Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Kepemimpinan dan Manajemen dalam Praktek Bisnis di Disney

16 Februari 2014   17:28 Diperbarui: 5 Desember 2015   18:14 601 0

“I dream, I test my dreams against my beliefs, I dare to take risks, and I execute my vision to make those dreams come true.” (Walter E. Disney)

Dalam tulisan saya yang berjudul “Kepemimpinan dan Manajemen” (KOMPASIANA, 8 Januari 2014) saya menyatakan bahwa kepemimpinan (leadership) itu berbeda dengan manajemen (management), namun dua hal tersebut bersifat komplementer, saling mengisi dan dua-duanya vital untuk tercapainya sukses organisasi. Dalam tulisan itu disajikan perbandingan antara kepemimpinan dan manajemen dari Joe Reynolds (OUT FRONT LEADERSHIP) dan Waren Bennis (ON BECOMING A LEADER),sebagai pegangan untuk analisis lanjutan sehubungan dengan topik kepemimpinan ini.

Dalam tulisan itu juga saya sedikit menyoroti gerakan hak-hak sipil pada tahun 1960an di Amerika Serikat dengan pemimpin besarnya, Dr. Martin Luther King, Jr. Dr. King menginspirasikan dunia dengan visinya dan dengan kemampuannya untuk berpidato, dan dia berhasil mengubah cara hidup warga Amerika dalam hidup bersama. Amerika Serikat memang berbeda sekarang karena seorang Dr. King. Namun Bapak pendeta ini bukanlah seorang  manajer yang baik. Gerakan hak-hak sipil yang diperjuangkan dan dipimpin olehnya dapat saja gagal berantakan seandainya Dr. King tidak didukung oleh para staf pendukungnya yang terdiri dari orang-orang yang memiliki talenta manajemen yang luarbiasa. Ini praktek di dunia sosial-politik. Dalam dunia bisnis juga terdapat tidak sedikit kasus yang terkait dengan topik “kepemimpinan – manajemen” yang dapat dijadikan sebagai bahan studi.

DISNEY BERSAUDARA

Dalam tulisan ini saya mengajak saudari-saudara untuk mengamati perusahaan raksasa Disney dan tokoh-tokoh pendirinya, dua orang bersaudara, yaitu Walt E. Disney [1901-1966] dan abangnya, Roy O. Disney [1893-1971].

Walt Disney (lengkapnya Walter Elias Disney) adalah salah satu nama yang paling terkenal di dunia, namun tidak demikian halnya dengan Roy Oliver Disney. Roy O. Disney ini mempunyai seorang putera yang bernama Roy Edward Disney [1930-2009] yang juga aktif bekerja di Disney dari tahun 1954-2009 dan sempat menjadi Vice Chairman di Walt Disney Company dan Chairman dari Walt Disney Feature Animation. Dalam tulisan ini yang disoroti adalah Walt Disney dan Roy O. Disney. Walaupun Roy tidak begitu terkenal seperti adiknya, peranannya dalam pengembangan dan keberhasilan perusahaan-perusahaan Disney tetap vital walaupun peranannya itu berbeda dengan peranan yang dimainkan oleh Walt.

Ketika kita menyoroti perbedaan-perbedaan perilaku atau sepak terjang dua orang  bersaudara ini dalam bisnis mereka, maka kita dapat menggunakan daftar “perbedaan-perbedaan antara seorang pemimpin dan seorang manajer” seperti yang telah dikemukakan oleh Joe Reynolds, Waren Bennis yant telah disebutkan di atas, juga oleh John W. Gardner (ON LEADERSHIP, New York: Free Press, 1990), John P. Kotter (A FORCE FOR CHANGE: HOW LEADERSHIP DIFFERS FROM MANAGEMENT, New York: Free Press, 1990),  dan para pakar lainnya sebagai pegangan kita.

Walt adalah seorang pemimpin yang kreatif dan Roy adalah sang manajer atau “orang keuangan” dalam organisasi mereka, ...... seorang “penjaga gawang”. Sukses dari usaha-usaha grup Disney adalah buah keberhasilan dari kontribusi-kontribusi yang bersifat komplementer dari mereka berdua. Kisah mereka memberikan gambaran menarik bagaimana para pemimpin berinter-aksi dengan para pengikut mereka dan situasi-situasi secara berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para manajer.

WALT DISNEY

Terteranya nama Walt Disney dalam sebuah film tertentu berarti bahwa film itu telah memperoleh sentuhan pribadi dari dirinya, dalam bentuk supervisi pribadi yang ketat dalam proses pembuatannya, suatu jaminan mutu, dan tentunya tingkat kepenuhan bioskop.  Walt senantiasa berkomitmen untuk menghasilkan produk-produk yang terbaik, dari suvenir-suvenir sampai film-filmnya. Walt juga memiliki indra keenam sehubungan dengan apa yang akan menarik bagi budaya Amerika, tua maupun muda. Dia sangat percaya pada intuisi-nya dan judgment-nya dan berani mengambil risiko demi mewujudkan cita-citanya.

Satu dari sejumlah kualitas pribadi berbeda yang dimiliki oleh Walt adalah dorongan pribadi untuk bereksperimen dan menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki mutu film. Walt sendiri adalah seorang inovator, namun lebih penting lagi adalah, bahwa dia mendorong serta menyemangati orang-orang yang bekerja dengan/untuk dia agar juga menjadi inovatif. Studio-nya senantiasa “on the move”, diliputi suasana penuh gairah orang-orang yang bekerja di situ. Walt menginginkan studio-nya senantiasa berada pada ambang batas kemampuan teknologi di bidang seni animasi dan dia tidak pernah menjadi mangsa dari tata-cara (SOP dan sejenisnya) 1,2,3 yang kaku dan kering dalam melakukan sesuatu.

Sejak awal-awal perusahaan mereka, Walt menangani sisi kreatif dari produksi-produksi Disney, sedang Roy menangani pekerjaan bidang keuangan guna mendanai produksi kartun-kartun mereka. Walt tidak pernah berminat untuk “making money” sebagai tujuan pada dirinya sendiri, melainkan sebagai sarana untuk memproduksi film-film yang bahkan senantiasa lebih baik/bermutu. Walt tidak akan mengkompromikan nilai-nilainya sendiri tentang mutu film dengan kenaikan laba perusahaan. Pada kenyataannya Walt adalah seorang “penjudi” (gambler) yang mau menanggung risiko apa saja demi suatu gagasan (ide) yang dipercayainya. Entusiasme Walt terhadap proses kreatif begitu “menular” dan menyebar di kalangan orang-orang yang bekerja untuk/dengan dirinya. Mereka lebih berdedikasi pada seni daripada masalah laba-rugi perusahaan.

Di sisi lain, sebagai seorang pribadi yang berkiprah dalam dunia animasi pada zamannya, Walt sadar akan pentingnya segala hal secara mendetil. Ada satu contoh: Walt memperkenankan waktu hampir enam bulan lamanya untuk menyelesaikan satu “sequence” yang panjangnya hanya tiga menit dalam SNOW WHITE (Puteri Salju). Ini adalah episode di mana orang-orang kerdil berjalan melewati hutan sambil menyanyikan  “Heigh-Ho”. Di sini Walt menyadari bahwa pipi sang Puteri Salju terlihat terlalu pucat, maka orang-orangnya harus memperbaiki gambar-gambar yang ada, puluhan ribu jumlahnya, padahal film itu harus ditayangkan dalam bioskop-bioskop dalam kurun waktu yang tidak lama lagi. Bayangkan berapa  banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan? Semua demi cita-cita, demi visi ke depan yang diidam-idamkan. Kiranya keputusan yang diambil seorang manajer yang berorientasi pada laba-rugi perusahaan tidak akan meneladani sikap dan tindakan Walt dalam hal serupa. Tokh cuma tiga menit, bukan? Nanti juga orang lupa! Ada yang mengatakan bahwa rahasia sukses Disney adalah justru bahwa dia tidak pernah mencoba untuk “make money”. Uang bagi Walt hanyalah sarana, bukanlah tujuan!

Walt adalah seorang genius dalam hal melihat orang-orang yang memiliki talenta. Dia mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang kreatif seperti dirinya sendiri, termasuk mereka yang “nyentrik”. Mereka yang bekerja untuk/dengan Walt percaya bahwa mereka adalah pionir-pionir yang mengubah sifat media massa. Walt menciptakan suatu lingkungan yang energetik dan informal. Dia menentang prosedur-prosedur kaku dan juga birokrasi, namun mereka yang bekerja untuk/dengan Walt percaya bahwa dia menjalankan studio terbaik di dunia. Satu cara yang digunakan Walt guna menginspirasikan komitmen kuat di atara para pengikutnya adalah melalui komitmen dirinya sendiri kepada upaya pengembangan dan keterlibatan kreatif mereka dalam pekerjaan di studio. Walt berhasil membuat mereka menyumbangkan yang terbaik, suatu kualitas kerja yang melampaui rasa percaya mereka sendiri atas kemampuan mereka. Walt menginginkan semua orang yang bekerja untuk/dengannya merasakan bahwa mereka memberikan kontribusi yang memang diperlukan untuk proyek secara keseluruhan. Ia mendorong serta menyemangati orang-orangnya untuk menggunakan keterampilan-keterampilan mereka sendiri agar datang dengan solusi-solusi atas berbagai tantangan, bukannya sekadar menemukan apa yang dia inginkan mereka lakukan.

Untuk mendorong terbentuknya ikatan yang lebih erat dengan mereka yang bekerja untuk/dengannya, Walt menekankan perlunya saling menyapa dengan nama pertama (first name, bukan family name). Misalnya atasan kita yang bernama Mr. Thomas Crouse dipanggil saja Tom, bukan Mr. Crouse. Praktek seperti ini juga berlaku di Citibank N.A. Memang susah bagi kita yang berlatar belakang budaya feodalisme untuk mempraktekkan hal seperti itu. Kita sudah terbiasa menyapa atasan kita dengan “Pak” atau “Bu”, dan beliau-beliau itu menyapa kita dengan kata “Saudara” atau “Saudari”. Walt juga melakukan “blusukan” untuk melihat kemajuan pekerjaan mereka. Selama mereka menghasilkan karya yang baik, Walt akan bersikap toleran terhadap apa saja, kecuali “kemalasan”, “ketidak-jujuran” atau “sikap yang negatif”. Kalau ada karyawan yang bersedih (secara berkepanjangan tentunya), maka menurut Walt karyawan tersebut seharusnya tidak bekerja di perusahaan Disney, karena “We are selling happiness!” (Kami menjual kebahagiaan!).

Ray Kroc pernah menjadi bekerja di unit yang dipimpin oleh Walt. Ray Kroc ini adalah pendiri McDonald’s Corporation. Ray Kroc mengatakan yang berikut ini tentang Walt Disney: “Disney was regarded as a strange duck, because whenever we had time off and went on the town to chase girls, he stayed in the camp drawing pictures” (BUSINESS LEADERS & SUCCESS – 55 TOP BUSINESS LEADERS & HOW THEY ACHIEVED GREATNESS (Investor’s Business Daily), hal. 8. Saya sengaja tidak menerjemahkan kata-kata Ray Kroc ini, simak saja sendiri, ya.

PERBEDAAN PANDANGAN BERKAITAN DENGAN SEBUAH AMUSEMENT PARK BARU

Perbedaan antara orientasi seorang pemimpin dan manajer terlihat dalam ketidaksetujuan antara Walt dan Roy dalam hal ide berkaitan dengan sebuah “amusement park” yang baru. Barangkali kita membayangkan bahwa apa yang kita kenal sebagai Disneyland merupakan sebuah sukses sejak diusulkan oleh Walt. Ini adalah bayangan atau asumi yang keliru, karena pada awalnya Roy menentang proyek ini. Bagi Roy ini hanyalah satu lagi ide gila dari Walt, dan dia hanya mau memberikan $10,000 dari keuangan studio sebagai bagian dari pendanaan proyek baru ini. Sebesar inilah risiko yang ingin ditanggungnya.

Bagaimana dengan Walt? Walt lebih menaruh kepercayaan kepada visi-nya sendiri daripada sikap konservatif menghindari risiko (risk-averse) abangnya. Akhirnya, Walt “ngurusin” sendiri urusan pendanaan proyeknya, yaitu meminjam uang sejumlah $100,000 dengan jaminan polis asuransi jiwanya sendiri. Dia juga menjual rumah liburannya di Palm Springs, California, dan mulai mencari dana melalui serial TV-nya, Disneyland, di jaringan televisi ABC.

Sekarang kita sudah tahu bagaimana suksesnya Disneyland di California, Disneyworld di Florida, di Tokyo, di Hong Kong dlsb. Tetapi pada waktu itu, di awal-awal, apa yang membuat Walt begitu komit dengan visinya sendiri? Visinya adalah sebuah amusement park yang diberi nama DISNEYLAND, di mana ide-idenya dan karakter-karakter ciptaannya seperti Mickey Mouse dll. dapat menjadi hidup. Berikut ini saya akan mengutip sedikit kata-kata yang diucapkan oleh Walt sendiri tentang visinya:

Ide Disneyland adalah ide yang sederhana. Disneyland akan menjadi sebuah tempat bagi orang-orang untuk menemukan kebahagiaan dan pengetahuan. Disneyland akan menjadi sebuah tempat bagi para orangtua dan anak-anak untuk meluangkan waktu-waktu yang menyenangkan sebagai teman satu sama lain; sebuah tempat bagi para guru dan murid guna menemukan cara-cara yang lebih besar untuk pengertian dan pendidikan. Di sini generasi yang lebih tua dapat menangkap kembali nostalgia zaman lampau mereka, dan generasi yang lebih muda dapat menikmati tantangan masa depan. Di sinilah keindahan-keindahan Alam dan Manusia ada untuk dilihat dan dipahami oleh semua orang. Disneyland akan didasarkan pada dan didedikasikan untuk cita-cita, impian-impian dan fakta-fakta yang telah menciptakan Amerika. Dan Disneyland ini akan secara unik diperlengkapi  guna mendramatisir impian-impian dan fakta-fakta dan mengirimkan semua itu sebagai suatu sumber keberanian dan inspirasi kepada seluruh dunia.

Disneyland akan berupa semacam sebuah “fair”, sebuah  “exhibition”, sebuah “playground”, sebuah “community center”, sebuah “museum fakta-fakta yang hidup”, sebuah tempat pertunjukan “beauty and magic”. Disneyland akan dipenuhi dengan capaian-capaian, sukacita dan harapan bagi dunia di mana kita hidup. Dan Disneyland akan mengingatkan kita dan menunjukkan kepada kita bagaimana membuat keindahan-keindahan itu menjadi bagian dari kehidupan kita” (B. Thomas, Walt Disney: An American Tradition, New York: Simon & Schuster, 1978, hal. 246-247; diambil dan diterjemahkan secara bebas dari Burt Nanus, VISIONARY LEADERSHIP, San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993, hal. 28).

Ini adalah suatu visi dengan daya kekuatan yang dapat membuat transformasi dalam organisasi bersangkutan. Visi berkaitan dengan Disneyland ini mengandung unsur-unsur yang perlu ada dalam visi ke depan yang baik, misalnya (1) visi itu layak untuk organisasi bersangkutan dan pantas untuk masa bersangkutan. Visi itu cocok bilamana dikaitkan dengan sejarah organisasi, budaya organisasi dan nilai-nilai yang dianut dan konsisten dengan situasi terkini dari organisasi; (2) visi ini menentukan standar-standar keunggulan dan mencerminkan cita-cita tinggi; (3) visi ini mengklarifikasi tujuan dan arahan; (4) visi ini menginspirasikan entusiasme (kegairahan) dan mendorong komitmen siapa saja yang terlibat dalam organisasi; (5) visi ini diartikulasikan dengan baik dan mudah dipahami; (5) visi ini mencerminkan keunikan organisasi; (5) visi ini ambisius, meluaskan horison organisasi.

Bill Capodagli & Lynn Jackson, duet penulis buku bagus yang berjudul THE DISNEY WAY- HARNESSSING THE MANAGEMENT SECRETS OF DISNEY IN YOUR COMPANY, New York: McGraw-Hill, 1999, dalam kata pengantar buku itu mereka memberi kesaksian sebagai berikut: “Neither one of us visited Disneyland or Disney World as children. But we both have been fortunate to experience the park through the eyes of the the chilren in our families.” Terjemahan bebasnya: Tidak seorangpun dari kami berdua pernah mengunjungi Disneyland atau Disney World pada masa kanak-kanak kami. Namun kami merasa beruntung dapat mengalami taman hiburan itu melalui mata anak-anak dalam keluarga-keluarga kami” (hal. xv). Inilah salah satu bukti kekuatan visi dari Walt Disney tentang “amusement park” yang baru, yang terwujud menjadi kenyataan.

Pada bulan Juli 1996 kami mengajak anak bungsu kami yang belum lahir pada waktu kami mengunjungi Disneyland untuk pertama kalinya di tahun 1976. Pada acara arak-arakan (parade) di malam hari, lewatlah rombongan dari cerita  “Alice in the Wonderland”. Ada seorang laki-laki separuh baya dari Korea Selatan, tanpa malu-malu berseru keras-keras: Alice! Alice! Alice! Terus-terusan sambil melambai-lambaikan tangannya seperti seorang yang kerasukan. Tokoh kartun menjadi begitu hidup bagi orang Korea itu. Juga ada yang menangis tersedu-sedu ketika menonton film menyaksikan adegan Snow White terbaring-mati. Ini semua adalah hasil dari seorang pribadi yang memiliki visi luar biasa tentang bisnis untuk membuat orang-orang berbahagia, walaupun hanya untuk sejenak saja keluar dari susah-payahnya kehidupan ini.

CATATAN PENUTUP

Perbedaan-perbedaan antara Walt dan Roy – bahkan setelah kematiannya – menggambarkan perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen. Sebagai akitabt absennya kepemimpinan kreatif dari Walt Disney, studio mereka pun jatuh ke tangan “orang-orang Roy Disney” yang selama dua dekade dapat dikatakan berhasil, namun tidak optimal (moderat saja), karena berdasarkan formula-formula manajemen yang kurang kreatif.

Hanya setelah pucuk pimpinan dipegang oleh Michael Eisner, “orangnya” Walt Disney yang memahami budaya populer, maka studio mereka kembali merebut tempat terdepan dalam bisnis Amerika. Tentang Michael Eisner ini, nanti saja kita ngobrolnya.

Jakarta, 16 Februari 2014 

Drs. Tiardja Indrapradja

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun