Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menakar Efektivitas Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau

24 November 2010   11:32 Diperbarui: 30 Januari 2022   20:02 236 0

Oleh: Syaiful W. Harahap

Pemerhati HIV/AIDS melalui LSM (media watch) "InfoKespro"

Catatan: Tulisan ini dimuat sebagai artikel Opini di Harian "Batam Pos", 30 Mei 2009, sebagai tanggapan terhadap Perda AIDS Prov Kepri (URL: http://batampos.co.id/Opini/Opini/Menakar_Efektivitas_Perda_AIDS_Kepri.html].

Pemprov Kepulauan Riau (Kepri) menjadi daerah ketiga belas yang menelurkan peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS melalui Perda No 15/2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Provinsi Kepulauan Riau.  Sudah empat belas daerah, mulai dari kabupaten, kota, dan provinsi yang menelurkan perda penanggulangan HIV/AIDS. Apakah perda-perda itu efektif menanggulangi penyebaran HIV?

Sampai sekarang belum ada hasil yang nyata di 26 daerah mulai dari tingkat provinsi, kota dan kabupaten yang sudah mempunyai perda penanggulangan HIV/AIDS.

Mengapa perda-perda AIDS tidak bisa bekerja? Ide pembuatan perda di Indonesia bertolak dari `angin surga' cerita sukses Thailand menekan laju infeksi HIV baru di kalangan dewasa melalui 'Program Wajib Kondom 100 Persen'. Lalu, muncullah perda pertama di Kabupaten Merauke dan terakhir di DKI Jakarta (2008).

Salah satu pencegahan yang ditawarkan pada perda-perda itu, termasuk Perda AIDS Kepri, adalah penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko. Padahal, penggunaan kondom pada program penanggulangan AIDS di Thailand merupakan kegiatan yang terakhir dari rangkaian program terpadu. Maka, perda-perda AIDS yang dihasilkan di Indonesia pun tidak melihat program penanggulangan AIDS di Thailand secara utuh.

Retrovirus

Program `kondom 100 persen' tidak akan berhasil karena: (a) di Indonesia tidak ada lokaliasi pelacuran dan rumah bordir yang 'resmi', dan (b) sosialisasi kondom sebagai alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks ditolak banyak kalangan.

Karena hanya `mengekor' maka perda-perda penanggulangan AIDS yang diterbitkan di Indonesia pun tidak menyentuh akar persoalan epidemi HIV. Semua perda mengedepankan norma, moral, dan agama sebagai 'alat' untuk menanggulangi epidemic HIV. Perda AIDS Provinsi Riau, misalnya, menyebutkan cara mencegah penularan  HIVadalah dengan meningkatkan iman dan taqwa. Bagaimana mengukur iman dan taqwa yang bisa mencegah HIV. Cara ini tidak akan berhasil karena tidak ada kaitanlangsung antara norma, moral, dan agama dengan penularan HIV.

HIV adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri di dalam sel-sel darah putih manusia. Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam: (a) cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan), dan (d) air susu ibu/ASI (perempuan).

Penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi jika air mani dan cairan vagina yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi kalau ASI yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui proses menyusui.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun