Covid-19 ini menyebabkan kepanikan global dimana semua investor ingin menarik sahamnya dan menjadikannya uang tunai karena khawatir dengan nilai rupiah yang terus menerus mengalami penurunan. Hal ini tentu saja sangat berdampak pada perbankan sehingga Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dan OJK untuk upaya mitigasi dengan cara melonggarkan likuiditas, menurunkan suku bunga, stabilisasi makro ekonomi dan sistem keuangan serta mengeluarkan sejumlah stimulus seperti POJK No. 11/POJK 03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercylical dampak penyebaran Covid -19 yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021. POJK ini diharapkan bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan diterapkannya stimulus-stimulus tersebut akhirnya kondisi pasar mengalami perbaikan, seperti yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Kamis (9/4) bahwa nilai tukar Rupiah cenderung stabil dan menguat, cadangan devisa diperkirakan meningkat, kerja sama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) senilai USD60 miliar telah siap untuk sewaktu-waktu digunakan dan perkembangan harga-harga di pasar terkendali dan rendah dan saat ini kondisi perbankan Indonesia sangat sehat.
Oleh karena itu, demi mendukung upaya pemerintah dalam mengemban tugasnya patutnya kita mematuhi kebijakan-kebijakan pemerintah seperti melakukan pekerjaan/belajar from home, stay at home dan social distancing. Karena masalah yang kita hadapi saat ini adalah masalah kemanusiaan yang menyebabkan dampak pasar keuangan dan dampak ekonomi. Semakin baik kita merealisasikan kebijakan pemerintah maka akan semakin cepat Covid-19 ini akan teratasi dan dampak terhadap pasar keuangan, ekonomi dan juga kemanusiaan akan semakin kecil.