Saya menduga, penerima beasiswa untuk studi lanjut (S2 atau S3) baik di dalam maupun di luar negeri didominasi oleh orang-orang dengan latar belakang profesi tertentu. Para penerima beasiswa kebanyakan memiliki latar belakang profesi yang bisa dibilang: beasiswa-friendly.
Beberapa profesi yang termasuk ‘gampang’ memperoleh beasiswa antara lain: dosen, guru, PNS, Pegawai BUMN, peneliti, jurnalis, pekerja media dan pekerja social/lingkungan hidup (badan PBB, LSM dan sejenisnya). Sementara, pelamar beasiswa dengan latar belakang profesi lain terbilang lebih sulit untuk memenangkan seleksi beasiswa.
Mengapa demikian?
Karena rata-rata pemberi beasiswa ingin beasiswa yang diberikannya kelak bisa berguna untuk masyarakat luas, bukan semata-mata untuk kemajuan karir si penerima beasiswa.
Jadi, kalau profesi anda saat ini BUKAN termasuk profesi yang beasiswa-friendly, silakan disimak beberapa kiat di bawah ini yang (paling tidak) bisa meningkatkan daya saing anda untuk memenangkan beasiswa.
1. Ganti profesi.
Ini cara yang (barangkali) paling ekstrim namun bukanlah tidak mungkin dilakukan.
Saya punya beberapa teman yang memilih melakukan cara ini. Contohnya teman saya, sebut saja namanya Andi.
Dia bekerja di perusahaan swasta asing terkemuka di Jakarta. Andi pun rajin mengirimkan aplikasi untuk melamar beasiswa S2 di dalam dan luar negeri, namun selalu gagal.
Setelah sekian lama bekerja di Jakarta, Andi memutuskan untuk kembali ke kota asalnya dan menjadi dosen. Di tahun yang sama, Andi melamar beasiswa ke Australia dan dia mendapatkannya!
2. Stands out amongst the crowd
Kompetisi beasiswa selalu saja ketat. Dengan kompetisi yang ketat ini, dibutuhkan kualitas yang extraordinary dibanding pelamar lain untuk lolos ke tahapan seleksi selanjutnya.
Secara umum, proses seleksi beasiswa biasanya diawali dengan seleksi aplikasi alias paper screening. Pemberi beasiswa biasanya mensyaratkan Indeks Prestasi (IP) tertentu dan memiliki skor kemampuan bahasa Inggris.
Disamping itu, biasanya ada juga beberapa pertanyaan di formulir aplikasi menyangkut motivasi dan alasan kenapa kita pantas mendapat beasiswa tersebut.
Untuk syarat IP, pasti sudah terlambat untuk mengubahnya, Jadi tidak ada yang bisa dilakukan.
Nah, yang masih bisa dilakukan adalah meningkatkan skor kemampuan bahasa inggris dan menjawab semua pertanyaan di formulir aplikasi dengan sebaik mungkin. Apabila anda tidak yakin dengan jawaban anda, jangan segan minta saran dari teman atau kenalan yang pernah memenangkan beasiswa. Berdasarkan pengalaman, jawaban yang jujur, reflektif dan realistis-lah yang akan ‘dibeli’ oleh panitia seleksi. Bukan jawaban ‘normatif’, generik, dan menggebu-gebu.
Ini juga berlaku ketika anda sudah sampai di tahap wawancara. Banyak berlatih dengan ‘kisi-kisi’ pertanyaan akan membantu anda terlihat natural dan meyakinkan ketika wawancara tiba.
3. Persisten dan berdoa
Walaupun anda merasa bahwa aplikasi sudah disiapkan dengan sangat baik, dan wawancara sudah anda lakukan dengan lancar dan meyakinkan, namun tidak semua orang bisa punya kesempatan (plus keberuntungan) untuk memenangkan beasiswa dalam 1 atau 2 kali usaha.
Bukanlah hal yang aneh bila seseorang sudah melamar sampai belasan bahkan puluhan kali sebelum akhirnya mendapat beasiswa. Kata kuncinya adalah: persistensi. Jangan menyerah. Kalau anda percaya dengan kekuatan doa, maka berdoalah.
Persistensipun juga harus dilakukan dengan ‘cerdas’ bukan asal persisten saja. Albert Enstein pernah berkata,Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results. Kalau anda ingin mendapatkan hasil yang berbeda dengan aplikasi dan wawancara beasiswa anda, jangan bosan untuk mereview dan memperbaiki kualitas aplikasi dan wawancara anda, dari waktu ke waktu.
Itulah 3 kiat yang (paling tidak) mampu meningkatkan peluang untuk memenangkan beasiswa.
O iya, kiat nomor 2 dan 3 tentu saja juga bisa dipakai oleh semua pelamar beasiswa termasuk yang berasal dari latar belakang profesi yang sudah beasiswa-friendly.
Semoga berguna dan selamat berburu beasiswa.