Menjadi seorang CEO di perusahaan yang bergerak di sektor jasa tentu amat menyenangkan, pasalnya tak perlu mengeruk sumber daya alam, tak perlu konflik di masyarakat. Istimewanya, karyawan di sektor jasa seperti media tentu memiliki kualifikasi khusus paling tidak berpendidikan sarjana.
Namun apa gerangan yang menarik CEO MNC Group, Hary Tanoesoedibjo terjun ke kancah politik, diketahui politik tidak memiliki ukuran dan standar baku yang bisa diterjemahkan dengan jelas. Apalagi acap kali politik tidak bisa diukur, segalanya bergerak berdasarkan kemauan pemegang kekuasaan.
Belum lagi, kancah politik banyak disebutkan sebagai lumpur kotor yang kapan saja bisa menenggelamkan orang di dalamnya.
Mungkin sudah banyak tulisan, ide dan gagasan yang mencuat ke ruang publik seputar terjunnnya Hary Tanoesoedibjo ke kancah politik, tentu sebagaian mampu menjawab. Namun saya tidak hendak masuk lebih dalam. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah apakah kehadiran Hary Tanoe ke kancah politik membawa gagasan strategis perbaikan bangsa ke depan. Atau hanya menumpuk jumlah elit yang pada akhirnya menjadi kebencian orang banyak.
Saya coba melihat buah pikiran Hary Tanoesoedibjo, visi misinya soal Indonesia serta apakah visi misi tersebut bisa diimplementasikan.
Hary Tanoe Tegas Fokus Pada Sektor Mikro
Sebagai pebisnis yang malang melintang puluhan tahun, saya berasumsi pertama kali bahwa Hary Tanoesoedibjo akan bicara ruwet panjang lebar seputar ekonomi makro, turunannya atau spekulasi-spekulasi sektor keuangan ke depan.
Namun ternyata tidak, Hary Tanoe ternyata memiliki strategi 4 pilar ekonomi yang harus diberdayakan, bahkan Hary Tanoe menyatakan ini wajib hukumnya. Yakni, Nelayan, Buruh, Petani dan Pelaku UMKM.
Kenapa ia sebut ke 4 profesi masyrakat yang banyak dihuni masyarakat bawah ini sebagai pilar ekonomi?
Jawaban sederhana Hary Tanoe adalah karena 4 sektor ini adalah potensi sesungguhnya di Indonesia, bila dikelola secara maksimal akan banyak menjawab persoalan yang selama ini terjadi. Contohnya kata dia adalah ironi Impor pangan dan perikanan, jika petani dan nelayan dijadikan pilar dan diberi perhatian cita-cita negeri mandiri tanpa impor pangan pasti bisa diwujudkan.
60 Persen pertumbuhan ekonomi ditopang sektor UMKM, industri bergerak karena ada peranan buruh. Kedua sektor ini kata sangat penting nilainya namun dipandang rendah oleh pemerintah, sehingga tak jarang terdengar keluhan buruh baik dari segi kesejahteraan, jaminan bekerja dan persoalan perburuhan laiannya. Begitu pula kata dia UMKM, kesulitan modal dan pasar sehingga mereka juga sulit berkembang.
Harus ada kesadaran pemerintah ke depan bahwa kesenjangan sosial kian parah di Indonesia, untuk itu 4 pilar profesi masyarakat ini harus diangkat sehingga jurang kesenjangan dan ancaman konflik sosial bisa diatasi.
Hary Tanoesoedibjo juga memiliki nalar mumpuni bagaimana merasionalkan program-program ke depan sehingga lebih tepat sasaran. Pada akhirnya, tidak terdengar lagi program pemerintah yang keluar dari lajur target dan sasaran.
Pemikiran-pemikiran Hary Tanoesoedibjo ini menurut banyak pengamat sangat relevan, dan ini yang dibutuhkan bangsa ke depan. Terakhir bagi saya, Hary Tanoesoedibjo telah menunjukkan kelasnya sebagai pengusaha muda sukses, tidak hanya bermodal populeritas namun ia memiliki isi kepala dan strategi pembenahan ekonomi Indonesia.
Dari sekian banyak elit di negeri ini, tidak banyak yang berfikir fokus benahi perekonomian. Dan kehadiran CEO MNC Group ini sesungguhnya harapan baru. Soal ia diberi kesempatan atau tidak untuk menjadi pemimpin negeri ini, rakyatlah yang punya kuasa.