Membaca berita kisruh Anggaran Daerah DKI Jaya, makin jelas bahwa DKI sangatmembutuhkan figur berkarakter 'gila' seperti Ahok. Kegilaan yang nyaris tampak tidak memedulikan populer tidaknya sikap 'keras dan galaknya', di tengah ‘menggilanya’ pembiasaan ‘kerukunan dan harmoni semu’ dalam etika komunikasi dan relasi politik. Tak heran kalau kegilaan ini, lalu diputar balikkan sebagai tuduhan yang menyebut Gubernur DKI Ahok terus membentuk pencitraan pribadi.