Seusai makan siang, saya dan teman berkesempatan mengobrolkan sebuah hal kecil yang sebenarnya adalah sepele tapi kemudian bila dipikirkan dapat ditafsir sebagai pergeseran nilai budaya. Kami mengobrolkan “air putih”, yaa air putih yang dulu gratis atau Nampak gratis karena disetiap meja tersedia satu cerek atau teko berisi air putih dengan barisan gelas – gelas yang tiarap disekitarnya.
Entahlah dengan rumah makan besar tapi di rumah makan – rumah makan menengah kebawah seperti rumah makan padang misalnya di kota Ambon dulu selalu tersedia cerek atau teko berisi air putih dimana setiap pengunjungnya bisa sesuka hati menuangkan, berapa kali dan berapa banyakpun itu tapi sekarang hal tersebut sudah tidak lagi ditemukan.
Dirumah makan – rumah makan menengah kebawah seperti rumah makan padang yang saya sebutkan diatas kini hanya menyediakan satu gelas air putih untuk setiap pengunjungnya yang walaupun bila habis bisa diminta lagi tetap saja nilai rasanya berbeda dengan keleluasaan ketika cerek atau teko tersebut disediakan diatas meja dalam keadaan yang hampir selalu terisi penuh seperti waktu – waktu sebelumnya.
Obrolan tentang air putih “gratis” dengan teman saya tersebut bermula ketika sudah tiga kali pelayan tidak mengindahkan permintaannya untuk mengisi kembali gelas air putih miliknya sehingga dengan agak dongkol teman saya berdiri dan menukar rupiahnya dengan sebotol air mineral yang menurut saya tidak harus dilakukannya apabila keadaannya masih sama seperti ketika sekali lagi cerek atau teko bertengger sombong diatas meja dengan plat “ air putih gratis “
Mengapa ini menjadi sangat menarik bagi saya dan kata cerek atau teko saya ulang – ulang adalah karena saya sendiri kurang lebih punya pengalaman menarik dengan keadaan tersebut, sebuah ingatan fotografis dimana setiap orang mulai dari supir angkot, petugas DLLAJR, Polantas, penjual sayuran atau siapaun dia yang saya temui diterminal dulu bisa berhak mampir melepas lelah disebuah rumah makan, bukan untuk makan tapi untuk sekedar berselonjor dan meneguk satu gelas air putih gratis.
Dunia memang telah berubah dan seperti kenyataannya didunia ini memang sudah tidak lagi ada yang gratis sepertinya bahkan untuk segelas air putih. Pertanyaannya rumpies, apakah hari ini manusia begitu perhitungan untuk menyediakan satu cerek atau teko penuh berisi air putih ? apakah hari ini manusia boleh dikatakan pelit karena ternyata air putih pun sudah tidak lagi bisa digratiskan ?
Bagi sebagian orang hal ini tentulah sepele dan sayapun secara tidak sadar dan tidak perlu sadar ikut menerima keadaan baru ini sebagai baagiaan dari dialektika kehidupan masyarakat walaupun kemudian dalam tulisan ini saya hanya ingin mengungkap sebuah kenyataan klasik bangsa Indonesia yang ternyata sebelumnya terkenal dengan asas kekeluargaan dimana ternyata segelas air putih gratis bisa mengikat orang – orang yang tadinya tidak saling mengenal lalu menjadi keluarga, bertahun – tahun bahkan selamanya.
Terakhir, ini mungkin hanyalah realitas yang saya temui dan bisa jadi dibanyak tempat makan lain di kota Ambon tempat saya berdomisili masih menyajikan adab lama yang bagi saya maha tinggi nilainya tersebut. Bagaimana dikota teman – teman ? semoga kita masih bisa menjadi keluarga hanya karna segelas air putih “gratis” :)