Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mengais Rejeki di Sungai Rangkui

15 Februari 2014   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48 403 2

Akhirnya saya tahu kalau keadaan sungai jadi seperti ini karena banyak muncul tambang inkonvensional atau tambang ilegal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pulau Bangka merupakan penghasil Timah. Dengan melonjaknya harga timah, masyarakat berbondong-bondong membuat penambangan timah kecil yang banyak tidak memiliki ijin, munculah TI (Tambang Inkonvensional). Tak terkecuali daerah hulu sungai Rangkui pun menjadi sasaran. Bekas penggalian dan zat kimia buangan dari tambang pun mengalir deras ke sungai. Ditambah lagi dengan banyaknya sampah yang masuk ke sungai. Sampah plastik yang masuk dan tenggelam ke dasar sungai sering membuat kail pancing nyangkut ke plastik-plastik itu. Keadaan ini benar-benar membuat frustasi.

Kondisi Sungai Rangkui yang seperti ini tidak mengurangi hasrat masyarakat sekitar untuk berburu ikan, termasuk saya. Apalagi dalam beberapa minggu terakhir ini cuaca sangat panas dan tidak ada hujan. Air sungai yang surut memungkinkan perburuan berjalan sedikit lebih mudah. Apalagi jika air laut masuk, ikan banyak yang mabok. Lupakan soal memancing, menggunakan jala atau “tebik” dan serok (jaring kecil dengan frame kawat besar yang dipasang diujung galah). Kami disini menyebutnya “tangguk”, kegiatannya disebut “nangguk”. Dua cara ini lebih mudah untuk mendapatkan ikan.

Nangguk ikan memang tidak bisa dijadikan sebagai mata pencarian utama, tetapi bisa menjadi kegiatan yang menyenanggkan untuk bersenang-senang. Saya juga melakukannya pada malam hari selepas kerja.

Berburu ikan seperti ini biasanya dilakukan menjelang malam sampai malam hari. Target utamanya ikan Betutu dan Lobster biru. Kedua hasil sungai ini memiliki nilai jual yang tinggi. Menurut legenda yang beredar dimasyarakat, ikan Betutu sangat baik bagi orang yang selepas menjalani operasi, mempercepat penyembuhan luka sehabis operasi. Lumayan banyak untuk uang jajan dan beli pulsa. Peralatannya cukup sederhana, cuma berbekal tangguk dan lampu senter. Tekniknya juga sangat sederhana. Kita hanya menyusuri tepian sungai dengan mengarahkan senter dipinggiran sungainya. Tepian sungai Rangkui memang bukan tanah lagi tetapi sudah disemen. Mulai dari kolam retensi Kacang Pedang sampai muara.

Ikan Betutu dan Lobster Biru banyak menempel ditepian sungai. Menangkap ikan Betutu lebih mudah karena ikan ini diam seperti batu dan kurang sensitif terhadap gerakan. Ikan ini biasanya diam sambil mengambang. Sedangkan Lobster biru sangat sensitif terhadap gerakan, jadi lebih perlahan gerakannya. Jika melihat ikan tinggal dekati perlahan dan ayunkan tangguk kearah dalam (ketepian), siapa tahu kita beruntung. Cara yang sama digunakan untuk mendapatkan lobster. Hasil yang diperoleh memang tidak pasti, tapi lumayan bagus. Biasanya kalau sedang bagus, kita bisa bawa pulang betutu 3 sampai 4 ekor yang berukuran 30 cm. juga lobster dengan ukuran rata-rata 20 cm.

Jika menggunakan tebik (jala yang dipasang, bukan dilempar), ikan yang didapat juga lebih bervariasi. Seperti ikan palem, nila, lundu, bahkan lele. Tetapi waktu yang dibutuhkan lebih lama. Pasang sore, jenguk besok pagi. Lihat-lihat siapa tau ada ikan nyangkut. Mungkin ada beruntung dapet ayam (ayam mati tenggelam maksudnya). Ikan dan lobster hasil tangkapan memang buat konsumsi sendiri. Atau ditampung dulu dalam kolam, kalau sudah banyak baru jual. Untuk Lobster harganya memang lumayan tinggi. Lobster biru sebesar telunjuk bisa laku sampai 12 ribu rupiah seekor. Lobster kecil ini biasanya dipelihara dalam akuarium.

Meski keadaan sungai Rangkui keruh dan banyak sampah, sungai ini tetap bisa memberi berkah ke masyarakat sekitar. Saya selalu berharap sungai ini menjadi lebih bersih dan masyarakat sekitar memiliki andil untuk terus menjaga dan mengembalikan kondisi sungai. Sungai ini merupakan ikon di Kota Pangkalpinang sekaligus titik penilaian Adipura. Let’s make it clean. It ours.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun