Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Jilbab: Menyelamatkan Iman atau Penyelamatan Diri?

23 Januari 2012   13:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:32 4188 4

Sebenarnya sudah cukup lama saya sebagai wanita yang sehari-hari berjilbab, merasa resah dan risih, ingin menulis tentang fenomena “berjilbab” ini. Tapi dengan berbagai pertimbangan saya tahan diri. Hanya saja kali ini, setelah kejadian Xenia maut yang merenggut nyawa 9 pejalan kaki di sekitar Tugu Tani, kegalauan saya seperti menemukan pemicunya. Lho kok?! Apa hubungannya kecelakaan maut dengan jilbab?!

Sebuah foto di internet yang menunjukkan aktivitas Afriani pada malam sebelum kejadian dimana ia dan teman-temannya sedang berpesta disandingkan dengan foto saat pertama kali ia keluar dari mobil saat diperiksa polisi, tampak baju dan rok yang dikenakan Afriani sama persis dan kedua foto itu tanpa jilbab. Entah mulai menit ke berapa Afriani mulai berjilbab. Aneh, dalam kondisi di mana seharusnya ia panik dan setengah sadar – setelah dugem semalaman usai berpesta miras dan mengkonsumsi shabu – kok masih sempat Afriani menyambar jilbab dan memakainya. Dugaan saya, gadis itu memang terbiasa membawa selembar jilbab siap pakai, yang bisa sewaktu-waktu dipakai untuk “menyelamatkan” diri.

Ya, jilbab – selembar kain penutup kepala, leher dan dada yang dianjurkan pemakaiannya bagi Muslimah – kini sudah jadi mode pelengkap penampilan para wanita yang bermasalah dengan hokum. Lihat saja bagaimana Nunun Nurbaeti yang terbiasa tampil trendy dengan aksesori branded, sejak tertangkap dan dibawa ke Gedung KPK ia tak pernah lepas dari jilbab. Padahal sebuah tayangan TV yang sempat menangkap gambar Nunun turun dari pesawat di Bandara Soetta, tampak jelas sillhouet Nunun yang tak berjilbab, khas dengan rambutnya yang ikal dan disasak tinggi. Dalam hitungan jam, saat keluar dari Gedung KPK menuju Rutan Pondok Bambu, Nunun sudah berjilbab.

Dharnawati – wanita pengusaha yang tertangkap memberikan suap dalam kardus durian – yang jadi tersangka dalam kasus suap Kemenakertrans, juga tiba-tiba berjilbab lengkap dengan jubah hitam ala wanita Arab plus jilbab lebar nyaris menutup seluruh wajah. Padahal jelas saat di tangkap ibu Dharnawati tidak berjilbab.

Malinda Dee – terdakwa kasus penggelapan dana nasabah kakap deposito Citibank – yang sehari-hari selalu berpenampilan seksi bahkan cenderung memamerkan dadanya, sejak dijadikan tersangka ia tak pernah lepas dari jilbab, meski memakainya sama sekali tak mengindahkan norma pemakaian jilbab, sebab poni rambutnya sengaja di tampilkan.

Mundur lebih ke belakang lagi, hampir 2 tahun lalu saat adegan video perbuatan mesumnya dengan sang pacar, Ariel, tersebar di internet, Luna Maya selalu mengenakan jilbab/kerudung menutupi kepalanya. Artis multi talenta sekaligus bintang iklan sabun mandi yang kerap tampil dengan busana terbuka di dada dan punggung ini seperti tak canggung melilitkan kerudung di lehernya menutupi sebagian kepalanya. Untunglah Cut Tari tak meniru cara Luna.

Seharusnya saya senang jika makin banyak wanita Muslimah yang memutuskan untuk berjilbab. Dalam ajaran Islam sendiri, mengenakan jilbab adalah bagian tak terpisahkan dari perintah untuk menutup aurat. Meski sifatnya wajib, tapi pemakaian jilbab tentu tak dapat dipaksakan. Seperti juga ada banyak Muslim yang tidak sholat, tidak berpuasa saat Ramadhan, tidak pergi haji meski sudah lebih dari mampu, semua itu tergantung pada hidayah dan keimanan masing-masing.

Lalu bagaimana jika sebaliknya?! Artinya pemakaian jilbab justru bukan karena kesadaran akan kewajiban mengenakan jilbab dan keyakinan untuk memperbaiki keimanan. Namun semata untuk memberikan kesan lain kepada publik – bahwa dirinya sebenarnya baik, taat menjalankan perintah agama – untuk mengeliminir tuduhan yang sedang menimpa dirinya. Bukankah ini merupakan “penipuan” yang “menodai” ajaran agama? Saya katakan “menodai” sebab telah membelokkan tujuan suci dari perintah pemakaian jilbab.

Jika ditelisik dari asbabun nusul (penyebab turunnya) ayat yang memerintahkan Muslimah untuk berjilbab, berawal dari kejadian dimana istri Rasulullah Muhammad SAW yang nyaris dijahili saat keluar malam hari. Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasulullah agar menyuruh istri beliau menutup auratnya dan memanjangkan jilbabnya hingga menutup dada, sebagai pembeda bahwa mereka perempuan baik-baik. Jadi, sungguh bertolak belakang dengan alasan para wanita bermasalah hokum yang tiba-tiba berjilbab, bukan?

Luna Maya, artis yang melakoni adegan mesum dengan pacarnya – meski sampai kini tak secara eksplisit diakui, hanya disebut “mirip saya” – seketika berjilbab saat videonya beredar luas dan dirinya menuai hujatan publik. Tapi saat gugatan hukum terhadapnya berlalu, jilbabpun lepas entah kemana. Malinda Dee yang terbiasa tampil seronok dan pamer aurat – bahkan sengaja mengubah ciptaan Allah di bagian vital tubuhnya untuk menambah daya tarik – sontak tampil kalem dan santun dengan jilbab menutup dadanya.

Nunun dan Dharnawati, keduanya tersangka kasus suap, entah bagaimana bisa bermetamorfosis jadi taat berjilbab seperti itu. Apakah dengan mengenakan jilbab bisa menutup rasa malu? Saya rasa malu itu bukan sesuatu yang sifatnya fisik dan kasat mata. Malu adalah suatu perasaan yang timbul jauh di dalam lubuk hati, karena seseorang tahu bahwa perbuatannya tak pantas dan tak layak diketahui orang lain. Jika sampai orang tahu, maka malulah ia dan itu tak cukup hanya ditutupi dengan selembar kain warna hitam sekalipun.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun