Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

AIDS ‘Diabaikan’ di Kab Karimum, Prov Kepulauan Riau

28 Desember 2010   21:47 Diperbarui: 30 Januari 2022   19:58 80 0

Penyebaran HIV/AIDS di Karimun Memprihatinkan.” Ini judul berita di www.mediaindonesia.com (5/12-2010). Disebutkan: Penularan HIV/AIDS Di Kab Karimun, Prov Kepulauan Riau, sudah meluas ke beragam golongan penduduk. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Kab Karimun, Erwan Muharuddin, mengatakan: yang tertular bukan lagi pekerja seks komersial, melainkan pelaut, buruh, karyawan swasta, kontraktor, PNS dan bahkan ada pula tokoh masyarakat. Januari sampai September 2010 terdeteksi 104 kasus HIV dan 40 kasus AIDS Kab Karimun. 

Pernyataan Erwan di atas tidak akurat karena ada fakta yang luput dari perhatian yaitu: Siapa, sih, yang menularkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) di Kab Karimun?

Pertama, ada kemungkinan PSK di Kab Karimun tertular HIV dari penduduk asli dan pendatang. Mereka bisa saja sebagai pelaut, buruh, karyawan swasta, kontraktor, PNS atau tokoh masyarakat. 

Kedua, ada kemungkinan PSK yang beroperasi di Kab Karimun sudah mengidap HIV ketika mereka tiba di Karimun. Maka, laki-laki, penduduk asli atau pendatang, yang bekerja sebagai pelaut, buruh, karyawan swasta, kontraktor, PNS atau tokoh masyarakat akan berisiko tinggi tertular HIV jika melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom.

Dua kemungkinan itu menjadi faktor yang mendorong penyebaran HIV di Kab Karimun. Tapi, selalu luput dari perhatian karena yang menjadi ‘sasaran tembak’ selalu PSK. Sejak dahulu kebijaksanaan di Prov Riau dan Prov Kepulauan Riau adalah memulangkan PSK yang terdeteksi HIV-positif melalui survailan tes HIV yang tidak mengikuti standar prosedur operasi tes HIV yang baku.

Dengan cara seperti pemerintah daerah setempat menganggap daerahnya sudah ‘bebas AIDS’ karena tidak ada lagi PSK yang mengidap HIV ‘beroperasi’ di daerahnya. Tentu saja anggapan ini salah besar karena laki-laki, penduduk asli dan pendatang, yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki, penduduk asli dan pendatang, yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Selain itu PSK langsung dan PSK tidak langsung yang tidak ‘praktek’ di luar lokalisasi, seperti rumah, tempat hiburan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang tidak terjangkau survailan tes HIV.

Disebutkan: "Pada 2009 rata-rata penularan HIV/AIDS setiap bulan mencapai delapan kasus.” Ini tidak akurat karena tidak bisa diketahui secara pasti, kecuali melalui transfusi darah, kapan seseorang tertular HIV. Yang terjadi adalah pada tahun 2009 setiap bulan rata-rata terdeteksi delapan kasus HIV/AIDS.

Erwan mengatakan: ‘ .... penyebab dominan penularan HIV/AIDS di Karimun hingga masuk ke fase penduduk umum adalah hubungan seks bebas tanpa memperhatikan kesehatan.” Pernyataan ini pun tidak akurat. Sejak awal epidemi HIV pada tahun 1980-an HIV/AIDS sudah ada di masyarakat umum. Kalangan gay yang terdeteksi sebagai pengidap AIDS yang disusul oleh PSK juga merupakan bagian dari masyarakat (umum). 

Pernyataan: ‘ .... hubungan seks bebas tanpa memperhatikan kesehatan’ juga tidak akurat. Kalau ’seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur maka tidak ada kaitan langsung antara zina dan melacur dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap sanggama. Artinya, penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV, laki-laki tidak memakai kondom), bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, dll.). 

Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena ’tanpa memperhatikan kesehatan’, tapi karena tidak menerapkan seks aman (memakai kondom). Penyebutan ’tanpa memperhatikan kesehatan’ merupakan mitos (anggapan yang salah).

Disebutkan: sudah ada upaya penanggulangan al. melalui intervensi perubahan perilaku. Tapi,  Pemkab Karimun tidak mempunyai skala prioritas terkait dengan program penanggulangan HIV. Tidak ada pula alokasi dana. Para pemimpin di Kab Karimun masih melihat kasus HIV itu dari sisi moral. 

Kondisi di atas akan membawa Kab Karimun pada bibir jurang bencana ledakan AIDS karena kasus-kasus HIV yang ada di masyarakat menjadi ‘bom waktu’ yang kelak akan meledak sebagai AIDS.

Erwan mengatakan perlu komitmen untuk menanggulangi penularan HIV, khususya melalui hubungan seksual dengan PSK yaitu kewajiban memakai kondom melalui peraturan daerah. Sampai sekarang sudah ada 41 Perda AIDS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia tapi tidak satu pun dari perda itu yang menarapkan program ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual dengan PSK secara konkret.

Karena Pemkab Karimun masih saja melihat HIV/AIDS dari aspek moral, maka ada pertanyaan yang sangat mendasar: Apakah Pemkab Karimun bisa menjamin bahwa tidak akan ada laki-laki penduduk asli dan pendatang warga Kab Karimun yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah di wilayah Kab Karimun atau di luar wilayah Kab Karimun dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan?

Kalau jawabannya BISA, maka tidak ada masalah penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual. Pemkab Karimun tinggal mengatasi penyebaran HIV melalui transfusi darah dan penggunaan jarum suntik di kalangan pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). 

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada masalah besar yang dihadapi Pemkab Karimun yaitu laki-laki penduduk asli dan pendatang yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal tanpa mereka sadari.

Pemerintah Singapura sendiri menganjurkan kepada laki-laki beristri yang pernah ‘piknik’ ke kawasan Kep Riau untuk menjalani tes HIV setelah pulang ke Singapura. Akibatnya, tejadi lonjakan permintaan tes HIV sukarela di Singapura dari laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung di wilayah Kep Riau (Syaiful W. Harahap, Batam bisa Jadi ”Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional , Harian “Sinar Harapan”, Jakarta, 3 Agustus 2001).

Jika program penanggulangan epidemi HIV di Kab Karimun tidak dilakukan dengan cara-cara yang konkret, maka Pemkab Karimun tinggal menunggu ‘panen’ kasus AIDS ketika kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi sebagai ‘bom waktu’ meledak. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun