Seksisme merupakan ungkapan yang masih tabu di kalangan masyarakat. Banyak sekali
masyarakat yang menganggap bahwa seksisme merupakan hal yang berbau pornografi. Padahal
seksisme sendiri merupakan sebuah pandangan, prasangka, pemikiran, atau perlakuan yang
merendahkan atau menganggap rendah seseorang berdasarkan jenis kelamin mereka. Tentunya
ungkapan yang mengarah pada seksisme ini pastinya sangat bertentangan dengan prinsip HAM
yakni kesetaraan dan nondiskriminasi.
Meskipun pada saat ini banyak sekali kalangan yang meneriaki isu kesetaraan gender dan ada pula
undang - undang yang mengatur mengenai kesetaraan gender tepatnya pada pasal 27 Ayat 1 UUD
1945 yang berbunyi, "sesungguhnya konstitusi negara kita sudah mengafirmasi tentang kesetaraan
diantara warga negara tanpa memandang gender. "
Namun, pada kenyataanya ketidakadilan gender acap kali terjadi di kalangan sosial dan masyarakat
seperti ungkapan-ungkapan tertentu yang secara tidak sadar atau bahkan sengaja memperpetuasi
pandangan yang merugikan ini yang mengarah pada seksisme. ungkapan - ungkapan seksisme ini
biasanya sering terjadi kepada perempuan.
Salah satu contohnya adalah ungkapan seperti "Gue Mau Mimpi Basah Sama Si A," yang kemudian
disiarkan kepada khalayak ramai. Sekilas tampaknya tidak berbahaya, tetapi sebenarnya
mengandung unsur seksisme yang perlu diperhatikan.
Ungkapan tersebut, meskipun diucapkan secara santai atau sebagai candaan dan ekspresi spontan
belaka, sebenarnya mengandung beberapa aspek seksisme yang tersembunyi.
Lalu apa yang dapat membuktikan bahwa ungkapan "Gue Mau Mimpi Basah Sama Si A," merujuk
seksisme terhadap perempuan.
Objektifikasi Gender dalam Ungkapan "Mimpi Basah"
Ungkapan "mimpi basah" acap kali digunakan untuk merujuk pada mimpi erotis atau seksual yang
intens. Di sini, persoalan muncul ketika ungkapan tersebut digunakan pada konteks tertentu,
seperti menyatakan keinginan agar dapat "mimpi basah" dengan seseorang yang disebut sebagai "si
A." Hal ini mengarah pada objektifikasi gender, di mana individu hanya dianggap sebagai objek
keinginan seksual tanpa memikirkan identitas, kepribadian, atau perasaan mereka.
Menyiratkan Pengendalian
Pada ungkapan tersebut, penyebutan "si A" acap kali mengarah pada seseorang yang tidak
mempunyai kendali atas keinginan atau perasaan mereka. Ini dapat memperkuat stereotip yang
merugikan bahwa perempuan atau individu yang menjadi objek keinginan harus tunduk dan patuh
pada kehendak orang lain, khususnya pria.
Stereotip Gender dan Peran
Ungkapan "Gue Mau Mimpi Basah Sama Si A" bisa memperkuat dan melanggengkan stereotip
gender yang merugikan. Ini mengilustrasikan bahwasanya laki-laki sebagai pihak yang memiliki
kendali penuh atas keinginan seksual serta menjadi sebagai subjek utama yang lebih superiordalam situasi tersebut. Hal ini juga dapat meremehkan peran dan hak perempuan dalammengendalikan keinginan dan mengambil keputusan tentang hubungan mereka sendiri.
Meskipun ungkapan - ungkapan yang mengarah pada seksisme tersebut selalu berlindung pada
kata "bercanda" dan tidak ada sanksi tegas untuk memberantasnya. Tapi dengan melakukan refleksi
dan meningkatkan kepekaan kepada orang lain dapat menghindari memperpetuasi pandangan yang
merendahkan dan merugikan berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender seseorang atau
dapat dikatakan meminimalisir perilaku seksisme terhadap lingkungan kita sendiri.
Penulis : Indri Salsabila
REFERENSI
Jannah, P. M. (2021). Pelecehan Seksual, Seksisme dan Bystander. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, 2(1),
61-70.
Najib, F. D. (2020). Blaming the victim: objektifikasi korban kekerasan seksual dalam pemberitaan di media
online balairungpress. com. Interaksi Online, 8(2), 53-63.
Zaduqisti, E. (2009). Stereotype Peran Gender bagi Pendidikan Anak. Muwazah, 1(1), 73-82.