Kalau anda buka situs Google dan mengetikkan kata pencari “Ali Azhar”, maka Om Google secara otomatis akan menyarankan kata tambahan diantaranya “ALI AZHAR AKBAR”. Tentu hal ini bisa terjadi karena belakangan kata itu sering muncul dalam situs mensin pencari terbesar di dunia itu. Siapa sih dia? Artis bukan, seleb bukan, politisi bukan, teroris juga bukan! Ali Azhar Akbar adalah alumnus Teknik Perminyakan ITB, selama 4 tahun ia meneliti kasus lumpur Lapindo hingga akhirnya menelurkan buku setebal 449 halaman. Bukunya berjudul Lapindo File : KONSPIRASI SBY – BAKRIE. Buku tersebut pertama kali diluncurkan sehari sebelum 6 tahun peringatan Lumpur Lapindo pada 28 Mei 2012 lalu. Cetakan pertamanya 15 ribu eksemplar.(sumber : detik.com).
Pertama kali saya baca berita tentang AAA ini pada Sabtu dini hari, ketika saya terbangun dan membuka Facebook di BB, seorang teman men-share-kan sebuah berita yang bersumber dari Tribunnews.com tentang dugaan hilangnya AAA. Menurut berita itu, penulis buku Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, diduga menghilang. Kontak terakhir yang pernah dia lakukan terjadi tiga hari lalu (Selasa). Sedianya Ali datang sebagai pembicara dalam acara bedah buku tersebut di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (22/6/2012). Namun, saat para pembicara diskusi naik ke atas panggung, Ali tidak nampak.
Direktur Indopetro Publishing yang menerbitkan buku itu, Kusairi,menyatakan pihaknhya tidak bisa menghubungi Ali Azhar sejak tiga hari yang lalu. Dia bercerita pertemuan terakhir kali dengan Ali Azhar pada Jumat pekan lalu di Mahkamah Konstitusi. Saat itu mereka tengah mengajukan permohonan judicial review atas pasal 18 UU APBNP mengenai lumpur Lapindo. Ali Azhar mengatakan, bahwa dia sudah berada di Bandung pada hari Selasa (19/6/2012).
Ternyata, Sabtu siang waktu saya coba googling, sudah banyak media mainstream dan media online yang memberitakan masalah ini. Kompas.com membuat judul yang sangat mirip dengan Tribunnews.com dan isinya pun serupa. Sedangkan di Tempo.co diberitakan bahwa hilangnya AAA ini akan segera jadi urusan polisi jika pihak keluarga telah melaporkan. Di berita yang lain Tempo.co juga memberitakan soal teror melalui SMS yang diterima AAA setelah dia ikut mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut tulisan itu, AAA adalah orang sudah malang melintang di ranah penelitian lingkungan. Ia adalah seorang pegiat HAM yang memiliki kepedulian terhadap persoalan-persoalan lingkungan. Lelaki kelahiran Jakarta 31 Agustus 1961 merupakan lulusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia melanjutkan studinya pada Pendidikan Lanjutan Bidang Hukum Minyak dan Gas Bumi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pernah mengikuti kursus Dasar AMDAL dan Kursus Penyusunan AMDAL di Pusat Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada serta manajemen Lingkungan di jurusan Teknik Lingkungan ITB. Juga pernah mengikuti pelatihan di E-LAW (Environmental Law Alliance Worldwide) US di Eugene, Oregon. Jadi, buku tulisan Ali Azhar Akbar pastilah BUKAN buku kacangan dan tidak ditulis dengan asal-asalan.
Kalau benar sampai saat ini Pak Ali Azhar Akbar belum diketemukan, saya hanya bisa mendoakan semoga beliau selalu dalam lindungan Allah SWT, dalam kondisi baik – fisik maupun psikis – dan bisa segera berkumpul lagi bersama keluarga dan melanjutkan perjuangannya menguak banyak hal busuk yang rakyat perlu tahu, terutama sebelum tahun 2014.
Sementara itu, Sabtu malam, ketika saya berusaha mengunjungi sebuah alamat situs yang muncul dari pencarian di Google, yaitu situs inagist.com yang menayangkan berita dengan judul Ali Azhar Akbar : Kasus Lapindo adalah State Corporate Crime, situs itu sudah tidak bisa lagi diakses pada laman berita tersebut. Meski judul dan link beritanya masih muncul di Google search, tapi konten beritanya sudah tidak bisa diakses dan ada tulisan besar berbunyi : sorry..., but the requested data is not available currently. Hmm..., saya jadi ingat jaman Orde Baru. Menjelang keruntuhan Orba, seorang wartawan hilang dan kemudian ditemukan tak bernyawa karena berita yang ditulisnya mengenai seorang kepala daerah yang masih kerabat penguasa. Atau dibreidelnya media massa mainstream jika beritanya dianggap tak sejalan dengan kehendak penguasa.
MEDIA ALTERNATIF SEMACAM KOMPASIANA BISA DIJADIKAN SARANA ”KAMPANYE”
Tiba-tiba saya ingat pada tulisan Ratu Adil – Kompasianer yang pernah kontroversial karena menuduh ada Goerge Toisutta di balik video porno anggota DPR KMN – yang ditayangkan pada 05 April 2012 lalu, tepat tanggal pertama kali ia bikin akun di Kompasiana. Tulisannya berjudul Lapindo, Perjanjian Keluarga Bakrie dan Pemerintah. Tulisan itu bikin heboh karena beberapa saat setelah ditayangkan sudah nangkring di urutan teratas kolom “Teraktual” karena votingnya 15 dari 15 Kompasianer menilai aktual. Ironisnya, hampir semua komentar yang mampir disana justru kontra dengan tulisan itu. Beberapa komentar yang pro, ketika di-click, ternyata memiliki kemiripan : sama-sama gabung di Kompasiana bulan Oktober 2011, kebanyakan tak memiliki tulisan atau hanya punya 1-2 tulisan tentang keluarga Bakrie, serta tak memiliki pertemanan.
Ketika Kompasiana melengkapi fitur yang menampilkan siapa saja yang memberikan vote, kemarin saya temukan siapa saja 15 voters di tulisan Ratu Adil itu. Nama akun dan alamat akun saya tampilkan dengan mengeliminasi www.kompasiana.com (hanya nama di belakang tanda “/” yang saya tampilkan).
No.