Untuk menyimak stabilitas sistem keuangan bisa dilihat dari dua aspek yaitu institusi keuangan yang stabil yang ditandai dengan industri perbankan yang sehat sehingga tidak ada bank yang collapse. Kondisi ini meningkatkan kredibilitas dunia perbankan di mata masyarakat sehingga mendorong masyarakat memakai jasa perbankan, seperti tabungan dan deposito. Aspek lain yang menunjukkan stabilitas sistem keuangan adalah kondisi pasar yang stabil yang tidak menimbulkan gejolak harga.
Instabilitas sektor keuangan sendiri dipicu oleh berbagai faktor yang menjadi penyebab dan dampak dari gejolak yang ditandai dengan kegagalan pasar yang bersifat struktural dan perilaku pasar. Kondisi ini bisa bersumber dari luar (internasional) dan dari dalam (domestik). Dampak dari instabilitas merupakan risiko terhadap kredit, likuiditas, pasar dan operasional.
Stabilitas sistem kuangan yang terganggu, misalnya terhadap dunia perbankan, karena krisis moneter seperti yang dialami Indonesia tahun 1997-1998 harus dibayar mahal. Upaya untuk mengatasi kriris perbankan wakut itu menghabiskan dana sebesar 34,5 persen dari PDB (produk domestik bruto yaitu nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu yang merupakan salah satu cara untuk menghitungpendapatan nasional).
Jika salah satu elemen yang menjaga stabilitas keuangan terganggu atau tidak berfungsi dengan baik, maka elemen lain akan terpengaruh. Misalnya, tingkat inflasi yang tinggi dapat membawa konsekuensi pada kebijakan uang ketat (tight money policy), peningkatan suku bunga, dan menambah jumlah kredit bermasalah. Kondisi ini pada akhirnya akan memicu kegagalan bank dan lembaga keuangan lain di sektor keuangan.