Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Terminal 1: It's a Nightmare

29 November 2009   13:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:08 690 0

Bepergian menggunakan pesawat udara sudah bukan menjadi sesuatu yang menyenangkan seperti waktu saya masih kecil dulu.

Datang lebih awalsekitar 1-2 jam sebelum “boarding” bagi sayamerupakan satu-satunya opsi yang tidak dapat ditawar-tawar! Yang jelas saya tak ingin dihinggapirasa “STRESS “ yang bisa membuat perut saya “mulas –mulas” dan mata rasanya tidak mau lepas dari jam tangan, konon bagi sebagianbesar orang, rasa cemas akan menstimulasi susunan syaraf “solar plexus”yang posisinyaberada di belakang lambung hingga menimbulkan efek seperti yang di atas itu.

Kondisi lalu lintas di Jakarta yang “super duper unpredictable”, ditambah lagi kendaraan favorit saya Mercy 2 pintu aka bis Damri Bandara :p mempunyairute yang agak aneh yaitu “Anticlockwise “ alias bis akan memutar dan menurunkan penumpang ke terminal 3 dan 2 sebelum berhenti di terminal satu,

Jadi peringatan untuk andajangan coba-coba datang agak “mepet” kalo menggunakan jasa layanan ini atau bisa-bisa anda harus mengikuti cabang olahragalari cepatdi sepanjang koridor menuju “gate” pesawat he he.

Datang lebih awalibarat makan buah simalakama, bisa ditebak sayadihadapkankesebuah pekerjaan yang bagi sebagian besar orang sangat menjengkelkan, menunggu !

Tapi yang lebih menyedihkan lagi Terminal 1 Bandar udara Soekarno-Hatta yang konondiberi judul “Bandar udarainternasional “ mempunyai fasilitas ruang tungguyang “Fantastic Ancur”.

Bukannya sok executive tapi bagi yang terbiasa bepergian menggunakan pesawat udara, terminal satu merupakan“NIGHTMARE” bagi penumpang , sudah penuh sesak , ada toko kelontong di sepanjang koridorjuga dipercantik dengan para “Ahli Hisap” yang dengan santainya merokokdi sepanjang koridor tepatdi bawah kaca yang jelas-jelas terdapat bacaan “DILARANG MEROKOK!” plusgambar “ ROKOK DENGAN TANDA SILANG” sebesar bola sepak! Mungkin tujuan petugas yangmemasangtanda tersebut takut kalo ada penumpang yang buta huruf dan rabun jauh, hi hi..

Namun apa mau di kata, peringatan tersebut sepertinya tidak berpengaruh seperti halnya di Mall papan atas, petugas yang ada pun terkesan tidak peduli bahkan ada yang ikut-ikutan bergabung dalam kancah persilatan.

Menurut saya bandar udara adalah kosmetiknya sebuah negara ,daerah atau kota . Menurut survey 75 % tempat yang didatangi saat pertama kali seseorang berkunjung ke suatu negara adalah Bandar udaranya (ya iya lah kecuali mereka mau“free fall”ala pasukan khusus langsung ke tempat tujuan) , jadi otomatis kesan pertamanya pundidapat dari sana. Ibarat rumah bandar udara merupakan ruang tamu , kalau dari sini saja sudah amburadul bisa dibayangkanbagian dapurnya, apalagi penghuni yang menempati rumah tersebut.

Benar-benar menyedihkan…kalau boleh mengutip kata Jendral naga bonar  “Apa kata dunia…”

Salam kompasiana.

Indra Putra, Kompasianer yang terdampar di terminal 1

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun