Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Wa Ode Nurhayati, Mungkinkah Jadi Agus Condro Jilid 2?

30 Januari 2012   11:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:17 586 0

Hari ini, Badan Kehormatan (BK) DPR RI resmi memberikan sanksi kepada Wa Ode Nurhayati berupa mengeluarkannya dari keanggotaan Badan Anggaran. Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua BK DPR, Siswono Yudohusodo, karena Wa Ode terbukti melanggar kode etik. Pelanggaran kode etik itu terkait pernyataan politisi dari PAN itu dalam acaraMata Najwadi Metro TV pada 25 Mei 2011. Pernyataan Wa Ode dianggap mencemarkan nama baik pimpinan DPR. Maka kini lengkaplah sudah derita Wa Ode : dijadikan tersangka oleh KPK, dikeluarkan dari Banggar dan masih ada sanksi lain menanti, yaitu penonaktifan sementara dari Anggota DPR.

Mungkin inilah kasus dugaan korupsi yang menyangkut anggota DPR yang paling cepat diproses KPK. Tanpa pernah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi, tiba-tiba saja Wa Ode sudah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dicekal. Ini sangat berbeda dengan perlakuan terhadap tersangka lainnya, terutama yang berasal dari kalangan DPR. Tentu saja gerak cepat KPK inipantas diacungi jempol dan selayaknya dilakukan pada semua tersangka kasus korupsi. Bahkan hanya dalam 2 kali pemeriksaan saja, Wa Ode langsung ditahan di Rutan. Apakah KPK juga akan melakukan hal yang sama pada Ibu Miranda Goeltom, kita lihat saja nanti.

Kesalahan terbesar Wa Ode adalah membeberkan dugaan adanya praktek mafia anggaran dan Badan Anggaran DPR. Sejak muncul di acara “Mata Najwa” itulah Wa Ode seolah menjadi musuh bersama dari rekan-rekannya di DPR, terutama yang duduk di Banggar. Meski kemudian pernyataan Wa Ode seolah menemukan pembuktiannya dalam kasus suap Wisma Atlit dan kasus suap Kemenakertrans, yang keduanya berpola serupa : pemberian fee atau commitment fee atas proyek di Kementrian yang bakal dimenangkan oleh pengusaha.

BK DPR kemudian menjadikan Wa Ode bulan-bulanan. Dalam pengakuannya di Metro TV, Wa Ode mengaku pernah diminta sejumlah uang oleh staf Nudirman Munir, yang saat itu masih duduk di BK DPR. Nudirman tentu saja berang dan membantah. Menurutnya ia sekedar menawarkan jalan keluar, agar Wa Ode mundur saja dari DPR ketimbang nanti dipecat. Dalam pengakuan di Metro TV, Wa Ode bahkan memperdengarkan rekaman melalui HP, saat kakaknya Wa Ode Nurzainab yang juga ditunjuk menjadi penasehatnya menemui Nudirman Munir.

Tidak hanya itu, upaya untuk mendiskreditkan Wa Ode juga dilakukan dengan meminta PPATK menyelidiki transaksi ke rekening Wa Ode. Hasilnya, ditemukan 21 transaksi mencurigakan. Tak tanggung-tangung, Pimpinan DPR sendiri yang menyampaikannya, Pak Marzuki Alie. Sebenarnya ini agak janggal dan terasa tak adil. Sebab ada beberapa nama anggota Banggar yang disebut-sebut terlibat dalam kasus suap Wisma Atlit, seperti Angelina Sondakh, Mirwan Amir, I Wayan Koster, justru tak pernah diusulkan kepada PPATK untuk diusut rekeningnya.

Itulah resiko menjadi whistle blower di tengah sekumpulan singa kelaparan yang sedang asyik-asyiknya menikmati seonggok daging segar. Mungkin ada benarnya juga Wa Ode adalah maling yang teriak maling karena dia hanya kebagian sedikit sementara para kampiun maling kebagian banyak. Jika ini yang terjadi, seharusnya KPK mampun menjaring anggota Banggar lainnya, terutama yang namanya sudah berkali-kali disebut Nazaruddin, Rosalina dan Yulianis. Bukankah lebih beralasan jika KPK pro-aktif menyidik nama-nama itu? Sayang rupanya baik KPK jilid 2 maupun KPK jilid 3 belum berminat menelusuri lebih jauh nama-nama yang disebut terkait kasus Wisma Atlit,

Nasib Wa Ode mungkin tak seberuntung Agus Condro, meski sama-sama menjadi whistle blower. Agus Condro membuka sendiri aibnya menerima cek pelawat saat pemilihan DGS BI tahun 2004. Nyanyian Agus Condro itu dikumandangkan sekitar tahun 2008 akhir, ketika masa jabatan anggota DPR periode 2004 – 2009 sudah tinggal tak sampai setahun lagi. Ibaratnya mereka sudah kehilangan taji. Tak lagi sehebat dulu ketika kekuasaan masih erat dalam genggaman.

Selain itu, barang bukti adanya suap berupa cek pelawat yang dikeluarkan Bank Artha Graha dengan nomor seri tertentu yang bisa ditelusur statusmya. Jadi meski seluruh anggota DPR Komisi IX saat itu mencoba menutupi dan pura-pura tak tahu, KPK bisa melacaknya melalui BI, kapan dan dimana saja cek itu dicairkan serta siapa yang mencaitkan. Terbuktilah bahwa memang 48 lembar cek pelawat itu ternyata beredar di kalangan anggota DPR, ada yang dicairkan oleh anggota DPR itu sendiri, ada yang menyuruh istri atau kerabat lainnya. Jadi, dengan bukti-bukti di tangan KPK, mereka tak bisa lagi mengelak dan terpaksa menjalani persidangan.

Berbeda dengan Agus Condro,Wa Ode mencoba membocorkan kongkalikong di suatu badan internal DPR yang masih sangat powerful. Jangankan seorang Wa Ode, ketika KPK era Pak Busyro mencoba mengusik keamanan 4 pimpinan Banggar saja, kontan anggota Banggar lainnya mengancam mogok membahas RAPBN 2012. Tak cukup ancaman mogok, Komisi III DPR sebagai mitra KPK memanggil KPK untuk dicecar apa maksudnya memanggil 4 pimpinan Banggar. Ada yang mengatakan KPK mirip teroris bagi DPR, bahkan ada yang mengusulkan agara KPK dibubarkan saja.

Demikian kuatnya soliditas internal Banggar sehingga sulit pihak luar untuk menembus. Jika ada “orang dalam” yang coba buka suara, maka ia akan disingkirkan dan seluruh unsure di DPR akan bahu membahu menekannya, seperti apa yang dialami Wa Ode. Tragis memang, mungkin ini jadi pelajaran bagi anggota DPR lainnya, agar jangan sekali-kali coba-coba membuka “aib” sendiri.

Apalagi pembuktian adanya mafia anggaran yang mengatur proyek-proyek dan alokasi anggaran untuk daerah tidaklah semudah membuktikan pencairan cek pelawat. Barang buktinya tidak berceceran di luar, tapi di dalam DPR sendiri. Seperti dilansir oleh ICW, Badan Anggaran masih menjadi sarang utama korupsi para politisi. Memang jika diamati orang-orang yang duduk di Banggar umumnya para Bendahara atau Wakil Bendahara parpol atau pengurus parpol yang terkait dengan tugas pengumpulan dana bagi parpolnya. Nazaruddin hanyalah salah satu contoh.

Dalam kasus suap cek pelawat para penerimanya dianggap menerima untuk kepentingan sendiri dan tidak terkait dengan partai. Itu sebabnya meskipun awalnya membela, parpol dari masing-masing anggota DPR yang terlibat tidak terlalu ngotot untuk membela. Apalagi terbukti mereka memang mencairkan cek tersebut atas nama pribadi atau keluarganya. Berbeda dengan mafia anggaran yang secara rapid an terorganisir bekerja dengan modus-modus yang canggih untuk penggalangan dana, bukan hanya untuk memnuhi kantong pribadi saja, tapi diduga kuat juga untuk mengisi pundi-pundi parpol. Jadi tentunya parpol-parpol tak akan tinggal diam membela para anggotanya di Banggar. Lihat saja bagaimana parpol-parpol tak bereaksi ketika anggota Banggar mengancam mogok membahas RAPBN yang jelas-jelas merugikan kepenting Negara dan rakyat.

Tampaknya jalan yang bakal di tempuh Wa Ode masih akan berliku dan tidak mulus. Bisa jadi ia bahkan benar-benar jadi martir, mati kutu sendirian di tangan KPK. Sementara para mafia kakap tetap merajalela. Ingat film-film tentang Mafioso Italia, siapa berkhianat, tak ada ampun baginya. Selamanya para mafia harus saling melindungi dan menutupi “aib” bersama. Jadi, kelihatannya akan sulit bagi Wa Ode untuk menjadi Agus Condro jilid 2. Meski kekuasaan bergantipada 2014 nanti, jika “pemain-pemain” di gelanggang politik tetap parpol-parpol yang sama, maka kasus mafia anggaran di Banggar akan tetap jadi misteri yang sulit diterobos. Semoga saja Wa Ode bisa meniup peluit lebih kencang lagi sehingga KPK yang selama ini menulikan telinga terhadap semua kesaksian yang menyebut nama-nama anggota Banggar lainnya, bisa lebih mau mendengarnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun