Papat Yunisal mentas karier sebelum era sosial media. Papat bukan tipikal pesepak bola yang wara wiri di unggah foto atau video sosmed, ia sibuk dengan berlatih dan terus berlatih.
Papat lahir di Subang 11 Juni 1963. Di darahnya mengalir deras dunia olahraga. Sang ayah ialah Otman Atmo, olahragawan yang kerap tampil di Pekan Olahraga Nasional (PON) tingkat mahasiswa. Tujug cabor kata Papat sang ayah mengikuti event tersebut.
Banyak bercerita di awal karier dan ketertarikan pada sepak bola, Papat mengaku justru ia lebih dulu jatuh cinta pada olahraga hoki. Cukup serius kata Papat menceritakan aktivitasnya berlatih hoki saat masih muda.
Saat menempuh pendidikan di tingkat universitas, Papat mulai gandrung pada sepak bola. Namun Papat mengaku bahwa ia sempat perang batin kala itu.
Papat berkuliah di salah satu universitas jurusan keguruaan di Bandung. Kala itu, Papat mengaku bimbang antara menjadi seorang guru atau melanjutkan karier profesional sebagai pesepak bola.
Kondisi makin tak mengenakkan bagi Papat saat ia ternyata mendapatkan SK mengajar di salah satu sekolah di Bandung. Namun dengan kemantapan hati, Papat Yunisal terjun ke sepak bola.
"Saat itu masih sedikit perempuan yang main sepak bola. Bagi saya itu peluang namun juga tantangan tersendiri. Pak Indra Thohir (ketua klub Putri Priangan) melihat saya miliki skill bagus di lapangan," ungkap Papat.
Karier Papat Yunisial di lapangan hijau terus melejit. Di era Galanita, Papat termasuk pemain yang berpotensi. Pintu timnas Indonesia pun terbuka baginya pada 1981.
Setahun setelahnya, Papat sukses membawa Timnas Indonesia meraih runner up ajang ASEAN Women's Championship yang berlangsung di Thailand. Ia masih 17 tahun saat itu.
"Saya mencetak gol pada menit-menit akhir dan masuk sebagai pemain pengganti. Saya sempat tidak percaya bisa cetak gol," kenang Papat.
Bercerita panjang lebar mengenai perjalanan kariernya sebagai pesepak bola, Papat Yunisal kerap menegaskan bahwa menjadi atlet bukan berarti melawan kodratnya sebagai perempuan.
Bahkan Papat tegaskan menjadi atlet khususnya perempuan juga wajib mementingkan dunia pendidikan.
"Pesepak bola khususnya perempuan wajib mengejar bidang akademik, ini untuk karier mereka ke depan," pesan wanita yang saat ini jadi dosen di salah satu kampus di Cimahi.
Apa yang dilalui Papat Yunisial dari kemimbangan pilihan antara menjadi guru atau pesepak bola menurut Merriam-Webster adalah manifestasi dari takdir. Itu juga yang dialami pesepak bola wanita asal India bernama Aditi Chauhan.
Kiper India yang Tembus Liga Inggris
Aditi lahir di Goa, India apda 20 November 1992. Sama seperti Papat Yunisial, di awal Aditi justru lebih fokus pada olahraga lain.
Jika Papat ke hoki, Aditi justru suka dan lakoni olahraga karate dan bola basket. Bahkan untuk karate, Aditi memiliki ban hitam.
Hingga takdir menuntutnya menekuni sepak bola. Semua itu berawal saat ia diyakinkan guru olahraganya untuk menjadi kiper di tim amatir tempatnya tinggal.
Sepak bola bagi Aditi sebenarnya bukan olahraga asing. Sepak bola kerap ia mainkan bersama rekan-rekan sebayangnya di gang-gang kecil dekat mereka tinggal. Tapi sepak bola bukan olahraga populer di India.
Bimbang harus memilih fokus di olahraga mana, Aditi berada di persimpangan karier selama dua tahun. Sampai pada akhirnya ia meyakinkan diri untuk fokus menjadi seorang kiper.
Pada 2008, ia dipanggil ke timnas India U-19. Ia menjadi salah satu dari 52 perempuan yang akan mengikuti seleksi. Tiga bulan lamanya Aditi digembleng secara fisik, mental serta skill untuk menjadi seorang kiper profesional.
"Saya mendapati diri saya jatuh cinta dengan olahraga ini," begitu kata Aditi setelah 3 bulan mengikuti pemusatan latihan seperti dilansir dari Football Paradise.
Ia pun akhirnya menembus tim utama U-19 India. Sama seperti Papat Yunisial dan atlet-atlet lainya, Aditi merasakan kebanggaan luar biasa saat bertanding dan menyanyikan lagu kebangsaan.
"Menyanyikan lagu kebangsaan dan membela tim nasional, itu meninggalkan jejak seumur hidup saya," ucap Aditi.
Perjalanan karier Aditi menemukan titik tertinggi saat ia kemudian memutuskan hijrah ke Inggris. Ia mendapat kesempatan meneruskan pendidikan dengan mengambil master manajemen olahraga di Universitas Loughborough.
Aditi memilih untuk terus mengejar pendidikan lebih tinggi karena sadar pesepak bola wanita tidak memiliki penghargaan tinggi dibanding pesepak bola pria.
Aditi sadar penghasilan pesepak bola wanita masih di bawah rata-rata pemain pria. Bagi Aditi, berkuliah menjadi investasi untuk kehidupan di masa tuanya.
"Ini adalah investasi yang akan menghasilkan lebih jauh dari yang kita bayangkan. Fakta pesepak bola wanita mendapat bayaran lebih rendah dibanding laki-laki," ucapnya.
Agustus 2015, datang tawaran yang membuat Aditi begitu semringah. Klub Liga Inggris, West Ham United memberikan kontrak profesional.
Tanpa berpikir panjang, ia pun menerima tawaran tersebut. 16 Agustus 2015, Aditi debut dengan West Ham saat bertemu Coventry. Sayang di laga debut, ia kebobolan lima gol.
Meski begitu, nama Aditi tercatat sebagai pesepak bola wanita India pertama yang berhasil menembus ke Liga Inggris.
Dua musim lamanya ia membela West Ham. Pada 2018, Aditi putuskan pulang kampung dan membela India Rush SC. Saat ini, Aditi membela klub Lords FA.
Kompetisi sepak bola wanita India yang berkembang membuat Aditi masih berharap dari lapangan hijau. Saat ini Aditi masih jadi andalan untuk timnas wanita India. '
Sejak 2011 membela tim senior India, Aditi tercatat memiliki 57 caps. Sampai saat ini belum ada lagi pesepak bola India yang berhasil tembus ke Liga Inggris.