Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas Pilihan

Alat Deteksi Karies Sekunder TransAID: Inovasi UB Membantu Deteksi Kesehatan Gigi Tanpa Risiko

14 Juli 2024   20:57 Diperbarui: 14 Juli 2024   21:39 279 3
Karies sekunder merupakan salah satu jenis penyakit utama pada gigi yang biasa ditemukan di rongga mulut. Penyakit ini merupakan kondisi rusaknya struktur dalam maupun luar gigi di mana karies sekunder terjadi pada bagian restorasi gigi. Berdasarkan data prevalensi karies gigi, diperkirakan sekitar 60% hingga 80% penduduk Indonesia mengalami karies gigi , dan menempati peringkat keenam sebagai penyakit gigi dan mulut di Indonesia. Provinsi dengan persentase karies tertinggi berada di Sulawesi Tengah sebesar 60,4%. Tingkat tertinggi terjadi pada anak-anak usia 5 hingga 9 tahun mencapai 92,6%. Karies sendiri terbagi menjadi 2 yaitu karies primer yang terjadi pada gigi dan karies sekunder yang terjadi pada restorasi gigi.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, salah satu tim peneliti Universitas Brawijaya beranggotakan 5 orang yang terdiri dari Inggil Ma'rifat Djati (Teknik Elektro, FT), Farouq Akbar Aldy (Teknik Elektro, FT), Siti Nurhaliza (Teknik Elektro, FT), Zhafira Alya Afanin (Pendidikan Dokter Gigi, FKG) dan Childnandira Ayu Nur Ittazza (Pendidikan Dokter Gigi, FKG) di bimbing Dosen Eka Maulana, S.T., M.T., M.Eng. mengembangkan sebuah alat inovasi pendeteksian menggunakan cahaya infrared untuk menghindari risiko paparan gelombang radiasi dan rekonstruksi 3 dimensi agar dapat memudahkan pengamatan bagi dokter, tenaga medis maupun pasien terindikasi.

"Hingga pada saat ini, penyakit karies merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada rongga mulut anak-anak bahkan sampai orang dewasa. Namun sering kali masyarakat tidak memperhatikan hal tersebut," ucap Inggil. Inggil menyatakan bahwasannya karies sekunder disebabkan akibat kebocoran restorasi gigi pada saat tindakan maupun terkikis karena kegiatan sehari-hari seperti makan atau minum.

"Pada penelitian ini kami merangkai kamera mikro yang mampu menangkap gambar infrared dengan laser infrared guna mentransiluminasi gigi, sehingga gigi yang ditembakkan sinar infrared dapat teramati dengan jelas struktur permukaan maupun bagian gigi," ujar Farouq salah satu peneliti.

Liza menjelaskan "TransAID juga dilengkapi mode rekonstruksi 3 dimensi dengan menyambungkan kamera tadi dengan lampu LED, nantinya lampu LED akan menerangi bagian gigi yang akan ditangkap kamera kemudian direkonstruksikan menggunakan software open source dari Meshroom."

Pada proses uji coba alat, gigi yang ditembakkan sinar infrared kemudian diamati menggunakan kamera akan memberikan gambar struktur gigi yang jelas sehingga ada tidaknya kebocoran dapat terlihat dengan tampilan hitam putih. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencitraan 3 dimensi. Gigi yang sudah ditangkap gambarnya dari segala sisi di rekonstruksi menggunakan software dan diamati sesuai lokasi dugaan karies sekundernya berada. Di sisi lain, subjek uji coba tidak akan mengalami efek samping serius seperti timbulnya tumor layaknya risiko penggunaan radiografi.

"Meskipun alat ini sudah dapat bekerja dengan semestinya, dirasa pengembangan dan penyempurnaan lebih lanjut masih dibutuhkan agar alat ini dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat. Kami berencana terus melakukan evaluasi pada alat seperti masalah ukuran yang dapat lebih kami perkecil atau pada sisi bidang lainnya, tentunya hal ini bukan hal yang mudah dan singkat. Pengembangan ini akan kami lanjutkan tidak hanya terlaksana pada skala lab maupun program PKM ini, targetnya hingga alat ini mencapai tahap optimal 100%," tambah Zhafira, peneliti dari FKG.

Azza menyatakan, "Penelitian ini tengah dalam proses pengembangan dan harapannya bisa menjadi alternatif utama yang mampu dimanfaatkan seluruh masyarakat dengan tanpa efek samping."

"Proses pengembangan yang ada merupakan salah satu langkah agar penelitian ini mencapai tujuannya. Tentu harapannya alat ini akan dioptimasi lebih lanjut dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, karena alat ini mampu menjadi alternatif pendeteksian sekunder. Alat yang dipasarkan di beberapa rumah sakit ini masih tergolong sedikit, cukup menekan biaya, dan pastinya tanpa risiko efek samping" jelasnya.

Dengan dilaksanakan penelitian ini harapannya mampu memudahkan penanganan pada pasien penderita maupun terindikasi karies sekunder di seluruh Indonesia dan menjadi bentuk nyata kontribusi mahasiswa Universitas Brawijaya dalam mengambil bagian menyejahterakan kesehatan seluruh rakyat Indonesia dalam ruang lingkup penelitian ini, yaitu kesehatan mulut dan gigi masyarakat.

Penelitian ini didukung oleh dana dari Kemdikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta tahun 2024,

Alat deteksi karies sekunder TransAID bukan hanya merupakan sebuah terobosan teknologi dalam dunia kedokteran gigi, tetapi juga potensial untuk menjadi standar dalam pengobatan gigi yang lebih aman dan akurat di masa depan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun