Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Presiden Padang Ilalang

27 Juli 2010   16:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:33 959 0
“… Tidak seorang pun aku ijinkan menggoyang Indonesiaku ini, akan aku pastikan garudanya tetap mengangkasa di langit Indonesia, akan aku pastikan benderanya terus berkibar meski aku sendiri yang harus mengereknya di puncak tertinggi Indonesia, dan akan aku pastikan setiap silanya mengakar mendarah daging dalam setiap laku dan gerak bangsa ini. Itu adalah janjiku, dan aku tidak akan pernah memaafkan manusia yang mencoba-coba mengancam kestabilan keamanan NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.” Salah seorang pejabat teras pemerintahan berbadan tegap menghentak-hentak hati seluruh anggota rapat dengan pidato singkatnya yang terucap lantang dan penuh kecintaan yang teramat dalam terhadap Bumi Pertiwi. Ruangan sidang tidak lagi tenang seperti biasanya. Tidak ada satu pun yang tertidur atau bermain laptop dalam rapat ini. Air conditioner yang terpasang di dinding-dinding ruangan itu tidak dapat mendinginkan suasana yang sudah terlanjur memanas meskipun sudah disetel pada suhu yang paling minimum. Di ruangan itu hadir juga beberapa pejabat tinggi non legislatif yang diundang untuk ikut merumuskan keputusan penting itu. Ruangan juga penuh sesak oleh beberapa pejabat lainnya yang sebenarnya tidak diundang tetapi memaksa untuk ikut dalam sidang tersebut. Di depan ruang sidang tersebut duduk Ketua MPR, Prof. Dr. A.S.M yang terlihat kebingungan menghadapi begitu banyak emosi yang tercampur dalam ruang sidang. Begitu banyak orang yang saling berebut menyampaikan pendapat hingga aksi saling rebut mikrofon pun beberapa kali terjadi. Berkali-kali A.S menenangkan para peserta sidang namun sia-sia saja, suaranya tertelan oleh riuh suara ribuan orang yang berkumpul disana. “Interupsi Bapak Ketua!! Saya sangat tidak setuju dengan keputusan pertama tadi, tidak bisakah hal itu dipertimbangkan sekali lagi? Bukankah Indonesia bisa mengangkat harga dirinya di mata dunia berkat seluruh usaha dan kerja kerasnya juga?” Ketua Fraksi Utusan Daerah, Dr. M.K asal papua angkat suara. “Maaf Saudara M.K, harusnya anda tahu, bahwa yang dilakukannya itu adalah kejahatan sekaligus penghinaan tertinggi bagi Indonesia, tidak ada kompromi lagi bagi kejahatan semacam itu. Apa anda mentolerir tindakan semacam itu? Atau anda jangan-jangan memang berkomplot dengannya, hah?” Salah seorang anggota DPR tiba-tiba langsung menimpali tanpa ijin. Nampak jelas dari intonasinya yang tinggi, bahwa dia sangat marah dan kecewa dengan pernyataan Dr. M.K. “Tenang, tenang semuanya!! Saya tahu kalau kita semua capek, sudah dua puluh jam hari ini kita di ruang sidang, tapi tolong logika tetap di atas emosi. Dan untuk Pak M.K, sepertinya anda masih belum menyadari bahwa yang dia lakukan itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa dibiarkan. Undang-undang manapun akan menindak tegas setiap perbuatan yang dapat mengancam keselamatan negaranya. Dan sekali lagi keputusan pertama sidang ini tidak bisa diganggu gugat. Sekarang ini kita sedang mencari hukuman apa yang pantas dijatuhkan kepadanya agar tidak ada lagi orang yang berani meniru apa yang sudah dilakukannya saat ini.” Ruangan sidang hening sesaat, Dr. M.K pun diam seribu bahasa. Bukannya dia tidak tahu harus berbicara apa, namun dia takut dianggap antek atau berkomplot dan menerima perlakuan yang sama dengan orang itu. Beberapa anggota rapat nampak berbisik-bisik satu sama lain sambil sesekali saling mengedarkan pandangannya dengan penuh rasa curiga. Suasana yang terbangun saat itu di ruang sidang benar-benar tidak nyaman, hingga tidak ada seorang pun yang mau bersuara. “Interupsi Pak Ketua, saya rasa saya tahu hukuman apa yang pantas…” tiba-tiba pejabat berbadan tegap itu sekali lagi angkat bicara.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun