Sejak Banten memisahkan diri dari Jawa Barat pada tahun 2000 dan menjadi propinsi sendiri, nyaris tak ada kabar istimewa tentang propinsi ini yang penulis dengar. Kabar soal Banten baru menghangat pasca Pilgub Banten tahun 2006, ketika artis Marissa Haque yang ikut dalam kontestasi pilkada kemudian berlanjut menggugat mantan kompetitornya, Ratu Atut, soal ijazah Atut yang diragukan keasliannya. Selain itu, tak ada berita menarik lain soal Banten.
Desember 2009, untuk pertama kali penulis menginjakkan kaki di Banten. Seorang teman – yang bekerja free lance pada perusahaan konsultan – mengajak penulis membantunya mengambil data di sebuah perusahaan yang berlokasi di Cilegon. Sejak masuk Tangerang hingga Serang sampai Cilegon, di semua lokasi strategis ada spanduk besar, baliho atau bahkan papan iklan bergambar foto diri ibu gubernur. Semula penulis mengira bakal ada ajang pilgub. Belakangan baru tahu, narsisme ibu gubernur itu sudah pemandangan sehari-hari, bukan jelang pilgub saja. Iklan layanan masyarakat tentang posyandu, wajib belajar, bayar pajak, penggunaan BBM non subsidi, semua didominasi oleh wajah sang gubernur yang makin hari makin putih kinclong kemerahan. Bahkan reklame program dari dinas-dinas (kesehatan, pendidikan) pun wajah gubernurnya yang tampil. Bukan hanya di Serang yang notabene pusat Pemerintahan Propinsi, namun sampai ke daerah-dareah di Cilegon, Labuhan, Pandeglang, Lebak, foto ibu gubernur sangat mudah