jika diperhatikan selepas reformasi hingga kepemimpinan sby yang terakhir, secara umum dapat dikatakan bahwa aksi nyata untuk menjalankan amanat pasal 33 UUD berjalan dengan perlahan dan terseok-seok. Â bagaimana tidak, BUMN sebagai kepanjangan tangan negara untuk mengelola sumberdaya minyak, gas, batu bara hampir dikatakan tidak punya taring. secara lebih jauh dilihat pengelolaan tanah perkebunan komoditi ekspor lebih diminati, salah satunya seperti kelapa sawit, karet. namun sisi bercocok tanam menurut pendapat penulis dapat dgn mudah dikelola untuk menciptakan produksi yang memenuhi kebutuhan pangan nasional. tapi juga hal ini jangan dianggap remeh dan perlu dilakukan secepatnya karena kondisi lahan bebas di indonesia terus berkurang akibat aksi perusahaan pemenuh kebutuhan ekspor tersebut.
permasalahan diatas menggambarkan bahwa dari wilayah daratan, negara hampir hilang daya kuasanya untuk melakukan pengelolaan demi kesejahteraan rakyat. tapi hal itu berbanding terbalik dengan lautan. Â dalam kampanye kemarin jokowi menyebutkan indonesia kehilangan 300 T karena pemancingan ilegal. (http://manado.tribunnews.com/2014/06/22/jokowi-paparkan-illegal-fishing-prabowo-contohkan-aluminium). dapat dibayangkan kekayaan sebesar itu hilang begitu saja.
beberapa orang mungkin masih meremehkan akan keberadaan ikan-ikan dilaut. orang-orang masih beranggapan bahwa minyak, gas, emas, dan bahan tambang lain masih lebih bergengsi dibanding ikan. Â namun kita jangan lupa bahwa keberadaan ikan akan terus tersedia dilautan. sedangkan minyak, gas, dan bahan tambang adalah sumberdaya yang tidak dpt diperbaharui dengan cepat.
jika negara masih berkutat pada sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui tersebut, niscaya pemerintahan sulit untuk mewujudkan kesejahteraan. karena penguasaan bahan bahan tersebut sudah di duduki asing, bahkan jauh sebelum reformasi lahir. tentu menjadi pertanyaan, apakah pemerintahan berani melawan korporasi raksasa? apakah masyarakat mau menerima konsekuensi jika kita mencoba lepas dari korporasi itu? seperti stabilitas ekonomi yang akan berguncang hebat, mungkin lebih parah dari krisis 1998, karena tentu saja banyak negara yang menolak memberi bantuan. untuk mencegah cara yang ekstrim itu bisa digunakan cara-cara yang halus, seperti meningkatkan pembagian hasil, serta cara-cara lain yang dapat menambah keuntungan negara.
kembali ke soal ikan yang terlupakan. tindakan tegas bagi para pencuri ikan dilaut indonesia merupakan langkah yang tepat untuk menutup kebocoran negara. karena itu lebih mungkin dilakukan. mereka ilegal dan mereka pantas untuk diberantas. Â sembari melakukan pemberantasan, kemampuan BUMN dalam hal pengelolaan ikan perlu untuk diadakan dan di tingkatkan. kita penuhi pasokan ikan dunia yang selama ini diambil alih oleh pemancing ilegal. ya setidaknya 300T yang hilang bisa masuk ke kas negara.
keberadaan ekosistem laut yang bagus tentu dibutuhkan agar ikan dapat berkembang biak dan betah di perairan indonesia. selain mendapat keuntungan dari ikan, keberadaan laut yang asri juga tepat untuk dijadikan objek wisata. seperti kata pepatah, sekali mendayung dua, tiga pulau terlewati.
tindakan ini tentu bukan perkara mudah. perlu ada upaya keras dari pemerintah, termasuk didalamnya TNI AL sang pengawal batas negara. semoga ikan-ikan seharga 300T itu dapat segera di rasakan masyarakat indonesia.