Tulisan saya yang saya posting kemarin sore bukanlah tulisan asal-asalan. Screenshoot yang saya koleksi sudah sejak 2,5 bulan lalu, pengamatan terhadap akun-akun yang bahas juga sudah sejak 2,5 bulan lalu. Gagasan untuk menuliskannya di Kompasiana sudah ada sejak Sabtu, tapi baru saya realisasikan posting kemarin sore. Bukan, bukan karena saya tak punya waktu atau sok sibuk. Tapi karena saya sedang merenung, perlukah hal itu dibuka menjadi konsumsi Kompasianer lain dan juga jadi perhatian Admin. Setelah memperkaya diri dengan wawasan soal hilangnya Ali Azhar Akbar melalui media internet dan running text di TV swasta, akhirnya saya memberanikan diri memposting tulisan saya kemarin.
Hari ini, ada seorang Kompasianer yang membuat tulisan terinspirasi dari tulisan saya. Ketika saya kunjungi tulisannya, saya click link-link yang ditautkan, alangkah kaget nya saya. Kaget sekaligus geram dan muak. Kaget, karena baru sekarang saya tahu fenomena yang dibahas beberapa Kompasianer. Jujur saja saya tak pernah memperhatikan kolom Highlighted, jadi tak tahu kalau ada keanehan sejak kemarin. Geram, karena ternyata Kompasiana “menjual diri” pada salah satu pasangan Cagub DKI. Dan itu dilakukan diam-diam!
Saat Kompasiana beberapa waktu lalu meluncurkan kanal baru khusus menyambut Pilgub DKI, pihak Admin merilis pemberitahuan. Semua Kompasianer berhak menulis apa saja di kanal itu terkait Pilgub DKI. Tak ada yang protes, wajar saja, toh format tulisannya juga sama : terbuka ruang diskusi lewat kolom komentar. Kini, ketika tiba-tiba muncul kanal baru “HIDAYAT DIDIK” yang full color bebas iklan lain selain iklan pasangan cagub itu sendiri, Admin sama sekali tak merilis pemberitahuan. Ada apa ini?! Kabarnya, menurut curhatan para Kompasianer, 2 tulisan Kampanye Hidayat Didik itu sudah nangkring di kolom Highlight sejak kemarin sampai hari ini. Tapi ketika saya buka linknya sampai jam 10.44, HANYA DIBACA 352 orang saja, tepatnya hanya di-click 352 kali.
Fenomena apa ini?! Ada 2 hal yang menarik dicermati. Pertama : diam-diamnya Admin Kompasiana menjual rubrikasi pada salah satu pasangan Cagub. Kedua : jumlah hit yang sedikit meski mati-matian dipromosikan sampai lebih 24 jam, menunjukkan para Kompasianer itu cerdas, kritis dan tak mudah diarahkan. Admin harusnya menyadari hal ini dan malu upayanya mempropagandakan salah satu pasangan cagub GAGAL TOTAL!
Setidaknya sudah ada 3 tulisan yang khusus menyoroti soal “KEANEHAN” ini. But so far Admin cuek bebek tak memberikan klarifikasi. Duuuh.., kekhawatiran saya yang tertuang dalam tulisan saya kemarin sore jadi makin membuncah. Jujur saja, tulisan itu saya buat didasari kerisauan saya dengan makin meningkatnya suhu politik mendekati 2014, dimana para kandidat yang berambisi meraih jabatan bisa menghalalkan segala cara. Melalui tulisan itu saya sebenarnya ingin sedikit menyentil Admin Kompasiana dengan cara halus, bahwa mereka punya tanggung jawab moral melindungi keselamatan penulis-penulis Terverifikasi yang telah secara terbuka dengan niat baik menyerahkan jati dirinya kepada Admin. Maka, secara moral Admin punya kewajiban menjaga netralitas Kompasiana dan tidak diperalat oleh salah satu pihak yang berpotensi membahayakan pihak lain yang berseberangan dengan pihak yang tidak “didukung” Kompasiana.
Ternyata, harapan saya itu jatuh membentur dasar sumur! Baru Pilgub DKI saja Kompasiana sudah jual diri kepada salah satu pasangan Cagub. Kalau Kompasiana membuka rubrik ADVERTORIAL saya justru lebih setuju. Tawarkan pada Tim Sukses 6 pasangan Cagub dan Cawagub untuk menayangkan tulisan bernada kampanye. Sebagai rubrik advertorial, sah-sah saja Kompasiana memungut bayaran dengan tarif yang sama pada semua pasangan Cagub. Tapi, tentu saja tak menghilangkan misi “sharing and connecting” dengan tetap memberikan kesempatan pada Kompasianer – selaku stake holder yang meramaikan Kompasiana – untuk memberikan komentar, rating/nilai dan melaporkan jika dianggap ada pelanggaran ketentuan. Ingat : Kompasiana TANPA Kompasianer bukanlah apa-apa.
Nah, kalo sekedar event Pilgub DKI saja Kompasiana sudah begini, bagaimana nanti pada event Pileg dan Pilpres 2014? Apakah Kompasiana juga akan jual diri pada kandidat penawar tertinggi?! Lalu untuk apa para penulis yang sering menulis dengan kritis di kanal Polhukam jika “warna” Kompasiana sudah jelas mengarah pada sosok tertentu?!
Please Kompasiana, kembalilah ke jalan yang benar! Kalau TV One, Metro TV dan RCTI (MNC Grup) tidak netral, saya paham karena pemiliknya politisi yang mengkomandani partai politik. Tapi kalau Kompas ikut-ikutan melacurkan diri di jalur politik melalui Kompasiana?! OH NO!!! Jangan sampai ini terjadi. Tetaplah menjadi pilar ke-4 demokrasi. Kompasiana harus tetap jadi media Citizen Journalism yang diminati penulis-penulis berkualitas. Bukan penulis-penulis bayaran yang miskin ide, tak punya prinsip, menulis hanya sebatas siapa yang berani bayar. Saya tak ingin slogan Sharing and Connecting kelak mendekati 2014 berubah jadi WANI PIRO?! I love you Kompasiana. Please let be yourself!
NB : sekedar tambahan saya tampilkan screenshoot tulisan yang mengkritik masalah ini. Silakan bandingkan tampilannya dengan tulisan KAMPANYERIAL (pelesetan dari advertorial) dari Hidayat Didik. Pada tulisan ketiga Kompasianer tersebut di bagian kanan ada iklan komersiil yang sama, ini wajar. Tapi di tulisan Hidayat Didik, tak ada iklan komersiil, yang ada hanya gambar resmi pasangan cagub-cawagub nomor urut 4 ini. Ternyata..., yang BERSIH dan PEDULI pun bisa mengakali!