Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Alternatif Belanja Fashion yang Ramah Kantong

18 Juni 2012   00:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:51 2221 13

Mendengar kata "fashion" yang terbayang di benak saya adalah bentangan catwalk, panggung yang megah, penonton yang semuanya dari kalangan selebritis dan kaum sosialita serta pengamat mode, lenggang lenggok para peragawati dengan senyum angkuhnya dan.., adi busana berharga mahal besutan desainer ternama. Mungkin perspektif yang ada di benak saya itu dipengaruhi apa yang sering saya lihat di majalah wanita Femina dan sejenisnya. Bahkan film "The Devil Wears Prada" pun seolah mengukuhkan imaji "perfect" tentang dunia fashion, yang diperankan denga sangat apik oleh Meryll Streep.

Tapi ternyata fashion tidaklah se-kaku itu dan tidak pula berstandar pada nilai nominal tertentu yang hanya dinikmati kelas masyarakat berpunya saja. Ketika suatu ragam model busana dirilis oleh seorang perancang ternama, lalu banyak dijumpai di butik-butik mahal di mall atau diproduksi secara massal oleh brand terkenal, maka bisa dipastikan dalam tempo tak lama trend mode busana serupa, motif dan corak yang sama, akan menjamur pula di toko-toko baju dan pasar grosir di berbagai kota. Apalagi menjelang lebaran, moment yang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap saat "wajib" berbelanja baju baru.

Sabtu kemarin saya ke Bekasi, menginap di rumah adik saya di komplek perumahan Mutiara Gading Timur (MGT), Bekasi Timur. MGT punya satu lahan yang cukup luas, yang semula peruntukannya untuk fasos-fasum, berupa taman bermain anak-anak dan tempat rekreasi keluarga. Hampir 5 tahun lalu saat adik saya baru pindah ke sana, keberadaan taman bermain anak itu tidaklah terlalu ramai. Setiap weekend pagi, banyak penjual makanan mangkal dan sore harinya disulap jadi semacam pasar serba ada dadakan. Lama-kelamaan jumlah pedagang yang membuka lapak di tempat itu makin membludak. Sekitar setahun lalu, areal taman bermain itu benar-benar sudah diubah menjadi pasar malam semi permanen yang buka di hari Sabtu dan Minggu.

Kini, keberadaan penjual pakaian dan berbagai pelengkapnya, bukan saja hanya ada di malam hari saja, pagi hari pun jumlah lapak "fashion" ini tak kalah banyak. Dilihat dari ragam model pakaian yang dijual, tak kalah menarik dan "rame" dengan model baju keluaran butik. Kaftan ala Syahrini yang bertabur manik, batu-batuan, payet, juga ada, hanya saja asesorisnya dimodifikasi, disesuaikan dengan harga agar terjangkau. Warna dan motif kainnya pun mengikuti trend yang ada. Soal bahan dan jahitan?! Ya tentu saja beda. Ada harga ada rupa, ada harga ada mutu. Bahannya terkadang kasar, tipis, tak menyerap keringat. Jahitannya pun kodian. Tapi bagi yang ingin tampil menawan dengan kocek pas-pasan, tentu hal itu tak jadi soal.

Bukan hanya sepatu, tas yang melengkapi penampilan wanita pun tersedia di pasar dadakan ini. Coba lihat foto-foto yang saya unggah. Anda bisa temukan aneka model "branded bags" bisa anda temui. Saya yang tak paham merk tas-tas ternama, cuma merasa familier dengan Louis Vuitton. Tas-tas yang dipajang di atas tanah hanya dialasi terpal plastik ini dibandrol dengan harga sama : Rp. 50.000,-. Lengkap dengan lilitan secarik scarf di tali/pegangan tas. Motif scarf-nya pun mirip dengan aslinya. Sedangkan tas casual dijual dengan harag rata Rp. 35.000,-

Dulu ketika masih berkantor di sebuah gedung perkantoran di kawasan Sudirman, saat jam makan siang di kawasan Benhil, saya selalu temui lapak seorang "Uni" orang Padang yang menjual tas-tas dan dompet branded aspal KW yang dibandrol dengan harga diatas Rp. 200 ribuan sampai Rp. 500 ribuan. Nah, di pasar dadakan MGT ini anda bisa dapat 5-10 buah tas. Apa bedanya, toh sama-sama palsu, sama-sama hanya mencontek modelnya, sama-sama ilegal karena tak membayar hak paten. Tapi yang memakai tas KW berharga ratusan ribu mungkin lebih merasa punya "gengsi" ketimbang yang 50 ribuan.

Karena ini sedang menghadapi tahun ajaran baru, tas sekolah anak pun banyak dijual di sini. Si abang penjualnya yang masih muda tak keberatan saya tanya-tanya harganya. Tas sekolah anak dijual mulai 15 ribuan sampai 50 ribuan. Kalau yang "spesial" berbentuk kura-kura dan mobil-mobilan seperti di bawah ini, harganya Rp. 100.000,-. Di mall tas serupa itu harganya bisa 2-3 kali lipat.

Untuk tas ransel ukuran besar yang biasa dibawa saat camping, harganya berkisar Rp. 150 ribuan. Sedang tas laptop dibandrol antara Rp. 120 - 140 ribuan. Tentu kualitas bahannya beda. Kehandalan ritsletingnya pun tak sebagus tas laptop dan ransel di mall yang harganya rata-rata 400-500 ribuan. Tentu saja pilihan ada di tangan pembeli.

Bagaimana dengan alas kaki? Yang sedang "in" sekarang sandal Crocs. Nah, di pasar kaget ini aneka sandal "crocs-crocs"an bergeletakan di gelar di pinggir jalan. Yang terbanyak sandal anak-anak, yang meniru model sandal Crocs. Hanya saja coraknya disesuaikan dengan icon yang sedang jadi favorit anak-anak. Misalnya Shaun the Sheep atau Angry Bird. Sedang yang ukuran kaki dewasa, modelnya mirip banget, warnanya pun sepintas nyaris sama. Hanya saja kelihatan kalau tak asli.

Jaman sekarang, kaum wanita muslim banyak yang berbusana muslim. Jadi tentunya jilbab dan pelengkapnya jadi kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan. Lihat saja jilbab-jilbab yang digelar dalam foto dibawah ini. Ada juga "cepol' yang biasanya dipakai dibagian dalam, sebelum memakai jilbab. Pemakaiannya memberikan kesan seolah ada rambut lebat di balik jilbab itu. Selain itu memudahkan jilbab utk diatur bentuknya saat dipakai. Bukan hanya jilbab sederhana yang dijual di sini. Jilbab yang modelnya "rame" dan banyak dipakai artis saat manggung dilengkapi dengan aneka aplikasi dari berbagai bahan, juga dipajang di lapak terbuka ini.

Bagaimana dengan kebaya? Aneka model kebaya yang saat ini sudah banyak dimodernisasi lewat karya Anne Avantie, Ajie Notonegoro dan desainer kebaya lainnya, salah satu salon muslimah tak jauh dari keramaian pasar kaget itu juga menyediakannya. Bukan untuk dijual memang, hanya disewakan, biasanya satu paket dengan riasan dan kreasi jilbabnya. Kalau para artis dan seleb ketika hendak menikah mendatangi perancang busana, lalu meminta dibuatkan kebaya dengan thema tertentu, pasti budget yang harus disediakan mencapai puluhan bahkan ratusan juta.

3 tahun lalu di sebuah rumah kebaya tidak terkenal di Surabaya, saya menemukan harga kebaya modern dijual dengan bandrol harga 3 - 6 juta minus kain panjangnya. Nah, kalau di salon ini, harga sewanya cukup "bersahabat". Mereka yang ingin menikah dengan budget terbatas tapi tetap ingin tampil anggun dihari istimewanya, bisa disiasati dengan mendatangi salon-salon semacam ini.

Pendek kata, fashion sudah menjadi life style. Jadi ia mengikuti ketebalan "kantong". Yang berkantong tebal punya tempat tersendiri untuk berbelanja dan mereka lebih peduli merk. Sedang yang kantongnya rada tipis, berbelanja di pasar malam atau pasar kagetan pun tak masalah. Yang penting model, corak, warna, sama dengan yang bermerk. Bahkan bila perlu, "merk"nya pun dipasang pada produk-produk itu. Nah, menjelang tahun ajaran baru dan lebaran nanti anda akan berbelanja di mana? Pasar semacam ini – yang saya yakin ada di hampir semua kota di Indonesia, terutama pulau Jawa – bisa jadi alternatif saat kantong cekak.

Tulisan full foto ini didedikasikan untuk partisipasi pada WPC-9 dengan thema FASHION PHOTOGRAPHY.

Silakan simak karya Kompasianer lainnya dengan meng-click link di atas.

Atau click link berikut jika ingin bergabung di FB Grup KAMPRET

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun