AKI Pagi menampilkan Ma’mun Murod dan Suaidy Marasabessy serta wawancara telepon dengan Menko Polhukam Joko Suyanto. Joko Suyanto membantah pernyataan Ma’mun Murod bahkan secara detil beliau menyampaikan apa saja yang dilakukannya dan berada dimana beliau pada jam 1-2 dini hari dan seterusnya. Denny Indrayana pun membantah tuduhan tersebut, bahkan Denny menantang siapapun yang menyebar fitnah agar membuktikan. "Itu yang menyebarkan isu, silakan membuktikan. Kalau sampai terbukti dan benar, saya mundur sebagai menteri dan memberikan seluruh harta kekayaan yang saya miliki ke dia, atau siapapun yang bisa buktikan,"(sumber : detik.com).

MASIH INGAT SOAL PROF. SUBUR “DIJEMPUT KEPALA BIN?

Ucapan Ma’mun Murod itu mengingatkan saya pada kejadian yang serupa tapi tak sama beberapa bulan lalu, ketika Rahmad, aktivis PPI juga menyebut soal Profesor Subur Budi Santoso yang “dijemput” oleh Kepala BIN dan sampai saat itu tidak dapat dihubungi. Diksi “dijemput” serta “tidak dapat dihubungi” memang ampuh untuk mendramatisasi persepsi. Belakangan, ketika rumor itu dibantah oleh Kepala BIN, Rahmad kemudian mengaku mendapatkan informasi itu dari rekannya sesama pengurus PPI, Sri Mulyono. Belakangan, Sri Mulyono pun meralat keterangan itu, faktanya ternyata Prof. Subur pergi sendiri di kantor BIN hendak menemui Kepala BIN. Ini dua hal yang sangat bertentangan bukan? Jika seseorang “dijemput” oleh Kepala BIN dan kemudian sampai waktu tertentu “tidak bisa dihubungi”, maka otomatis persepsi yang akan tertanam di benak pendengar kabar tersebut : ada upaya paksa untuk membawa Prof. SBS untuk menghadap Kepala BIN dan kemudian aksesnya untuk dihubungi pihak lain dibatasi. Tentu sangat berbeda jika Prof. SBS sendiri yang berkunjung ke BIN, hendak menemui Kepala-nya dan beliau menonaktifkan alat komunikasi karena tak ingin diganggu, misalnya. Sesuatu yang sangat berbeda jauh bahkan bertentangan. Nah, akankah rumor Bambang Widjojanto bertandang ke Cikeas ditemani Denny Indrayana dan Djoko Suyanto pada dini hari jam 2 sampai jam 4 itu akan terbukti kebenarannya atau bernasib setali tiga uang dengan issu Prof. SBS dijemput BIN? Mari kita tunggu kelanjutannya.

KPK TAK PERLU REPOT-REPOT MENGURUSI KASUS HAMBALANG, KATA ANAS

Kita semua tentu masih ingat perkataan Anas yang fenomenal : "Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas!". Kalimat itu diucapkan Anas hampir 2 tahun lalu, tepatnya hari Jumat (9/3/2012) di Kantor DPP Partai Demokrat dan masih mengenakan jas biru khas partai berlambang bintang mercy itu. Tapi ingatkah anda kalimat pendahuluannya? Rupanya kita semua – termasuk saya – sudah missleading, karena telah salah memfokuskan perhatian pada bagian akhir kalimat yang memang bombastis itu. Saya baru menyadarinya tadi malam ketika sebuah stasiun TV (entah Metro atau TV One) memutar kembali rekamannya dan diikuti SCTV pagi tadi. Sedikit terhenyak saya mendengarnya, lalu segera paham. Ini tepatnya kalimat Anas sebelumnya : "Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas.Ngapain repot-repot." (sumber : Kompas.com).

Saya mencoba mencari sumber rujukan lain, hasilnya sama : "Karena asalnya itu kan dari ocehan-ocehan yang tidak jelas, dari karangan-karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot." (sumber : Tempo.co). Situs Rimanews.com mengutip secara lebih lengkap yang diambilnya dari Vivanews. Kronologis pernyataan Anas itu bermula ketika menjawab cecaran wartawan, menurut Anas pernyataan Nazaruddin adalah fitnah yang sengaja dibuat untuk menjatuhkannya. Kemudian wartawan menanyakan : jika dipanggil KPK untuk kasus Hambalang, apakah bersedia? "Tidak ada pemanggilan. Saya tegaskanya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa, karena itukanasalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas,ngapain repot-repot".

Jadi, sejak awal Anas sudah mengatakan agar KPK tak perlu repot-repot mengurusi kasus Hambalang, karena semua itu hanyalah ocehan dan karangan yang tak jelas. Kini, ketika KPK benar mengurusnya dan ada hasil audit investigasi BPK yang menemukan banyak penyimpangan dan kejanggalan dalam kasus Hambalang, akankah Anas berani menyebut ini tak perlu diurus KPK karena tak jelas? Ketika alam pun menunjukkan fakta ambruknya 2 gedung yang sedang dibangun di kompleks sport center Hambalang pada akhir Mei 2012 lalu (2,5 bulan setelah janji gantung di Monas) yang semakin memperkuat dugaan bahwa ada yang tak beres dan tak layak dari proyek yang terkesan dipaksakan itu, akankah fakta ini juga disebut tak jelas?

Ketika banyak pihak kemudian buka suara, bahkan mantan Menpora Adhyaksa Dault bertestimoni bahwa di masanya dulu beliau hanya merencanakan sebuah sekolah olah raga berlantai 2, dengan biaya hanya 112-an milyar, namun tak kunjung terwujud karena sertifikat tanahnya tak juga keluar sampai habis masa jabatan Adhyaksa, apakah semua itu akan tetap disebut sumber yang tak jelas dan hanya karangan semata? Faktanya kemudian bahwa proyek sekolah olahraga itu mendadak berubah jadi kompleks sport center berbiaya 1,2 triliun – membengkak 10 kali lipat! – dan pembangunannya menjadi multi years. Bahkan pengurusan sertifikat tanah Hambalang pun kelar dalam waktu singkat, sebagaimana kesaksian Ignatius Mulyono (anggota Komisi II DPR RI Fraksi Demokrat) pada sidang tipikor dengan terdakwa Deddy Kusdinar, yang mengaku diperintah Anas dan Nazaruddin (sumber : detik.com). Anas memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota komisi II DPR yang mitra kerjanya BPN untuk mengurus permasalahan pengurusan hak pakai tanah untuk pembangunan P3SON Hambalang (di-copy paste dari suaramerdeka.com). Kesaksian Ignatius itu diperkuat oleh kesaksian mantan Sekretaris Utama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Managam Manurung yang juga menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Deddy Kusdinar (sumber : jpnn.com dan tribunnews.com).

Jadi, kalau sekarang Anas enggan mendatangi KPK, kita harus maklum, karena sejak awal Anas sudah menegaskan KPK tak perlu repot-repot mengurus kasus Hambalang karena sumbernya hanya ocehan tak jelas dan karangan belaka.

MENANTI HALAMAN KEDUA DAN SELANJUTNYA

Mencermati pernyataan demi pernyataan Anas dan rekan-rekannya, saya jadi berpikir : apakah memang sudah jadi kebiasaan melontarkan pernyataan bombastis dan di-dramatisir? Coba simak beberapa pernyataan ini :

1.KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang, karena itukanasalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas,ngapain repot-repot.

2.Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas

3.Profesor Subur Budi Santoso dijemput Kepala BIN

4.Bambang Widjojanto ke Cikeas bersama Denny Indrayana jam 2 siang lalu diralat menjadi bersama Denny Indrayana dan Djoko Suyanto jam 2 dini hari.

Sebenarnya masih ada satu pernyataan lagi yang seharusnya lebih jadi pegangan publik dalam mendesak Anas agar bicara apa adanya. "Ada anggapan ini akhir dari segalanya. Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan. Ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama. Tentu untuk kebaikan kita bersama." Begitu isi pidato politik Anas dalam jumpa pers di kantor DPP PD, Sabtu 23/2/2013 (sumber : detik.com). Jadi, ketimbang Anas dan rekan-rekannya di PPI memproduksi lebih banyak lagi kalimat yang menimbulkan kegaduhan di media massa, kenapa tidak mulai saja membuktikan satu demi satu ucapan yang pernah dibuat? Mulailah dari membuka halaman-halaman berikutnya. Jika memang dalam kasus ini ada keterlibatan orang-orang Partai Demokrat dan anggota keluarga Cikeas, penuhi saja panggilan KPK lalu berikan keterangan berikut buktinya.

Keterangan mantan “orang dalam” biasanya lebih dipercaya. Edward Snowden yang masih muda, hanya eks pegawai kontrak di NSA. Tapi ketika dia memberikan bocoran, maka seisi dunia berpaling padanya. Anas Urbaningrum bukanlah kroco di Partai Demokrat, seperti Snowden di NSA. Dia mantan Komisioner KPU saat Pemilu dan Pilpres 2004 yang kemudian loncat pagar ke Partai Demokrat pada 2005 dan menjadi Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu. Pada 2009 ia dilantik menjadi anggota DPR RI dan menjadi Ketua Fraksi Demokrat, yang memimpin orkestrasi suara anggota Fraksi Demokrat selama pansus Century digelar. Anas juga mantan Ketua Umum dari partai berkuasa ini. Itu sebabnya, begitu usai pidato politik itu, berbondong-bondonglah tokoh dan politisi negeri ini berkunjung ke rumahnya, mungkin berharap jadi orang pertama yang akan mendengar bocoran halaman kedua dibacakan olehnya. Sayangnya, semua pulang dengan tangan kosong.

Kini, jika benar Anas merasa didzholomi oleh KPK, merasa hanya dirinya yang dikorbankan, kenapa tak segera dibuka saja halaman kedua dan selanjutnya? Ketimbang terus mengeluarkan pernyataan yang ternyata di kemudian hari sulit membuktikan kebenarannya, malah menjurus ke fitnah, lebih baik semua data dan fakta yang sudah disiapkan segera dikeluarkan. Kami rakyat Indonesia sudah gerah dengan segala macam kegaduhan dan kacau balau politik yang tak ada untungnya bagi rakyat. Oke, kami tunggu halaman kedua dan selanjutnya dibacakan saja, tak usah mengarang buku baru, buku lama yang dijanjikan belum kelar kok.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun