Indra Malela, 19 Desember 2010 Kalaupun setan itu tak ada atau tak pernah ditemukan. Tapi untuk berjuta alasan, kita, manusia akan terus rajin menciptakannya. Minimal untuk pengkambing hitaman atas sesuatu kesalahan yang kita lakukan. Bukankah atas segala kesalahan yang pernah kita lakukan, paling praktis adalah menunjuk setan sebagai biang keladinya. “Maaf, waktu itu memang saya terkhilaf: tergoda setan!” Setan juga dibuat untuk hiburan. Manusia perlu membuat fantasi untuk lari dari kenyataan. Cerita setan dibukukan dan difilmkan. Dari dulu cerita setan adalah komoditi yang laku di pasaran. Waktu kecil, di kampung, film-film Suzana – Beranak Dalam Kubur, Sundel Bolong, Kuntilanak Balas Dendam, dan sebagainya ditonton berulang-ulang di pesta hajatan. Diputar berkali-kali pada malam Agustusan. Semuanya doyan. Tak ada penonton yang bosan. Tak ada yang protes ataupun keki. Maklum layar tancep gratisan. Orang kota pun sebenarnya suka film hantu, tapi malu-malu. Makanya nontonnya di tempat yang gelap dan tertutup, bukan tempat terbuka. Masak hari gini, nonton bioskop Kuntilanak. Alamak, apa kata anak! Seiring maraknya jumlah jembatan di perkotaan, di sanalah juga kuntilanak kota berkeliaran malam-malam menjajakan hiburan. Makanya ada Si Manis Jembatan Ancol, Si Cantik Hantu Jembatan Semanggi, Hantu Jembatan Casablanca difilmkan. Ternyata laris, bukan? Selera orang kota dan orang desa sebenarnya tak jauh berbeda. Sederhana, seleranya itu-itu juga. Kadang udik dan kampungan. Untuk menutup-nutupi dan menaikkan gengsi, hantunya ganti pakai bintang luar negeri, misalnya Miyabi—musuh FPI. Saya tidak suka hantu kota. Tapi saya suka sekali Chinese Ghost Story. Bukan karena made in luar negeri. Ada banyak alasan kenapa saya suka film ini. Lewat film inilah saya mendapatkan suatu pencerahan tentang dunia hantu perempuan. Hantu perempuan di film ini, bukanlah kuntilanak yang suka balas dendam. Bukan pula setan urakan atau hantu perempuan jalang. Tidak. Hantu ini begitu lembut dan halus. Dan bahkan bisa bermain musik. Hantu yang sopan dan beradab. Hantu perempuan di film ini, yang dibintangi oleh si Cantik: Joey Wong— memang lembut dan halus. Lebih pantas disebut makhlus halus atau lelembut ketimbang setan atau kuntilanak. Tapi bukan karena ini, saya menyukai Chinese Ghost Story. Semua bintang pemeran setan perempuan kan cantik dan seksi. Kalau cuma kemulusan dan keseksian, lalu nanti apa bedanya Indra Malela dengan lelaki hidung belang? (Hidung saya tidak belang, cuma ada tahi lalat hitam. Sejak saya lahir, konon, ada lalat yang tidak sopan buang hajat di situ!) Chinese Ghost Story itu, isi ceritanya membuat saya penasaran. Ada kisah kasih yang tak sampai, di sana. Ada cerita cinta yang belum selesai, di situ. Mirip seperti Shakepeare-nya Romeo & Juliet. Atau seperti Love Story-nya Eric Seagal, kesukaan teman saya Anto. Pengen tahu Chinese Ghost Story? Cerita singkatnya begini:
“Seorang pemuda kampung pergi merantau mencari ilmu. Kesasar kemalaman menginap di hutan dekat kuburan. Makhluk halus Joey Wong itu datang menggoda. Tapi apa daya justeru lelembut itu jatuh cinta pada keluguan sang pemuda. Tapi ibunya tak setuju ada lelembut jatuh cinta pada manusia. Tugas lelembut ada menggoda dan mengganggu manusia bukan malah jatuh cinta. Tapi si anak maksa dan pemuda itu juga memang suka. Dibantu oleh guru si pemuda, akhirnya berusaha dipersatukan kendati harus menempuh berbagai halangan dan rintangan. Tapi dua makhluk dari alam yang berbeda tetap tidak bisa dipersatukan. Di akhir cerita si pemuda cuma bisa terduduk lemas di depan nisan. Kisah asmara yang kandas. Kisah kasih yang tragis.” Setiap selesai menonton film itu, saya tidak bisa tidur semalaman. Serasa sayalah jagoannya, si pemuda kampung itu. (Huh, dasar narsis luh!) Tapi sejujurnya kukatakan. Setulus hati kuakui. Memang sebenarnyalah aku ini, suka sama hantu halus Joey Wong itu. Tolong rahasiakan yang satu ini. Saya tulis di sini buat teman-teman saja. Jangan bilang siapa-siapa. Tolong, saya mohon.
KEMBALI KE ARTIKEL