“Ruhut Sitompul dicopot dari jabatannya di DPP Partai Demokrat” kurang lebih seperti itu kalimat yang melintas di running text Metro TV semalam, yang bikin saya kaget. Tiga kali melintas, tiga kali pula saya baca baik-baik, memastikan saya tak salah baca atau salah paham. Pagi ini, ketika mencoba mengetikkan kata “ruhut sitompul” di laman om gugel, langsung saja sederet berita mutakhir yang di-update media massa kurang dari 12 jam sebelumnya, semua tentang kabar pencopotan Bang Poltak, Raja Minyak dari Medan.
Sepertinya, si Raja Minyak yang suka bicara ceplas ceplos dan sesukanya itu kali ini dicopot justru karena kevokalannya yang terus terang meminta Anas mundur dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat. Bang Poltak menyebut dirinya diminta mundur oleh badut-badutnya Anas. Tapi bukan Bang Poltak kalau menyerah begitu saja. Ia berkilah hanya Pak SBY yang bisa memecatnya karena Majelis Tinggi ada di tangan Pak SBY. Bukan hanya itu, dia juga mengancam akan membuka aib Anas. Tuduhnya : Anas takut masuk bui, makanya Ruhut dicopot.
Menurut Kepala Biro Publikasi, Riset dan Data Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat(PD)Prasetyo Sudrajat, keputusan pencopotan Ruhut dari jabatan Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat diambil tiga minggu yang lalu dan merupakan perintah langsung dari Ketua Umum Anas Urbaningrum dan Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono. Rupanya Anas gerah juga selama 11 bulan terakhir ini Bang Poltak terus menyudutkannya.
Ruhut mulai melontarkan wacana meminta Anas mundur sejak santer tersiar kabar KPK akan segera menetapkan tersangka baru kasus Wisma Atlet dari DPP PD. Saat itu rumornya AS dan AU. Kalau kita masih ingat, saat libur imlek 23 Januari lalu, SBY mengundang sejumlah pengurus teras PD hadir ke Cikeas, kecuali Anas. Ternyata, 3 Pebruari yang ditetapkan jadi tersangka bukan AU tapi AS. Kini, 10 bulan kemudian, AM ikut jadi tersangka. Meski AS dan AM tidak jadi tersangka kasus Wisma Atlet, setidaknya keduanya terseret karena ocehan Nazaruddin.
Saat itu, yang paling lantang menyuarakan tuntutan pengunduran diri Anas memang Ruhut. Di jajaran Dewan Pembina, ada Pak Hayono Isman yang juga mendesak Anas mundur, hanya saja dengan dalih : kalau hasil survey elektabilitas PD tinggal 10%, maka Anas harus mundur. Awal tahun 2012, hasil polling berbagai lembaga survey menunjukkan tingkat popularitas PD memang terpuruk sampai di angka 13%.
Agak menarik sebenarnya mencermati perilaku Ruhut si Poltak ini. Dia dikenal sebagai loyalis SBY. Apapun kalau menyangkut Pak SBY, Ruhut akan fight mati-matian. Siapapun yang dianggapnya berusaha memperburuk citra SBY, pasti akan dilibasnya. Ruhut pernah menyerang Mahfud MD karena datang ke Istana Negara melaporkan perilaku Nazar yang mencoba memberikan amplop berisi uang dolar Singapura kepada Sekjen MK, Janedjri M. Ghaffar.
Awalnya, Ruhut juga ngotot membela koleganya, Nazaruddin. Bahkan setelah PD mencopot Nazar, si Poltak tetap bersikap baik dan menghimbau Nazar pulang. Tapi ketika Nazar mulai mempermalukan PD dan SBY, Ruhut berbalik menyerang Nazar.
Menariknya, Nazaruddin yang emosional dan selalu menyerang balik mantan koleganya yang dianggap tak lagi membela dirinya, tidak melakukan hal yang sama pada Ruhut. Benny K. Harman dan Saan Mustofa misalnya, pernah disebut namanya oleh Nazar ikut dalam pertemuan yang dihadiri komisioner KPK Chandra Hamzah. Rekan-rekan lainnya yang banyak disebut Nazar – selain Anas tentu saja – adalah Anggie dan Mirwan Amir. Anehnya, meski Ruhut keras menyerang Nazar dan pengacaranya, tak sekalipun Nazar “menembak” Ruhut.
Melihat keberanian Ruhut meminta Anas mundur selama 11 bulan terakhir, tampaknya Ruhut memang melihat alasan perlunya Anas mundur agar tak jadi beban bagi Demokrat dan SBY. Di sisi lain, meski Ruhut tak membenarkan Nazaruddin bahkan mengambil posisi berseberangan, tak ada serangan balik dari Nazar. Mungkin karena Nazar memang tak punya sebutir pun peluru untuk ditembakkan pada Ruihut. Bahkan seteru lamanya : Hotman Paris Hutapea yang juga pengacara Nazar, selalu menyerang Ruhut dengan issu rumah tangganya dengan Ana, mantan istrinya. Patut diduga Ruhut memang bersih dari permainan kotor kongkalikong anggaran dan proyek yang diduga melibatkan sejumlah pengurus teras DPP PD. Bisa saja karena sikapnya yang tak pandai menjaga mulut, membuat Ruhut tak dilibatkan dalam urusan “rahasia”.
Terlepas dari berbagai karakter negatif Ruhut, khusus dalam kasus dugaan adanya “permainan kotor” di tubuh elita Partai Demokrat, saya masih berbaik sangka Ruhut bersih. Kalau ia ikut menikmati dan ada dalam pusaran itu, mana mungkin ia sendirian akan bersuara lantang di tengah-tengah rekan-rekannya yang justru makin solid merapatkan diri menjaga Anas. Di internal DPP ada Bu Andi Nurpati, I Gede Pasek Suardika, Sutan Batoeghana, dll yang masih jadi die hard Anas. Sementara di kubu Dewan Pengawas, sejak awal tahun lalu memang terbelah 2 : ada yang menyuarakan tuntutan Anas mundur, ada yang masih mempertahankan Anas. Wajar jika jajaran Dewan Pembina tak terlalu dekat dengan Anas, sebab kepentingannya lain.
Kini, kita menunggu kemarahan Bang Poltak berbuah. Ruhut kalau sudah marah, semua isi kepalanya bisa keluar dan kata-kata yang mengalir pun tak lagi terkontrol. Kalau benar Bang Poltak merealisasikan ancamannya membongkar aib Anas, akankah ini makin melempangkan jalan bagi Bang Samad (Ketua KPK) untuk menyeret AU? Dulu, laporan Mahfud MD kepada SBY turut mempercepat proses pencopotan Nazaruddin dari Demokrat dan membuat KPK tak ewuh pakewuh lagi menetapkannya jadi tersangka. Nah, akankah ocehan Ruhut nanti benar-benar membongkar aib Anas sehingga Bang Samad tak perlu repot-repot lagi mencari alat bukti baru? Akankah seruan si Poltak selama setahun terakhir ini akan disambut baik karena disertai bukti?
Semoga saja si Poltak Raja Minyak ini tidak sedang melempar gertak sambal. Kalau benar ia sangat setia pada SBY dan cinta pada Partai Demokrat, kali inilah waktunya Ruhut berbuat banyak. Ditunggu realisasi ancamannya Bang Poltak! Benarkah bisa menyeret Anas ke bui. Mungkin Bang Samad diam-diam juga menunggu.