Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Awas Motivator Abal-abal!

3 Juni 2014   16:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46 240 2
Ya, saya akui. Saya pernah menjadi korban investasi abal-abal.

Menyakitkan memang, tapi mungkin itu yang harus saya alami agar bisa menjadi seperti sekarang ini. Mengajari Anda ilmu finansial dan terhindar dari berbagai macam trik tipuan yang mengincar uang Anda.

Harga yang mahal harus saya bayar untuk mendapatkan pengalaman itu. Dan saya berusaha agar pengalaman buruk itu tidak terjadi juga dengan Anda.

Mungkin Anda bertanya, "Jika orang seperti Anda saja masih bisa tertipu, bagaimana lagi dengan kami?"

Jawabannya adalah "trust" alias rasa percaya yang berlebihan terhadap seorang figur.

Saya dulu tertipu karena kebodohan saya mempercayai begitu saja tawaran bisnis dari seorang figur yang sering saya baca profil dan kisah hidupnya di berbagai media. Saya pun rela merogoh kocek cukup dalam hanya untuk sekedar mengikuti Seminar maupun Workshop yang ia selenggarakan.

Sayangnya trik mempermainkan titik kelemahan yang bernama "trust" itu, masih digunakan segelintir orang yang sebenarnya tergolong cerdas (baca: licik) untuk menarik keuntungan. Bahkan sampai saat ini.

Modusnya masih tetap sama. Bahkan di zaman social media ini menjadi sangat mudah melakukan "pencitraan".

Awalnya, seorang calon motivator atau inspirator abal-abal hanya dikenal melalui kicauan ataupun kata-kata motivasinya di dunia maya. Mereka tiba-tiba muncul begitu saja. Tidak dikenal, minim follower. Just pop up!

Namun, kicauan mereka yang secara spesifik membahas satu tema membuat beberapa sahabat kita tertarik untuk meneruskan pesan itu kepada teman dan sahabat yang lain. Apalagi jika kicauannya di-endorse oleh orang lain yang lebih dulu exist dan memiliki follower yang lebih banyak di dunia maya. Mulailah follower si calon motivator ini ikut bertambah dari waktu ke waktu. Mungkin kita termasuk salah satunya. Sejak itu si calon motivator ditabalkan menjadi selebritas dunia maya.

Di sinilah "kecerdikan" si calon motivator patut diancungi jempol. Selain berkicau dengan tema khusus yang diusungnya, sesekali kicauannya juga menyentuh perasaan dan hal-hal mendasar kehidupan. Kadang juga dikait-kaitkan dengan kehidupan pribadi si calon motivator. Tujuan mereka adalah untuk membangun sebuah cerita yang sejalan dengan tema yang mereka bawakan.

Mulai dari soal-soal yang berbau agama, problematika pekerjaan, sampai ke masalah percintaan. Ibadah keagamaan, sedekah, kasih sayang orang tua, persahabatan, sampai pernikahan menjadi topik pilihan mereka.

Di titik inilah "trust" itu mulai terbentuk :)

Apalagi diimbangi kemampuan komunikasi mereka yang rata-rata mumpuni. Trust terhadap figur motivator baru ini semakin melekat.

Tak perlu waktu lama, kumpulan kicauan mereka di sosial media itu tiba-tiba saja menjadi sebuah buku!

Di sinilah sang "motivator baru" mulai menarik keuntungan. Pundi-pundinya mulai terisi uang dari hasil penjualan buku.

Karena followernya yang mulai banyak, tidak heran jika bukunya kemudian tampil di deretan rak 'best seller".

Akhirnya demi mendongkrak penjualan bukunya, si calon motivator bekerjasama dengan penerbit buku untuk melakukan road show ke kota-kota di Indonesia.

Sejak itu si motivator baru mulai dikenal sebagai the real motivator atau inspirator. Undangan untuk mengisi seminar dan talk show mulai berdatangan. Pundi-pundi uang semakin gemuk. Nice!

Sampai di titik ini tidak ada yang salah. Saya tegaskan sekali lagi tidak ada yang salah. Memang inilah road map yang menjadi "template" sebagian besar motivator dan inspirator yang ada sekarang.

Ide -> Sebarkan melalui social media -> Terbitkan buku -> Road Show -> Liputan Media -> Seminar/Workshop.

Bedanya adalah "motivator asli" idenya muncul dari keberhasilan dan pengalaman profesional yang sudah dijalaninya selama bertahun-tahun. Sedangkan "motivator abal-abal" biasanya hanya mencomot dasar-dasar ilmu dari suatu "niche market" (ceruk pasar) yang tersebar banyak di internet. Soal pengalaman? Nanti dulu. Yang terpenting bagi mereka adalah membentuk "trust" dari para followernya.

Masalah kemudian muncul ketika si "motivator abal-abal" ingin membuktikan ilmu yang diajarkannya di seminar-seminar.

Mulailah ia mengajak peserta seminar/workshop untuk berinvestasi di proyek bisnis yang kabarnya sedang ia kerjakan. Tentu saja dengan diiming-imingi bagi hasil yang menggiurkan.

Karena "trust" yang sudah terbentuk tadi, maka sangat mudah  bagi para peserta seminar menyerahkan uangnya untuk dikelola "motivator abal-abal" demi menyukseskan proyek bersama ini. Keuntungan besar menari-nari di depan mata :)

Namun apa hendak dikata. Karena minim pengalaman dan praktek langsung di lapangan (maklum, ilmunya cuma copy paste dari internet) akhirnya proyek bisnis itu gagal ditengah jalan.

Akhirnya uang para investor yang juga adalah follower dan peserta seminarnya lenyap tak berbekas. Si motivator mendapat julukan baru: Motivator abal-abal. Duh!

Belajar dari pengalaman saya, motivator abal-abal sering memanfaatkan ajang pameran dan komunitas wirausaha tertentu untuk mendongkrak popularitasnya. Jujur, saya menyayangkan penyelenggara pameran yang tidak menyaring calon pembicara di acara yang mereka adakan. Penyelenggara hanya mengejar komisi dari penjualan tiket seminar yang menghadirkan si motivator abal-abal. Yes, money talks :)

Lalu bagaimana caranya untuk terhindar dari motivator abal-abal?


  1. Kenali latar belakang si motivator. Cari tahu rekam jejak profesionalnya.
  2. Pastikan si motivator "walk the talk". Artinya dia memang benar-benar pernah mengalami apa yang disampaikannya. Cari tahu bisnis yang dijalankannya benar-benar ada atau hanya sekedar retorika saja.
  3. Cari info dari pihak yang meng-endorse bukti keberhasilan proyek bisnis yang pernah si motivator jalankan.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun