Salam...
Seminggu terakhir ini kita disuguhkan berita politik yang cukup ''menghebohkan'', disebut menghebohkan karena tumben dalam sejarah negeri kita ini ada yang namanya DPR tandingan, kemudian ada namanya Pimpinan DPR tandingan...olala... ini tentunya komoditi bagus bagi pebisnis media, namun ini juga komoditi yang tidak sehat bagi dunia pendidikan politik.
Berawal dari pesta Koalisi Indonesia Sehat atas kemenangan Jokowi-Jk atas Prabowo-Hatta yang didukung oleh Koalisi Merah Putih yang coba ''diusik'' oleh KMP dengan melakukan gerakan ''sapu bersih'' kekuasaan di Parlemen... ya ... setelah berhasil menjadi pimpinan DPR dengan Partai Demokrat menjadi lakon dengan aksi Walk Out-nya, pimpinan MPR pun dikangkangi oleh KMP. Aksi KMP berlanjut dalam perebutan kursi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan, dimana dengan tanpa ampun KMP menguasai ''seluruh'' pimpinan komisi, mulai komisi yang ''biasa biasa'' saja hingga komisi ''luar biasa''...
Ah..akhirnya KIH meradang, mereka mengajukan mosi tidak percaya. Selanjutnya mereka mendeklarasikan apa yang kemudian diberi judul oleh media sebagai ''DPR tandingan''. Pro - kontra pun merebak, media yang pro KIH memberi dukungan pada DPR tandingan, semetara media yang pro KMP memberi dukungan pada DPR yang pelantikannya oleh Mahkamah Agung, pengamat pun terbelah, para negarawan hanya bisa menyarankan agar dilakukan lobi, musyawarah serta ishlah politik, dengan satu tujuan adalah agar DPR bersatu lagi.
Saya sebenarnya kurang suka dengan istilah DPR tandingan, saya lebih sreg menggunakan idiom DPR sempalan, karena kalau ditelisik lebih dalam, ternyata tidak semua anggota DPR dari KIH spkat dengan aksi membentuk DPR tandingan, kemudian para sesepuh partai juga ''kurang'' setuju dengan aksi tersebut, karena akan membahayakan Jokowi-JK secara konstitusi.
Kata sempalan, berarti hanya sebagian saja yang sepakat akan pembentukan dan pengangkatan pimpinan DPR tandingan.
Ternyata, kalau membaca sejarah, kegiatan sempal menyempal rupanya sudah menjadi ''kegiatan rutin'' Partai partai yang tegabung dalam KIH, coba kita telisik satu persatu...
1. PDI-Perjuangan
Merupakan sempalan dari PDI di zaman orde baru. Megawati Soekarnoputri yang saat itu tergabung di PDI pimpinan Soerjadi yang didukung oleh rezim yang berkuasa, melakukan penyempalan dengan mendirikan PDI-Perjuangan. PDIP baru bisa ikut pemilu tahun 1999 setelah orde baru tumbang. Dalam sejarahnya, ada yang menyempal dari PDIP, yaitu PDP yang dibidani oleh Roy BB Janis.
2. Nasdem
Nasdem terbentuk setelah Surya Paloh kalah dalam pemilihan Ketua umum Partai Golkar, sehingga Surya Paloh beserta orang dekatnya di Golkar, menyempalkan diri dengan membentuk Partai Nasdem. Dalam sejarahnya, Partai Nasdem sempat ditinggal oleh Hary Tanoe untuk menyempal ke Hanura
3. Hanura
Mirip dengan Nasdem, Bapak Wiranto yang gagal dalam pilpres 2004 saat diusung Golkar, menyempalkan diri dari Golkar untuk kemudian mendirikan Partai Hanura sebagai alat perjuangannya guna menuju tampuk kekuasaan, beliau berkolaborasi dengan JK dan Golkar pada pilpres 2009, tapi gagal maning gagal maning.
4. PKB
Ini merupakan partai yang saat awal reformasi digadang gadang akan menjadi Partai besar, maklum saat itu dukngan dari kalangan Kiai dan santri Nahdhliyin begitu solid, massive dan militan. Terbukti di Pemilu 1999 mereka berada di 5 besar, berlanjut kemudian dengan naiknya Gus Dur menjadi Presiden RI ke empat.
Tapi sayang, kesolidan mereka goyah, persatuan mereka retak, kemudian para tokohnya melakukan penyempalan, hingga terjadi dualisme kepengurusan. Ummat dan santri bingung, akhirnya suara mereka pun meluber ke partai partai lain, PKB pun melemah. Bersyukurlah pada pileg 2014 ini PKB menerapkan strategi yang jitu guna merangsek ke papann atas lagi.
5. PPP
Inilah partai yang tak pernah sepi dari konflik. Di saat orde baru, konflik lebih kepada pembagian kekuasaan antar faksi atau fusi dari partai pendirinya, biasanya yang berebut dari faksi NU melawan faksi Parmusi. Sejarah partai ini juga terjadi penyempalan, dengan terbentunya Partai Persatuan dengan lambang bintang seperti lambang PPP saat masa orde baru.
Jadi, kesimpulannya adalah Partai yang tergabung dalam KIH adalah Partai yang terbiasa dan terlatih untuk melakukan penyempalan. Maka jangan heran bila saat ini kita saksikan KIH menyempal di DPR, membentuk DPR tandingan atau DPR sempalan, karena rupanya kegiatan sempal menyempal sda menjadi habit, atau mungkin sudah menjadi tabiat bawaan.
Atau...mungkinkah mosi tak percaya KIH bukan ditujukan kepada KMP tapi langsung pada JOKOWI, karena ''tidak adilnya'' jokowi dalam memilih menteri, jadi untuk menghambat kerja Jokowi, diganggulah kinerja DPR.
Atau...KIH gak pede dengan menteri pilihan Jokowi dalam adu argumen dengan parlemen kelak, jadi DPR perlu dipasung...
Ayo...dukung JOKOWI dengan Kabinet Kerjanya...kerja..kerja..kerja...Jokowi yes....DPR tandingan NO...NO...NO....
Wassalam