Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

AIDS di Kab Rembang, Jawa Tengah: Terdeteksi pada Ibu Rumah Tangga

12 April 2011   12:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:52 381 0

Angka kematian terkait AIDS sering tidak bermakna dalam berita karena wartawan tidak membawa data itu ke realitas sosial. Jika seorang Odha (Orang dengan HIV/AIDS) meninggal maka itu terjadi setelah Odha tsb. mencapai masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15 tahun).

Nah, pada rentang waktu 5 – 15 tahun seorang Odha sering tidak menyadari dirinya sudah mengidap HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisiknya. Celakanya, biar pun tidak ada tanda-tanda tapi ybs. sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Di Kab Rembang, Jawa Tengah, disebutkan 34 penderita HIV/AIDS sudah meninggal dunia (34 Penderita HIV/AIDS Di Rembang Meninggal, www.wartamerdeka.com, 10/4-2011). Jika dikaitkan dengan rentang waktu mencapai masa AIDS, maka 34 Odha yang meninggal itu sudah menularkan HIV kepada orang lain para rentang waktu 5 dan 15 tahun sebelum meninggal (Lihat Gambar 1).

[caption id="attachment_101285" align="aligncenter" width="417" caption="Perkiraan Penularan HIV di Kab Rembang"][/caption]

Kalau satu Odha mempunyai satu pasangan, suami atau istri, maka sudah ada 68 penduduk Kab Rembang yang tertular HIV. Kalau ada di antara yang 34 itu laki-laki ‘hidung belang’ maka jumlah penduduk Rembang yang berisiko tertular HIV akan tambah banyak.

Data di Dinas Kesehatan Kab Rembang menunjukkan sudah terdeteksi 61 HIV/AIDS, terdiri atas 15 HIV dan 46 AIDS. Faktor risiko (mode of transmission) tercatat 80 persen melalui heteroseksual (laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya).

Perlu diingat angka ini tidak menggambarkan kondisi riil di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil (puncak gunung es yang muncul di atas permukaan air laut) dari kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat (bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut). (Lihat Gambar 2).

[caption id="attachment_101286" align="aligncenter" width="417" caption="Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV"][/caption] Kepala Dinas Kesehatan Rembang, Sutejo, prihatin melihat kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan anak-anak. Kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga membuktikan suami mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain. Fakta ini juga sekaligus memupus anggapan bahwa sosialisasi kondom mendorong laki-laki berzina. Buktinya, banyak ibu rumah tangga (istri) yang tertular HIV dari suaminya.

Karena laki-laki dewasa, terutama suami, di Kab Rembang tidak mau memakai kondom pada hubungan seksual berisiko dengan perempuan lain, maka Pemkab bisa melakukan intervensi untuk memutus mata rantai penyebaran HIV, yaitu: (a) mewajibkan suami memakai kondom jika sanggama dengan istrinya, atau (b) melakukan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, dikenal sebagai program PMTCT (prevention-mother-to-child-transmission). Dalam gambar ditunjukkan dengan garis panah putus-putus (Lihat Gambar 3).

Dikabarkan, perlu dukungan semua pihak untuk membantu menyebarluaskan informasi HIV/AIDS. Persoalannya adalah informasi HIV/AIDS yang disampaikan ke masyarakat sering tidak akurat karena dibumbui dengan moral. Akibatnya, masyarakat tidak menangkap cara-cara pencegahan yang konkret.

Ketua Komisi penanggulangan AIDS KPAD Rembang, Hamzah Fatoni, mengatakan masyarakat diimbau menerapkan pola hidup sehat dengan tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan intim. Lagi-lagi informasi ini tidak akurat.

Apa yang dimaksud Hamzah dengan ‘pola hidup sehat’ terkait dengan penularan HIV? Ini yang disebut mitos (anggapan yang salah). Bahkan, pernyataan tsb. bisa memicu masyarakat memberikan stigma (cap negatif) dan diskriminasi (pembedaan perlakuan) tehadap Odha karena ada kesan mereka tertular karena pola hidupnya tidak sehat.

Risiko penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, zina, melacur, ‘jajan’, selingkuh, ‘pola hidup tidak sehat’, dll.), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama).

Persoalan besar di Kab Rembang adalah: Apakah Pemkab Rembang bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa penduduk Rembang, asli atau pendatang, yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, di wilayah Kab Rembang atau di luar wilaya Kab Rembang dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK)?

Kalau jawabannya YA, maka tidak ada masalah penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual di Kab Rembang. Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka ada masalah besar terkait penyebaran HIV melalui hubungan seksual. Kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Pilihan ada di tangan Pemkab Rembang: (a) meningkatkan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret agar insiden penularan HIV baru menurun, atau (b) menyebarluaskan informasi HIV/AIDS dengan balutan moral tapi tidak bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun