Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Mengapa Kaum Perempuan Dilarang untuk Merokok

13 Februari 2023   14:46 Diperbarui: 13 Februari 2023   14:54 584 0
Kematian dan kenaikan angka perokok tidak akan terjadi begitu saja.

Sejak tahun 1960, industri rokok di Barat dan seluruh dunia secara sengaja menggunakan narasi emansipasi, modern, kebebasan, dan daya tarik seksual dalam iklannya untuk mendapatkan hak perempuan menjadi perokok.

Setiap tahunnya, sebanyak 2 juta perempuan di seluruh dunia menjadi korban jiwa akibat konsumsi tembakau. Bahkan, 700 ribu perempuan meninggal dunia akibat perokok pasif.

Melansir dari theconversation.com, perempuan yang merokok memiliki risiko kesehatan seperti kanker serviks, kanker payudara, berat badan rendah, dan melahirkan bayi prematur.

Masalah kesehatan yang dialami perempuan Indonesia menyebabkan mereka kehilangan waktu 36 juta tahun untuk hidup sehat.

Dari perkiraan tersebut didapatkan dari perhitungan kematian perempuan pada tahun 2019 yang mencapai 780 ribu kasus. Hal ini menandakan bahwa merokok dapat memperburuk ketimpangan gender dalam kesehatan.

Banyak orang berpikir bahwa fenomena merokok pada perempuan mencerminkan bangkitnya kebebasan berekspresi perempuan yang selama ini dikekang oleh budaya patriarki di Indonesia. Ada juga yang berpikir bahwa perempuan merokok sebagai bentuk pembuktian identitas bahwa mereka setara dengan laki-laki.

Sejak awal abad ke-20, kebiasan merokok pada perempuan tidak lagi tabu di mata masyarakat secara perlahan.

Hal ini gerakan fenimisme tidak lagi lepas berjuang untuk menghapuskan diskriminasi berbasis gender.

Salah satunya dengan berusaha untuk mendobrak citra negatif yang melekat pada perokok perempuan. Tidak ada alasan untuk melabeli perempuan yang merokok sebagai perempuan "nakal".

Memberikan stigma negatif pada perokok perempuan, terutama mereka yang berasal dari kelompok yang sudah tertindas (misalnya transpuan, etnis minoritas, kelompok miskin) justru membuat mereka semakin termarginalisasi dan meningkatkan konsumsi rokoknya.

Hal tersebut berpotensi memperparah ketimpangan perilaku merokok dan sosial-ekonomi di masyarakat. Aktivitas merokok bukan simbol valid dari progresivitas perempuan.

Jika gerakan feminisme di Indonesia bercita-cita untuk mencapai kesetaraan gender, maka mereka perlu melawan segala bentuk penindasan pada perempuan. Perempuan harus dibantu untuk keluar dari kemiskinan, dan didorong untuk memiliki kontrol pada tubuh serta hidupnya sendiri. Tentu saja rokok bukanlah jalan mencapai cita-cita tersebut.

Oleh karena itu, gerakan feminisme juga perlu memasukkan agenda pengendalian tembakau dalam perjuangan kesetaraan gender dengan cara bersinergi dengan para pegiat advokasi perbaikan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.

Bukan hanya kelompok feminis, kita pun bisa mendorong kesetaraan gender melalui pengendalian tembakau yang kuat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun