Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

17 PNS di Kab Jembrana, Bali, Tertular HIV/AIDS

17 November 2014   19:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:36 386 0

Foto: www.keluyuranbertiga.com

17 Pegawai negeri di Jembrana positif HIV/AIDS.” Ini judul berita di merdeka.com (16/11-2014).

Secara empiris kasus HIV/AIDS pada pegawai negeri (PNS), pejabat, aparat dan karyawan merupakan hal yang lumrah karena merekalah yang bisa membeli seks ketika lokasi atau lokalisasi pelacuran ditutup.

Soalnya, ‘harga seks’ sekarang sangat mahal karena hubungan seksual harus dilakukan di penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang. Itu artinya selain uang untuk membayar cewek seorang laki-laki ‘hidung belang’ harus membayar sewa kamar. Kalau di lokasi atau lokalisasi pelacuran yang dibayar hanya ceweknya, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK).

Bahkan, setelah lokasi atau lokalisasi pelacuran ditutup ‘harga’ cewek dan PSK kian melangit sehingga biaya untuk short time (hubungan seksual singkat sampai laki-laki orgasme) sangat besar yaitu: minuman dan makanan, rokok, kamar, dan cewek atau PSK. Berbeda dengan di lokasi atau lokalisasi pelacuran yang dibayar hanya cewek karena bayaran tsb. sudah termasuk sewa kamar.

Nah, tentu saja hanya orang-orang dengan penghasilan besar atau tetap yang bisa ‘membeli seks’. Selain dapat gaji tetap, PNS juga mendapatkan uang jalan atau perjalanan dina, bahkan ada pula gratifikasi seks yaitu hadiah atau imbalan jasa berupa cewek.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Jembrana, Bali, sampai 31 Oktober 2014 mencapai 545 yang terdiri atas 153 HIV dan 392 AIDS 392 dengan 241 kematian. Mereka itu adalah 345 pekerja swasta, 22 PSK, 128 ibu rumah tangga, 17 PNS, dan lain-lain  33.

Dari 22 PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS empat di antaranya merupakan cewek kafe. Di sepanjang jalur Gilimanuk-Denpasar yang melintas di wilayah Kab Jembrana dikenal ada ‘warung kopi esek-esek’ atau kafe yang menyediakan pelayan ‘cewek plus-plus’ (‘Esek-esek’ di Warung Kopi pada Lintas Denpasar-Gilimanuk). Nah, ada kemungkinan empat pengidap HIV/AIDS itu adalah ‘cewek plus-plus’ di kafe atau warung kopi.

Yang bisa mampir ngopi sambil esek-esek di sana tentulah orang yang berduit karena harga kopi dan tarif cewek tidaklah murah. Bisa saja PNS yang menerima uang perjalanan dinas mampir di sana. Itu artinya laki-laki yang ngeseks tanpa kondom di warung plus-plus dan kafe di jalur Jembrana-Bali berisiko tertular HIV/AIDS (Di Jembrana, Bali: Laki-laki yang Ngeseks dengan Perempuan Penghibur Berisiko Tertular HIV/AIDS).

Menurut Kadis Kesehatan Kabupaten Jembrana, Putu Suasta, berdasarkan data di KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Kab Jembrana, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat:  "Ini sudah masuk dalam data zona merah."

Yang zona merah bukan jumlah kasus HIV/AIDS, tapi perilaku sebagian laki-laki di Jembrana yang ngeseks dengan cewek kafe tanpa memakai kondom.

Sebelum terdeteksi mengidap HIV/AIDS empat cewek kafe itu minimal sudah tertular HIV/AIDS tiga bulan. Maka, selama tiga sudah ada 720 laki-laki yang berisiko tertular HIV dari empat cewek kafe itu (4 cewek kafe x 3 laki-laki/hari x 20 hari/bulan x 3 bulan).

Menurut Koordinator KPA Jembrana, I Putu Agus Maryana Putra, melonjaknya kasus HIV/AIDS akibat kurang beraninya masyarakat melakukan konseling. Padahal di setiap klinik, puskesmas dan Lapas juga disediakan pelayanan tersebut.

Pernyataan koordinator di atas menyesatkan karena yang datang konseling adalah orang-orang yang sudah melakukan perilaku berisiko, al. ngeseks tanpa kondom dengan PSK, cewek kafe, dll. Itu artinya konseling ada di hilir yaitu ketika seseorang sudah tertular HIV/AIDS.

Yang diperlukan adalah langkah konkret di hulu berupa intervensi terhadap laki-laki yang ngeseks dengan PSK, cewek kafe, dll. yang memaksa mereka memakai kondom ketika ngeseks.

Tanpa program tsb., maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Jembrana akan terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia] ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun