Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Menyoal Dana Hibah Rp 5 Triliun di APBD 2014 Jakarta

25 Januari 2014   14:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:29 637 1

Yang menjadi pertanyaan besar adalah: Dana hibah itu bisa digelontorkan tanpa pertanggungjawaban!

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Tapi, jika dana itu dihibahkan maka frasanya menjadi dihibahkan sehingga artinya adalah memberikan sesuatu (rumah, sawah, dsb) sebagai hibah kepada seseorang, biasanya diperkuat oleh akta notaris, pemerintah setempat, saksi dsb.

Bertolak dari rumusan yang ada di KBBI, maka dana hibah tsb. Harus dipertanggungjawabkan melalui audit akuntan publik.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan nama Ahok, mengatakan: "Saya enggak tahu hibah untuk apa saja, bisa dari permintaan anggota DPRD. Makanya kita minta ICW bantu awasi angggaran, dana hibah ini nantinya ke mana saja, kok bisa melonjak tinggi." (kompas.com, 23/1-2014).

Ketika Gubernur Joko Widodo, yang lebih akrab disapa Jokowi, dengan dukungan Ahok mendorong pembaruan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta tantangan paling besar justru datang dari mitra kerja yaitu Dewan Pewakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Lihat saja mata anggaran hibah yang mencapai Rp 5 T itu. Palu Ketua DPRD Jakarta langsung mengetok pengesahan RAPBD menjadi APBD tanpa mengusik mata anggaran Rp 5 T yang bisa dipakai tanpa pertangungjawaban.

Penggunaan uang negara melalui jalur hukum APBD di Jakarta lagi-lagi membuat pening (kepala pusing). Bayangkan, selain dana hibah tanpa pertanggungjawaban itu ada lagi pengeluaran dana untuk pokok pikiran (pokir) anggota DPRD DKI Jakarta. Pokir ini tersebar di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), semacam dinas, DKI Jakarta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun