Kenyataannya, mahasiswa yang berbicara, berorasi, dan berdemo malah berakhir ricuh. Penulis bertanya-tanya, ini yang salah siapa? Mahasiswa atau oknum-oknum yang berusaha “menyembunyikan bangkai” di balik tubuhnya? Tetapi, tidak pernah ada jawaban pasti akan hal itu. Setiap sumber bisa saja mengaburkan berita demi keuntungan suatu golongan. Mengaburkan berita yang tak benar menjadi benar dan yang benar malah terpinggirkan. Ibarat motor, mahasiswa bisa disebut sebagai bahan bakar. Berdosa dan dzalimlah kita (mahasiswa) jika kita hanya berfoya-foya dalam mengisi kemerdekaan ini. Seperti judul artikel ini, penulis ingin mereka yang membaca mulai membiasakan hal-hal yang mudah dan sederhana jika ingin mengubah bangsa ini. Mahasiswa memang bukan pemegang kekuasaan yang dapat memberikan kebijakan-kebijakan untuk rakyatnya. Akan tetapi, mahasiswa adalah penampung aspirasi rakyat dan penyampai pesan kepada para pemegang kekuasaan di DPR/MPR RI ini. Kita semua sudah mengerti bahwa bukan hal mudah menjadi seorang pemimpin, tetapi sangat mudah untuk menilai seorang pemimpin. Mengatakan pemimpin itu tidak becus, lelet, dan sebagainya. Mahasiswa bukan saatnya lagi hanya menjadi penilai, tetapi sekarang adalah saatnya mahasiswa menjadi eksekutor. Membiasakan hal-hal kecil, seperti : membuang sampah pada tempatnya, membiasakan diskusi, mengikuti organisasi-organisasi yang ada di kampus, dan masih banyak lagi adalah salah satu cara untuk menempa diri mahasiswa demi keberlanjutan cita-cita bangsa.