Suatu hari saya meretweet sebuah berita tentang aksi FPI yang melakukan razia minuman keras dan membuang botol dan kalengnya ke pantai Losari. Tidak ada maksud apa-apa selain karena merasa prihatin atas aksi tersebut.
Keesokan harinya @imanbr menyebarkan berita tersebut lewan akun twitternya. Foto berkaleng-kaleng bir tersebut diberi komentar dengan tentu saja menyebut nama FPI serta menuliskan kalimat: by: @iPulGs. Dengan cepat twit dari mas Iman itu diretweet oleh pengikutnya yang memang banyak. Dalam waktu beberapa jam saja tab mention saya penuh dengan twit mas Iman yang diteruskan oleh para pengikutnya.
Karena mas Iman sudah lumayan terkenal dan di daftar pengikutnya ada beberapa orang lain yang juga terkenal maka dengan cepat twit berisi foto tersebut menyebar ke banyak orang. Retweet datang terus menerus ke tab mention saya karena sebagian besar dari mereka hanya menambahkan komentar tanpa menghilangkan nama akun saya.
Sepanjang hari itu saya menerima setidaknya 200an mention. Saya mengira-ngira, faktor utamanya adalah karena tindakan tersebut dilakukan oleh salah satu ormas yang memang sudah banyak mengundang rasa antipati orang sehingga apapun perbuatan mereka selalu mengundang perhatian, apalagi kalau tindakannya memang sudah salah.
Dari beragam twit yang masuk di tab mention saya, ada 1 twit yang menurut saya cukup cerdas. Foto bir yang dibuang ke pantai Losari memang hanya berisi gambar kaleng bir, batu-batu pondasi dan sedikit badan pelaku. Twit yang saya bilang cerdas itu bertanya, mana buktinya kalau itu ulah FPI? Kenapa saya bilang cerdas? Karena kalau melihat foto memang tidak ada sama sekali tanda kalau ulah itu dilakukan oleh FPI. Tidak ada tanda spesifik kalau ormas itulah yang melakukan aksi membuang limbah ke laut.
Saya lupa siapa yang bertanya itu. Saya juga tidak tahu apakah dia bertanya karena dia simpatisan FPI atau memang dia kritis? Buat saya intinya bukan di situ. Intinya adalah bagaimana kita memang seharusnya lebih kritis melihat sebuah berita sebelum menyebarkannya.