i-ni // bu-di, i-ni // i-bu // bu-di, ajar guruku
sewaktu esde kelas satu
belajar membaca, mengeja satu persatu
dari buku sekolahku
.
ibu bapakku tak perlu membelikanku
buku sekolahku tak dijual guru
dibagikan gratis untukku dan teman sekelasku
jaga dan rawat baik-baik, pesan guruku
akhir tahun nanti kembalikan pada guru
untuk dipakai adik kelasmu
seperti juga kau warisi buku itu
dari kakak-kakak kelasmu
.
kini tiba generasi anakku
ada banyak ragam buku
guru kelas mewajibkan ortu
membeli buku dengan sejumlah doku
.
apa saja isinya, bapak ibu mau tahu?
mari simak ceritaku
ada “istri simpanan” bang maman yang mengejutkanku
diajarkan pada anak kelas 4 esde yang masih lugu
“istri simpanan itu apa bu”?
bertanya mereka ingin tahu
.
ternyata tak cuma sampai disitu
ada foto miyabi menghiasi isi buku
entah apa maksud penulis buku
apakah miyabi figur yang perlu ditiru?
.
ada lagi beberapa waktu lalu
buku pendidikan jasmani tentang kebersihan organ tubuhmu
diceritakan bahwa di negara maju
seks bebas sudah biasa itu
berganti pasangan sesukamu
lalu apakah anak-anakku
diminta berkiblat pada “negara maju”?
usahlah bicara soal moral dulu
bukankah perilaku itu tak baik bagi organ tubuhmu?
.
belum lagi gambar alat reproduksimu
yang digambarkan detil, jelas dan vulgar di depan matamu
bukankah itu saru
untuk anak-anakku yang masih lugu
.
yang terakhir lebih menyengatku
ditayangkan metro tivi dan trans tuju
di kota kudus kejadian itu
diajarkan pada anak esde kelas tiga yang masih lucu-lucu
.
tentang nasehat “rahasia awet muda” berkat jalani laku
tiap hari sebelum tidur “nyimeng” dulu
dan setelah sarapan minum miras selalu
meski cuma dua botol rutinkan itu
merokok jadikan kebiasaanmu
niscaya ‘kan awet muda umurmu
dari buku itu
anak esde yang polos dan lugu
artinya “nyimeng” mereka jadi tahu
.
semua buku-buku itu
dibeli ortu dengan doku yang menguras isi dompetku
isinya meracuni pikiran anakku
merusak akhlak generasi harapanku
lalu kalau begitu
bukankah aku membeli peluru
untuk menembak isi kepala anakku?
.
kepada siapa kuharus mengadu
paling-paling solusinya penarikan buku
seperti pemadaman kebakaran semu
yang disemprotkan setelah rumah jadi abu
.
tak bisakah diknas kembali seperti jaman dulu
mengendalikan standar ilmu
menerbitkan buku yang sudah diramu
dan diuji kualitasnya dulu
seragam seluruh negeriku
agar sama kualitas pendidikan anak bangsaku
.
bukankah standarisasi harus dimulai dari hulu?
bukan ditadah di hilir dengan UAN yang baku
tapi materi ajar beribu-ribu
tak sama sekolah di sini dengan di situ
.
pantas saja stress melanda anak-anakku
yang diajarkan tidak bermutu
tapi yang diujikan sulit dijangkau
sungguh kasihan engkau anak-anakku
disuguhi buku-buku yang memberatkan ortumu
sekaligus merusak pikiran dan akhlakmu
karena sekolah kini bukan tempat menuntut ilmu
sudah jadi ajang dagang bagi penulis palsu
pasar menggiurkan penerbit tak tahu malu
.
(dipersembahkan untuk para guru, yang kemarin memperingati hari guru)