Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Aku Pernah Korupsi

11 Januari 2014   05:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 37 0
Kalau mau jujur-jujuran atau buka-bukaan, siapa di negeri ter-brengsek ini yang tak pernah melakukan korupsi ? Dalam hati kecil mungkin menjawab 'aku pernah' meski cuma berbisik pada diri sendiri.

Ini pengakuanku. Suatu hari ketika masih berusia tak sampai 10 tahun, aku melakukan aksi korupsi. Meski kecil-kecilan, rupanya itu menjadi pembelajaran yang kalau tak segera ditangkal bisa berbahaya dan terbawa sampai dewasa.

Aku adalah anak Jakarta yang lahir, besar dan mungkin mati di kota (yang mungkin) paling brengsek se-Indonesia ini. Ketika itu, di usia tak sampai 10 tahun di era awal 1990-an, ibu menyuruhku membeli asam dan garam serta sedikit terasi di warung Mpok Titi. Letaknya sendiri, hanya beberapa puluh meter dari rumah.

Sebelum pergi ke warung yang dimaksud dan belanja kebutuhan dapur, ibu membekaliku dengan uang seratus Rupiah. Total belanjaan waktu itu, 75 Rupiah dan dapat kembalian 25 Rupiah.

Ketika sampai tepat di depan masjid sebelah rumah, sambil menenteng belanjaan asam, garam dan terasi, mataku tertuju kepada tukang 'es goyang'. Amang nama penjual es itu. Meski berusia udzur, dia saat itu masih bugar dan pandai memainkan lonceng pemberi kode bahwa dia ada di sekitar kita.

"Teng eneng eneng. Teng eneng eneng," begitu bunyi lonceng Amang dengan irama yang tak biasa.

Aku menghampiri Amang dan segera memesan satu batang es goyang-nya seharga 25 Rupiah.

Sesampainya di rumah, segera kusetorkan belanjaan sesuai perintah ibu. Asam, garam dan terasi pun berpindah tempat dari tanganku, ibu, lalu ke dalam panci yang sudah berisi racikan sayur asam goreng khas Jakarta. Ibu pun menanyakan uang kembalian yang juga seharusnya kuserahkan.

"Udah aku belikan es goyang," kataku kepada ibu.

Mendengar jawabanku, ibu memang marah tapi tak memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatanku. Maka, aksi korupsi kecil-kecilan pun berlanjut setiap kali aku diperintah membeli sesuatu.

Mengingat pengalaman jahatku saat masih kecil itu, aku pikir kebanyakan orang di negeri ini pernah melakukannya. Dan, inilah sebenarnya sumber malapetaka penyakit korupsi negeri ini. Belajar waktu kecil, terus berlanjut ketika remaja dan makin menjadi ketika terjun ke dunia profesi.

Berbicara soal aksi korupsi, tidak mungkin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menanganinya sendiri. Aku pikir, melihat pengalaman jahatku sendiri, pencegahan korupsi harus dimulai dari rumah sendiri. Ini artinya, ketika lembaga superbody ini membabat habis penjahat kakap yang mengutil duit negara dibantu Polisi dan Kejaksaan, rumah adalah pintu pertama mempersiapkan generasi anti korupsi. Bagaimana caranya ?

Seharusnya, ibu memberikan hukuman atas perbuatanku itu untuk melahirkan efek jera. Sangsi, bisa berupa stop uang jajan beberapa hari atau yang paling parah dikunciin di dalam kamar mandi.

Jika pencegahan dini seperti itu dilakukan, kemungkinan besar generasi muda yang seusia denganku saat ini akan pantang memakan uang yang bukan miliknya.

Oh iya, aku rasa korupsi itu bukan cuma menerima uang suap, menilep sisa duit belanjaan atau menggelembungkan duit buku pelajaran sekolah. Meminta uang secara paksa kepada orang lain seperti yang dilakukan preman-preman atau oknum aparat berseragam tapi bermental preman juga bisa dimasukan ke dalam kategori korupsi.

Memang, di zaman serba sulit ini, di mana harga premium bersubsidi sudah terlanjur dikerek naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500, uang semakin sulit dicari. Tapi, bukan berarti cara haram saja susah apalagi yang halal demi dapur bisa dilakukan. Kalau alasannya seperti ini, Rhoma Irama pun pernah berpesan dalam lagu '1001 macam-nya'. Artinya, masih banyak kok jalan halal lainnya.

Lebih parah, aksi korupsi yang kini marak bukan dengan alasan perut. Tapi, menumpuk harta setinggi-tingginya sampai lupa kalau pelakunya bakal mati juga. Mungkin, itu duit mau dibawa ke akhirat untuk menyogok Tuhan agar tak masuk neraka.

Inilah pengakuanku. Bagaimana dengan kamu ?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun