BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Dewasa ini, industri film Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Ada puluhan film yang dibuat oleh para produser dan sutradara tiap tahunnya. Baik itu berupa film layar lebar, film televisi, maupun sinetron (film drama). Namun, hal yang sangat disayangkan adalah ketidak sinergian antara perkembangan industri film tadi dengan tanggung jawab moral para pengusaha industri film.
Sangat banyak tanggung jawab moral yang dilanggar oleh mereka. Diantaranya adalah melibatkan anak dibawah umur dalam kegiatan indusri mereka. Kebanyak anak tersebut memerangkan peran utama sehingga menguras tenaga anak-anak tersebut, juga waktu bermain mereka. Belum lagi adegan-adegan yang mereka perankan, lebih banyak tidak pada porsi seusia mereka “peran yang seharusnya dimainkan oleh orang dewasa”.
Selain tanggung jawab moral yang dilanggar oleh mereka. Juga terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak. Namun, pemerintah sebagai pelindung anak bangsanya belum mampu juga bertindak secara optimal memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha industri film yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.
Olehnya itu, sangat dibutuhkan perangkat perlindungan yang efektif kepada anak-anak tersebut. Agar tidak dieksploitasi oleh para pengusaha industri film tersebut. Perangkat perlindungan yang efetif tersebut adalah berupa perangkat hukum yang dapat menjadi acuan dalam memberikan sanksi kepada para pelaku industri film yang melakukan eksploitasi terhadap anak.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap perbuatan pengusaha yang mempekerjakan anak sebagai aktor dalam film?
2. Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap perbuatan orang tua yang mempekerjakan anaknya sebagai aktor dalam film?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tinjauan hukum positif terhadap perbuatan pengusaha yang mempekerjakan anak sebagai aktor dalam film.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum positif terhadap perbuatan orang tua yang mempekerjakan anaknya sebagai aktor dalam film.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Yuridis
Pasal 28B Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak mengembangkan dirinya melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Pasal 1 Ayat 12 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Hak anak adalah bagian dari has asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.
Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara,mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Pasal 77 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.
b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda palimg banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 26 Ayat 26 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi: Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 68 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi: Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pasal 69 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 70 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi:
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat:
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi:
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat:
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
2.2 Tinjauan Hukum Positif terhadap Perbuatan Pengusaha yang Mempekerjakan Anak sebagai Aktor dalam Film
Pengusaha industri film selama ini telah melakukan eksploitasi terhadap anak yang dipekerjakan sebagai aktor dalam film. Contoh eksploitasi yang dilakukan adalah mempekerjakan anak di bawah umur 13 tahun, seperti dalam film yang berjudul ”Cerita SMA” yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta di Indonsesia. Hal tersebut sungguh telah melanggar ketentuan dalam Pasal 68 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi: Pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Juga pada Pasal 69 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Dalam ketentuan perundang-undangan tersebut jelas bahwa anak di bawah umur 13 tahun tidak boleh dipekerjakan oleh pengusaha. Bahkan anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun pun hanya dibolehkan bekerja pada pekerjaan-pekerjaan ringan saja, bahkan waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam, dan tidak boleh mengganggu waktu sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja yang berbunyi: Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perilaku pengusaha industri film sungguh telah melanggar hak asasi anak untuk tumbuh, dan berkembang, serta memenuhi kebutuhan dasarnya. Contoh kebutuhan dasar anak adalah bermain dan bergembira bersama-sama dengan teman sebayanya. Mereka juga berhak atas pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (dapat dilihat lebih jelasnya pada Pasal 28J Ayat 1 UUD 1945).
Hak atas pendidikan anak yang dilanggar oleh pengusaha industri film dan iklan dapat dilihat pada waktu kerja anak yang kebanyakan pada pagi dan siang hari yang secara langsung telah menggangu waktu sekolah (pendidikan) anak tersebut. Perbuatan pengusaha tersebut telah bertentangan dengan Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Juga bertentangan dengan Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945 Setiap orang berhak mengembangkan dirinya melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Perbuatan pengusaha industri film yang mempekerjakan anak sehingga anak tersebut telah terasa diambil hak asasi nya, sehingga terasa juga ada diskriminasi terhadap anak. Kemudian timbul akibat-akibat seperti anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosial. Maka pengusaha tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2.3 Tinjauan Hukum Positif Terhadap Perbuatan Orang Tua yang Mempekerjakan Anaknya sebagai Aktor dalam Film
Orang tua selama ini sedikit banyaknya memiliki peran dalam menghadirkan praktek eksploitasi anak dalam industri film. Mereka juga termasuk pelaku yang menyebabkan hak-hak asasi anaknya terjajah. Hak-hak asasi seperti bermain, kelangsungan pendidikan, dan pengembangan minat dan bakatnya (substansi dari Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945).
Orang tua memiliki kewajiban-kewajiban terhadap anaknya sesuai dengan apa yang tertuan dalam Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara,mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Namun kemudian terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh orang tua anak yang bekerja sebagai aktor dalam industri film dan iklan terhadap Poin a dan b Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di atas. Orang tua sering melupakan kewajibannya untuk harus lebih mementingkan mengasuh anaknya, juga memelihara, mendidik, dan melindungi anaknya. Termasuk juga pengembangan kemampuan, bakat, dan minat anaknya.
Orang tua anak yang bekerja di dalam industri film sebagai aktor juga dapat dianggap telah melakukan eksploitasi ekonomi terhadap anaknya. Alasannya adalah anak dipekerjakan karena akan dapat memberikan penghasilan yang besar terhadap mereka. Padahal, perbuatan mereka telah melanggar hak anak yang terdapat dalam Pasal 1 Poin b Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.
Sampai saat ini, masih banyak orang tua yang mempekerjakan anaknya sebagai aktor dalam industri film. Walaupun telah banyak ketentuan perundang-perundangan yang mengatur tentang perlindungan anak dari eksploitasi. Hal ini disebabkan karena ketentuan perundang-perundangan yang telah ada tersebut belum mengatur secara tegas dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang melanggar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap anak yang telah dilanggar oleh para pelaku usaha industri film dan iklan terhadap anak yang bekerja dalam film sebagai aktor. Seperti Pasal 68, Pasal 69 Ayat 1,Pasal 69 dan Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja. Termasuk juga pada Pasal 28J Ayat 1 UUD 1945.
Begitupun dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur perlindungan terhadap anak yang telah dilanggar oleh orang tua anak yang bekerja dalam film sebagai artis ataupun aktor. Seperti Poin a dan b Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Termasuk juga pada Pasal 28J Ayat 1 UUD 1945, serta Pasal 1 Poin b Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
3.2 Saran
1. Seharusnya pemerintah lebih meningkatkan lagi perlindungan terhadap anak-anak.
2. Sebaiknya orang tua dan pengusaha tidak melakukan eksploitasi terhadap anak-anak karena itu bisa mengganggu pola pikir dan perkembangan anak.
3. Seharusnya ketentuan perundang-undangan mengatur secara tegas dan memberikan sanksi yang tegas pula kepada mereka yang melanggar.