Kubayangkan kita adalah sebuah peristiwa, lalu sesekali bermimpi tentang kita adalah burung camar yang belajar terbang diantara gelombang yang terlanjur mengayunkanmu ke tengah samudera mimpi yang bergelora. Aku belum paham betul makna pertemuan, yang akhirnya kau hancurkan dengan diam, mengerat jantungku diam-diam. Pun akhirnya dengan mata nanar kupandangi waktu yang berkamuflase menjadi gerimis, menyapu wajahmu dari beranda mata hatiku.
Sudahlah harusnya tak ada cinta atau luka yang terbata-bata dalam kita. Lalu biarkanlah aku meremangkan wajahku dalam botol-botol plastik minuman, beradu dan bercerita tentang rindu pada meja, pada tembok, pada lumut atau pada bayanganku yang tak pernah mengeluh. Atau mungkin kali ini saat dimana kita perlu meneteskan air mata rindu dan pilu yang sembilu.
(IM-20/03/11)