Ada informasi yang menyesatkan tersebar luas atau disebarluaskan di Aceh yang mengesankan kasus HIV dan AIDS di Aceh terjadi setelah tsunami (Desember 2004). HIV dan AIDS itu dibawa oleh pendatang karena dikabarkan setelah tsunami Aceh terbuka. Informasi ini menyesatkan, tapi menjadi pegangan bagi masyarakat Aceh sehingga membawa mereka kepada situasi yang menggiring mereka ke tepi jurang.
Berita di Harian “Serambi Indonesia” (4/12-2006) menyebutkan: “Direktur UNAIDS, Jane Wilson, di Banda Aceh (3/12) menyatakan, tingginya perkiraan tingkat penderita HIV/AIDS di Aceh disebabkan semakin terbukanya daerah tersebut terhadap masyarakat luar yang datang dengan misi kemanusiaan merehabilitasi Aceh pasca tsunami Desember 2004 lalu.”
Informasi yang tidak akurat ini dikuatkan pula dalam buku: Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam): “Oleh karenanya data survei ini dapat digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terhadap HIV‐AIDS yang jumlah dan sebaran kasusnya makin meningkat pasca gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.”
Pertama, Aceh tidak pernah menjadi daerah tertutup sehingga mobilitas penduduk dari luar Aceh terus terjadi. Perusahaan penerbangan dan bus mempunyai trayek rutin ke Aceh dari berbagai daerah.
Kedua, penduduk Aceh pun bepergian ke luar Aceh, seperti ke Medan, Jakarta dan daerah lain, serta menjadi menjadi TKI di luar negeri, terutama di Malaysia. Bisa saja ada di antara mereka yang melakukan perilaku berisiko di luaar Aceh atau negara tempat mereka bekerja sehingga ada kemungkinan tertular HIV. TKI yang tertular HIV di luar Aceh akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Aceh ketika mereka pulang kampung.
Akibat dari informasi yang menyesatkan itu ada beberapa faktor yang akhirnya dilupakan pemerintah daerah setempat dan masyarakat terkait dengan epidemi HIV. Inilah yang membuat masyarakat Aceh terbuai yang pada akhirnya akan menjadi bumerang karena masyarakat lalai melindungi diri agar tidak tertular HIV.
Kasus-kasus HIV dan AIDS terdeteksi melalui survailans tes HIV. Survailans ini untuk mencari angka prevalensi yaitu perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu yang tertentu pula. Sebelum tsunami survailans hanya dilakukan satu kali (lihat gambar).